Maemunah, isterinya berpesan minta dipetikkan daun singkong. Tadi pagi Maemunah dikirimi terasi udang oleh Bu RT, yang kebetulan rumahnya berdampingan. Sambal terasi cabe ijo tak mungkin menemukan pasangan sepadan, selain daun singkong rebus. Hati Mat Soleh tersentak saat memegang daun singkong. Tiba-tiba Mat Soleh ingat gambar daun ganja yang tadi malam dilihatnya di televisi. Memang tidak sama dengan daun singkong, tapi pikiran Mat Soleh menganggapnya mirip. Seperti inikah daun ganja yang katanya dihisap oleh sebagian teman-teman Shoim, di warung pojok pinggir sawah tidak jauh dari hutan jati? Teman-teman bermain Shoim waktu kecil, memang ada yang suka menghisap ganja. Sembunyi-sembunyi. Untunglah Shoim pergi dari kampung bersekolah ke daerah lain. Jika tidak, tidak menutup kemungkinan akan bersama-sama mereka bergembira ria di warung pojok itu. Ngeri Mat Soleh membayangkannya.
"Subhanallah 'Maha Suci Allah', ampuni hamba-Mu ini yang sempat ragu-ragu!" tanpa sadar Mat Soleh berucap keras.
Dipanggilnya Sobri, disuruh membantu memetik daun singkong muda. Daun singkong itu tampak segar, sesegar wajah Sobri yang gembira mendapatkan walang dan jangkrik dua renteng.
"Bri, ingatkan bapak ya. Nanti habis Isya bapak mau telepon kakangmu, Shoim. Biar kakangmu cepet pulang menjemput kamu", Mat Soleh berkata dengan mantap tanpa keraguan.
Sebentar kemudian mereka berjalan pulang. Bagi Mat Soleh, keranjang yang berisi rumput itu tidaklah seberat keranjang kosong, seperti saat mereka berangkat tadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H