Waktu kita berbincang dengan tawa. Aku sudah mengerti akan ada lagu lara. Di mana kita menyanyikannya dengan tangis. Bersama alun kidung jeritan serigala pada malam larut. Pernahkah kita jumpai malaikat bersayap hitam? Yang menjumpai kita dalam biduk tawa di ufuk senja. Menanti waktu kita yang habis diterkam oleh sebuah mangsa.
Pernahkah terlintas dibenakmu? Kau yang pernah menghabiskan malam untuk tertawa denganku akhirnya ditelan oleh pagi. Dan saat itu aku mencari keberadaanmu di kolong atap abu-abu. Namun apa yang kutemui? Hanya segunduk tanah bermahkota batu yang hanya ada ukiran namamu.
Aku merindukanmu. Aku ingin mengikuti jejak pagimu pada segunduk tanah itu. Pada nisan yang telah merekatkan namamu. Aku ingin berbincang denganmu sekali lagi. Tertawa dengan seruputan kopi yang kala seperti malam itu. Bukan hanya sampai pagi, bahkan sampai dunia yang bukan dunia ini tercipta. Dalam dendang pelukan Tuhan pada taman kedermaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H