Mobil dan rumah yang saat ini saya miliki terbeli dengan cara mencicil dan nekat. Begitu terkumpul uang muka dan berhitung cicilannya dapat terpenuhi dari penghasilan saya dan dan suami, saat itulah kami nekat membeli. Bisa dibilang nekat, karena kami berani berhutang pada perusahaan multifinance dan KPR bank. Kali berikutnya saya tidak ingin nekat lagi. Saya ingin merencanakan mimpi.
Kini tiba saatnya rumah perlu direnovasi. Tapi mau menggunakan uang yang mana? Mau pinjam ke bank mana? Sementara cicilan KPR rumah dan mobil belum lunas.
Dalam 2 tahun terakhir saya berusaha fokus pada mimpi : Renovasi Rumah. Saya memisahkan tabungan untuk renovasi dari biaya kebutuhan harian. Sumber penghasilan pun saya pisahkan. Tabungan untuk renovasi rumah saya sisihkan dari bonus kerja, uang lembur dan uang tak rutin lainnya. Sejauh ini cara memisahkan tabungan ini cukup efektif untuk membatasi saya dari keinginan-keinginan di luar prioritas.
Godaan dalam menabung untuk renovasi rumah ini adalah munculnya kebutuhan-kebutuhan mendesak seperti atap bocor, kusen jendela kena rayap, kran bocor dan biaya lain terkait pemeliharaan rumah. Biasanya, biaya perbaikan ini  merembet dari satu kerusakan ke kerusakan lainnya dengan dalih mumpung ada tukang jadi sekalian saja diperbaiki. Tanpa disadari, separuh tabungan terkuras.
Menabung untuk liburan ke luar negeri dan godaan-godaannya.
Mungkin dari tingkat kepentingan, liburan bukan hal yang seharusnya menjadi prioritas. Namun bagi saya, ada waktu yang ingin saya kejar, yaitu memberikan pengalaman liburan berkesan di usia anak-anak.
Saya pun menabung untuk liburan keluarga ke luar negeri. Sayangnya, karena bukan kebutuhan pokok dan mendesak, tabungan liburan ini sering menjadi korban ketika ada kebutuhan mendadak, mendesak hingga kebutuhan kecil-kecil lainnya.Â
Godaan yang tidak bisa saya tahan baru-baru ini adalah menguras tabungan liburan untuk bersenang-senang saat mudik. Memang sih, masih sama-sama untuk liburan, namun bukan liburan yang saya rencanakan.
Belajar dari kegagalan.
Dari ketiga nasib tabungan-tabungan saya di atas, ada beberapa poin yang menjadi penyebab kegagalan dalam menabung yaitu :
- Hadirnya biaya-biaya mendesak yang tidak diperkirakan sebelumnya, atau kebutuhan rutin tahunan yang terus dilupakan.
- Merembetnya kebutuhan, yang tadinya hanya satu kebutuhan yang mendesak, namun dengan alasan sekalian dalam pengerjaan atau pembelanjaan, sehingga budget belanja ditambah.
- Peruntukan tabungan tidak dianggap kebutuhan penting sehingga dianggap tidak masalah apabila digunakan.
- Menyerah di tengah jalan. Biasanya, semakin banyak terkumpul tabungan, semakin kita bangga melihat hasilnya dan semakin enggan untuk menggerogotinya. Sebaliknya, sekalinya tabungan diutak-atik dan digunakan sebagian, niat menabung akan berkurang. Ibarat mencuil sebongkah tanah dari gunung, maka semakin ingin untuk mencuilnya lagi dan lagi. Dan gunung pun runtuh.