Mohon tunggu...
Akhmad Murjani
Akhmad Murjani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mencoba menuangkan dalam tulisan kecil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sepuluh Resep Mengahapus Dosa dan Mengobati Penyakit Hati

2 Januari 2024   20:39 Diperbarui: 2 Januari 2024   21:03 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hallo sobat-sobat pembaca, Tahukah kalian bahwa ada sepuluh resep untuk menghapus dosa dan mengobati penyakit hati?. 

Disini penulis mengutip sebuah cerita yang didalamnya ada sebuah pelajaran dari seorang Syekh Sufi. Berikut penulis paparkan ceritanya.

Hasan al-Bashri berkata:

“Di saat aku berkeliling di lorong-lorong pasar Kota Bashrah bersama seorang pemuda ahli ibadah, tiba-tiba kami bertemu dengan seorang tabib yang duduk di atas kursi. Di hadapan tabib tersebut, duduk beberapa orang laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang membawa botol berisi air. Setiap orang memohon pada tabib agar diberi obat yang menyembuhkan penyakit mereka. 

Kemudian, pemuda ahli ibadah berdiri dan mendekati sang tabib dan berkata, 'Wahai tabib, apakah kamu mempunyai obat yang dapat membasuh dosa dan menyembuhkan penyakit-penyakit hati? 

Si tabib menjawab, 'Ya, aku punya.' 

Pemuda itu lalu berkata, 'Berikan aku.' 

Si tabib berkata: 

Ambillah dariku sepuluh resep berikut:

1. Ambillah akar pohon kefakiran dan akar tawadhu'.

2. Campurkan dengan akar tobat.

3. Masukkan ketiga unsur tersebut ke dalam lesung ridha. 

4. Haluskan semua unsur itu dengan tumbuk qana'ah.

5. Masukkan racikan tadi ke dalam panci ketaqwaan.

6. Tuangkan air rasa malu ke dalamnya.

7. Didihkan air tersebut dengan api mahabbah (kecintaan kepada Allah).

8. Tuangkan hasil racikan tersebut ke dalam cangkir syukur.

9. Dinginkan hasil racikan tersebut dengan kipas raja' (rasa penuh harap).

10. Minumlah ramuan tersebut dengan sendok hamd (pujian kepada Allah).

Jika engkau mampu melakukan hal itu, niscaya engkau akan selamat dari setiap penyakit dan bencana di dunia maupun di akhirat."

Dalam hal ini, kefakiran dan kerendahan hati (tawadhu) di ibaratkan pohon karena keduanya memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah. Adapun akar merupakan bagian terpenting bagi kehidupan pohon tersebut. Maksudnya, ambillah bagian terpenting dari hidup ini, rasa ikhlas pada kefakiran dan tawadhu' sebab keduanya sangat tinggi kedudukannya di sisi Allah. 

Ibnu Atha pernah berkata, “Tawadhu’ adalah menerima sesuatu yang hak, dari mana pun ia datang.” 

Sementara itu, Ibnu Abbas ra. berkata, "Di antara kategori tawadhu' adalah seseorang mau meminum sisa air minum saudaranya." 

Al-Qusyairi berkata, "Kefakiran itu merupakan syiar para wali, perhiasan bagi orang-orang yang hatinya bersih, dan pilihan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang khusus dari kalangan para nabi dan muttaqin (orang-orang yang bertaqwa)." 

Sehubungan dengan tobat, Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang bertobat dari dosa itu seperti orang yang tidak berdosa." Maka dari itu, tobat merupakan pembersih dosa. Jika Allah swt. mencintai seorang hamba, dirinya tidak akan terjerumus dalam dosa. 

Tentang sifat ridha, an-Nawawi pernah mengatakan, "Sifat ridha itu adalah rasa senang hati saat menghadapi pahitnya ketetapan Allah (qadha"),"

Al-Muhasibi mengatakan, “Ridha itu adalah ketenteraman hati dalam menjalani keputusan-keputusan Allah.”

Adapun Ruwaim mengatakan, "Ridha itu adalah menerima keputusan-keputusan dengan rasa senang."

Qana'ah diibaratkan seperti tumbuk karena para ulama mengatakan bahwa maksud qana'ah adalah tidak peduli pada sesuatu yang tidak ada dan merasa cukup dengan sesuatu yang ada."

Tentang mahabbah, Abu Yazid al-Bushthami mengatakan, "Al-mahabbah itu adalah menganggap sedikit atau remeh sesuatu yang berasal dari dirimu walaupun sebenarnya banyak dan menganggap sesuatu yang berasal dari sang Kekasih banyak atau berharga wa- laupun terlihat sedikit."

Sementara itu, Abu Abdullah asl-Qurasyi mengatakan, “Hakikat mahabbah itu adalah hendaklah engkau memberikan semua harta milik kepada sang Kekasih hingga tidak tersisa sedikit pun." 

Abu Abdillah bin Khafif mengatakan, "Yang dimaksud dengan raja (rasa harap) adalah merasa gembira dengan adanya karunia Allah."

Ada pula yang mengatakan, “Raja” adalah memandang betapa luasnya rahmat Allah.”

Sumber: 

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitabnya Nashaihul 'Ibad (terj.)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun