"Amal pe harapan Sebagian pengatahuan lokal yang punya peran penting buat daerah dan negara bisa masuk dalam kurikulum pendidikan dasar sampe SMA. Nilai-nilai dasar, adab dan hal-hal yang bawa tong jadi orang bae itu bisa tong balajar dan praktek dalam hidup sehari hari. Itu pasti semua wilayah pe generasi so pernah usulkan di Pemda setempat tapi belum lia dia pe hasil. Untuk itu, tong cuman bisa bantu lewat karya supaya yang kurang suka baca tapi senang dengar puisi dan lagu bisa sdiki-sdiki balajar sama-sama lewat karya yang tong ada titip edukasi di dalamnya" Tutup Amal.
Berikut puisinya;
Di negeri bertuah, tanah kandung ibarat mama. Sang penjajah bergantian datang monopoli rempah.
Tinta emas di kanvas ingatan. April 1945 kala yang mulia sultan diburu jepang, ke Morotai jadi tempat aman untuk misi penyelamatan, suba Jou Alam Ma kolano Iskandar Muhammad Djabir Syah.
Dari berabad peradaban bangsa yang lahir dari perjuangan, sesekali kita harus berganti jaga menemani lelapnya. Bukan untuk riuh permainan belia, bela negara bela penguasa, ini sebenar-benarnya peringatan.
Masih adakah? Musuh berupa kita? Nila setitik rusak susu sebelanga. Kalau begitu, cukup...cukup!
Dua pecinta suguhkan rasa haru setenang telaga, tunduk kepala, mengenang jasa dengan rasa bangga. Tak sekedar eforia perayaan. Kemudian alpa menjiwainya, sebab kadang kata-kata tak bernyawa bak Bianglala.
Kita terlalu terpaku oleh tokoh-tokoh di Java, hingga lupa pada sosok pahlawan di negeri para raja-raja.
Tuan Haji Salahuddin di HalTeng, Heroiknya perlawanan Haji Ngade, Daud Umar merobek bendera di hotel Yamatou, Juga Banau yang rela mati karena Jailolo.
Peluru pisau menggali ngeri, agar perlawanan mutlak berdenyut nadi. Jejakmu pahlawan terukir di dinding kenangan
Mereka telah berhasil memanjat menara kebijaksanaan.