Mohon tunggu...
Mursal Bahtiar
Mursal Bahtiar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hamba Allah

Orang Timur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelisik Keberagaman Budaya Lokal di Ruang Lingkup PT Wanatiara Persada Obi

16 Juli 2022   13:23 Diperbarui: 16 Juli 2022   13:27 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk pertama kalinya kaki ini menapaki bumi pulau "Bisa" Obi. Begitu nama lain Obi yang identik dengan racun hewan melata. Hari itu tepatnya tanggal 14 Juli tahun 2022, berbekal kamera digital dan smartphone, saya dan empat orang teman diberi pelayanan khusus menginap di mees dengan nama "Maitara" nama sebuah daerah di Maluku Utara tepatnya Kota Tidore Kepulauan.

Keramahtamahan dan sambutan sejuk membut saya, Ipul, Apik, Nawir, dan si mungil Adi melebarkan senyum ketika mendapat pelayanan langsung dari ketua panitia dan Sekretaris Turnament Haul Sagu Cup III, Pak Ibnu dan Pak Sufitno. sembari mengecek anti gen, sebagai protokol kesehatan dari tim medis yang di terapkan di Perusahaan tambang Wanatiara Persada. Sebuah perusahaan yang memproduksi nikel berlokasi di Kecamatan Obi Halamahera Selatan, Maluku Utara.

Sebagai jurnalis, tentunya kami diundang khusus perusahaan untuk peliputan. Bukan tanpa dasar, Hari Ulang Tahun RI ke 77 menjadi alasan saya dan teman-teman diundang kesana meliput langsung kegiatan menyambut HUT RI yang mempertontonkan keberagaman budaya lokal seni tari khas Maluku Utara.

Dengan menggunakan mobil milik perusahaan, berlima kami diantar langsung ke tempat acara kegiatan. Malam itu kami di antar  pak Yawan, kariyawan perusahaan murah senyum, yang bertugas mengantar jemput para tamu. Dari atas mobil, saya melihat beberapa Musalah, Masjid dan Gereja berdiri disana, sepertinya, nilai spiritual dan toleransi beragama telah harum mewangi di shite Haul Sagu.

Soal toleransi umat beragama di Perusahaan tambang Wanatiara Persada jelas nyatanya. Hal tersebut didasari atas cerita beberapa kariyawan perusahaan yang bercerita tentang kultur budaya pawai obar di malam Lailatul Qadar yang beberapa waktu belakangan dilaksanakan. Sudah barang tentu hal tersebut bisa disebut luar biasa untuk pelestarian budaya ditengah para Petinggi perusahaan asal Cina itu. Bahkan, keseimbangan akan hal itu, cerita lainnya adalah perayaan Imlek yang nampak asing dimata kariyawan pribumi. Tak heran para pengisi acara kegiatan malam itu dimeriahkan oleh saudara-saudara pemantik musik di Gereja yang diberi kesempatan untuk menyumbangkan lagu sekaligus menggunakan alat musik yang biasa dipakai dalam ibadah di dalam Gereja.

Walau hujan rintik menemani awal acara kegiatan open ceremony malam itu, jawaban atas cuaca menjadi lebih membuat semangat para panitia dalam menyambut HUT RI. Sebagaimana jam dimana malam semakin menggelap, tarian "Cakalele" yang di mainkan Acim dan Ustadz Mufrad warga desa Silang Bacan Timur Halmahera Selatan membuat bulu kuduk berdiri. Persembahan "Cakalele" tarian khas suku Tobelo dan Galela telah lebih lagi memicu semangat dan antusias para pimpinan perusahaan yang duduk rapih menyakisakan ayunan parang dan salawaku yang seirama dengan music tarian perang tersebut hingga tak sadar hampir seluruh TKA Wanatiara yang hadir mengabadikannya dengan kamera android.

Tarian Cakalele. Jadi tarian pembuka dalam open ceremony Turnament Haul Sagu Cup III (dokpri)
Tarian Cakalele. Jadi tarian pembuka dalam open ceremony Turnament Haul Sagu Cup III (dokpri)

Perpaduan rangkaian acara pembukaan pertandingan dan lomba tak hanya Cakalele yang menghibur. Soya-soya dan lambang "Goheba" kemudian tampil didepan dimalam itu. Dengan sinopsis yang mengunakan bahasa Ternate, tarian Soya-soya seakan membangkitkan semangat Khairun dan Babullah muda di tengah lapangan acara kegiatan menyambut hari kemerdekaan.

Tiba-tiba, suasana sontak hening, tapi spontan kobaran sahutan kata "merdeka" oleh para karyawan yang hadir, melenting tinggi ketika lantunan puisi kemerdekaan milik De Facto rap Amal Hasanudin dikumandangkan. Dengan suara lantang, bait puisi Amal Hasanudin oleh salah seorang karyawan menjadi renungan malam yang telah basah. Walau langit telah menanak air, para karyawan yang menonton tak beranjak dari tempat.

Soya-soya, Cakalele dan puisi ternyata telah mewakili tujuan dilaksanakannya kegiatan sambut HUT RI ke 77 di Wanatiara Persada Obi. Silaturahim yang menjadi tujuan besar, sebagaimana yang telah disampaikan pak Ibnu Basalamah selaku ketua panita. Pesan moril akan tarian perang telah pula memberi gambaran dan ungkapan para leluhur untuk selalu menjaga keutuhan NKRI dengan keberagaman perbedaan yang eksotis dalam merawat kemerdekaan yang telah diperjuangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun