Ketika masa lalu diputar kembali, maka pembicaraan akan berada pada pusaran sejarah. Sebuah kata yang sederhana namun memiliki banyak makna, bahkan sejak zaman kata sejarah ditemukan, para pakar mencoba menghadirkan definisinya, namun sampai hari ini tak satupun kalimat yang diaklamasikan menjadi arti kata sejarah.
Tapi ketika membaca difinisi sejarah menurut E.H. Carr, bahwa sejarah adalah dialog yang tak pernah selesai antara masa lalu dan kini serta interaksi yang terus menerus antara fakta dan pelaku sejarah. Sekali lagi alasan pengabaran ini bukan karena Sarinah adalah bangunan bersejarah, bukan pula sepakat dengan E.H. Carr dalam merumuskan sejarah.
Dalam perjalanannya Sarinah Departemen Store telah menempuh pahit manisnya sejarah. Dicaci dan dicibir ketika masih berwujud gagasan, dilambungkan ketika pertama buka, dirujuk sebagai wajah Indonesia modern pertama, diguncang politik dan ekonomi, dilalap api dan Sarinah masih "ada". Dengan kekentalan pengalaman tersebut, Sarinah tidak bisa lagi dipandang sebagai bangunan peninggalan sejarah dengan segala isu dan kontroversi pendiriannya karena Sarinah masih dan sedang menapak perjalanannya.
Sarinah memulai perjalanannya dengan filosofi sebagi beton-beton idenya. Runtuhnya ekonomi yang ditandai dengan sanering Agustus 1959. Melemahnya daya beli dan merosotnya taraf hidup pada level terendah yang menciptakan antrian panjang untuk mendapatkan kebutuhan pokok membuat "Setan inflasi" menjadi kata katarsis kemarahan rakyat. Dalam hingar bingar kritik terhadap ketidak mampuan pemerintah tersebut gagasan untuk mendirikan Toko Serba Ada "Sarinah" diluncurkan.
Sang "Pemimpin Besar Revolusi", melawan kapitalisme dengan kapitalisme. Mega proyek, Department Store berlantai 14 dan 1 lantai basement digemakan. Fasilitas yang tercanggih di zamannya akan di berikan untuk melayani konsumen.
"Janganlah ada satu orang manusia mengira bahwa department store adalah satu proyek lux, tidak! Menurut anggapan Saya, department store adalah satu alat distribusi untuk mendistribusikan barang-barang keperluan hidup kepada rakyat jelata!" seru Soekarno pada salah satu pidatonya.
Masyarakat yang adil dan makmur atau dalam rumusan Soekarno disebut "masyarakat sosialisme Indonesia" adalah rakyat jelata yang berhak untuk mengecap dan mendapatkan kehidupan materil yang layak, dengan pendirian Sarinah Department Store inilah caranya.
Katanya, "Kalau kita bisa menjual satu bahan kebaya di department store dengan harga sepuluh rupiah, di luar orang tidak berani menjual bahan kebaya dengan dua puluh rupiah,..."
Sarinah dipilih sebagai nama department store juga tidak luput dari nilai-nilai filosofisnya. Ketulusan cinta dari seorang Mbok pengasuh (Mbak, zaman ini) di masa kecil Soekarno, yang sangat dihormati bahkan dijadikan rujukan dalam pemikirannya tentang perempuan Indonesia yang dituangkan dalam kitab berjudul "Sarinah".
"Dari dia saya mendapat pelajaran mencintai "orang kecil". Ia orang kecil. Tapi jiwanya selalu besar," katanya dalam pengantar buku yang tertanggal 3 November 1947 itu.
Dua hal tersebut cukup menjelaskan bagaimana perjalan Sarinah department store di mulai. Kalau boleh mengkalim, Sarinah-lah satu-satunya department store di dunia yang dasar pendiriannya tidak berbasis kapitalis atau keuntungan belaka. Sarinah dicita-citakan pendirinya sebagai sebuah alat penting bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur di mana rakyat kecil dapat memenuhi keinginannya dengan harga yang baik dengan kualitas terbaik.
Sarinah adalah perjalanan yang tak mengenal kata akhir, Sarinah akan selalu melangkah dengan langkah yang terus dilengkang pijakkan pada masa hidupnya. Sarinah adalah sebuah perjalanan, dan perjalanan lebih dari sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H