Mohon tunggu...
Murodi Shamad
Murodi Shamad Mohon Tunggu... -

Seorang lulusan SMK yang memiliki hobi menulis, membaca dan melamun serta kerap ditemukan tengah berbincang dengan tembok dan kucing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saat Maya Jatuh Cinta

13 Maret 2016   14:38 Diperbarui: 13 Maret 2016   15:03 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namanya Maya. Perempuan bermata sendu yang kusahabati belum lama ini. Meski kami sebenarnya lahir dan tumbuh bersama-sama namun aku baru menerima kehadirannya saat memasuki usia dewasa. Sejak Ia mulai jatuh cinta.

Sebelumnya aku tak pernah menggubris kehadirannya. Meski ia kerap kali ada bersamaku dan menjadi bahan ejekan oleh teman-temanku namun aku tak terlalu memerdulikannya. Mungkin karena aku masih kecil, sehingga pemahaman ku tak terlalu membuatku mengambil pendapat mereka tentang kehadiran Maya disampingku.

Meski harus kuakui. Kehadiran maya membuatku kadang tak nyaman. Tak jarang aku memarahinya karena terlalu ikut campur dalam hidupku. Maya membuat masa keciku penuh umpatan dan ejekan. Meski dalam hati dialah yang membuatku kuat hingga bertahan sampai saat ini.

Berbeda denganku. Maya adalah anak yang sangat rajin, penurut, begitu manja dengan kedua orangtuanya. Sewaktu kecil Ia seperti anak perempuan kebanyakan senang sekali bermain masak-masak. Membuat lubang di tanah lantas memasukan bermacam dedauan dan bebungaan lantai menyiramnya dengan air sebagai imitasi kuah sup. Ia kerap menawariku "sup tanah" itu, meski akhirnya selalu kutolak. Ia juga senang bermain jamu-jamuan. Dengan berbekal Sebuah botol minuman yang dibelikan ibunya ia mengisi botol minuman air itu dengan air teh lantas seperti tukang jamu ia menawarkan "jamu" dalam botol itu kepada siapapun, kakaknya, ibunya dan yang pasti aku yang tentu saja korban yang harus paling banyak meminum jamu anehnya itu.

Sebagai anak laki-laki aku sering mengajaknya bermain bola ketika sebenarnya ia ingin bermain karet dengan anak-anak perempuan di kampungku. Tapi aku selalu memaksanya. Dia ia menurut meski harus kuakui kadang aku kasihan melihat wajah lelahnya saat mengejar-ngejar bola. Atau melihat kaki kotor tanpa alasnya yang menjejak tanah lapang berwarna kemerahan.

Mungkin permainan yang dapat membuat kami berdua senang mengikutinya hanya petak umpat. Kuceritakan, Bahwa Maya adalah anak yang sangat pandai dalam menemukan tempat persembunyian. Ia kerap mengajaku bersembunyi ditempat yang aneh. Didalam lubang bekas galian sumur yang tak terlalu dalam. Dibalik pepohonan dekat kuburan. Namun aku yang tak suka menunggu lama karena tak dapat ditemukan kerap sengaja "menampakan" diri agar kami ketahuan. Ia sering kesal namun aku kerap membentaknya. Dan dia hanya mampu menurut. Seperti anak perempuan pada umumnya.

Aku ingat, Ramadhan adalah bulan kesukaannya. Ia begitu terampil membantu ibunya memasak makanan untuk sahur. Biasanya ia akan bangun paling pagi untuk membangunkan ibunya. Lantas membantunya memasak air, menggoreng telur atau mie serta menyiapkan piring-piring untuk makan sahur kami. Ia amat senang ketika melihat kami berkumpul untuk menyantap makanan buatan ia dan ibunya.

Prestasi disekolah Maya jelas di atasku. Ia Kerap kali menempati podium juara. Dan aku hanya ikut-ikutan nampang nama diraportnya. banyak yang mengidolakan otak geniusnya. Guru-gurupun suka melihat kepintarannya. dan Aku ? tentu saja sangat beruntung bisa ikut terkenal karena otaknya.

Sayang, Maya adalah anak yang pendiam. Dia tak terlalu suka bergaul dengan kebanyakan orang. Ia lebih memilih duduk sendirian atau hanya dengan sedikit teman yang memang sudah sangat akrab dengannya ketimbang berkumpul dengan teman-teman dengan jumlah yang lebih banyak. "Aku tak nyaman" kilahnya saat aku tanya alasan kenapa enggan berkumpul dengan banyak orang.

Dominasi Maya dalam hidupku semakin besar sejak aku menginjak usia sebelas tahun. Kami berada di Kelas 5 SD saat memutuskan enggan keluar rumah untuk bersosialisasi. Jujur aku sangat sulit menerima keputusan Maya. Namun apa daya. Akupun tak mungkin tak menuruti kemauannya. Sejak saat ini aku dan Maya enggan berbicara. Kami seperti hidup dalam alam yang berbeda.

Aku melewati masa SMP ku tak jauh berbeda dengan SDku. Hanya sejak aku tak menggubris kehadiran Maya aku lebih banyak memiliki teman. Aku memiliki seorang teman dekat dan sejenak posisi Maya digantikannya. Meski begitu aku tetap tidak bisa sepenuhnya melepaskan Maya dalam hidupku. Terkadang ia datang dimalam-malam saat aku tak jua terlelap tidur. Namun aku tak mau menghiraukannya. Biarlah Maya dengan Hidupnya.

 

***

 

Maya jatuh cinta. Aku terlonjak kaget saat ia mengatakannya. Kami sama-sama sudah lulus sekolah menengah atas dan kini sama-sama sudah berkerja. Ia mengatakannya dengan wajah tersipu dan senyum yang begitu aneh. Kami baru 5 bulan diterima kerja disebuah perusahaan periklanan.

 

"siapa ?" kutanyai dia. Pandanganku tak luput dari wajahnya.

 

Maya diam. Ia malah menunduk.

 

"ceritalah .. " aku membujuknya, rasanya sudah sangat lama ia tak merajuk seperti itu. Dan aku pun merasa sudah sangat lama tidak memperhatikannya.

 

"Bossku" suaranya pelan nyaris tak terdengar. Kamar ini sepi, hanya ada aku dan dia.

 

"Apa ? bossmu ? bukankah bossmu sudah beristri ? setahuku dia juga sudah memiliki anak" tak dapat kusembunyikan berjuta keheranan dalam suaraku. Aku memandangnya semakin lekat dan ia menunduk semakin pekat.

 

Dengan suara lirih nyaris serupa angin Maya menuturkan cintanya. Bossnya bukanlah pria tampan namun ia amat perhatian. Komunikasi yang begtu rutin, kecocokan dalam obrolan dan suara khas nan menenangkan dari pria itu membuatnya menjatuhkan hatinya.

 

Pria yang selalu ia abaikan sebelumnya. Yang selalu menemaninya berkerja lembur untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Yang selalu membuat bualan aneh yang kadang tak lucu sama sekali baginya.

 

Namun dari situ ia jatuh cinta

 

"Ia sering berbicara, dari situ semua berawal" ia menatapku sendu seolah meminta pembenaran akan cintanya.

 

"Tapi dia sudah beristri kan ?" Kucoba membuka logiknya " ia bahkan sudah memiliki seorang putri, maukah kamu merusak kebahagainnya ?" lanjutku serasa mengusap kedua pipinya. Pipi yang dulu berlumur lumpur tanah saat  kami main masak-masakah.

 

"Aku tak berharap banyak, aku hanya ingin dia terus ada untuku"

"sampai kapan ? " sergahku cepat.

 

"apa aku harus mengungkapkan perasaan ini ? tapi aku takut, banyak kudengar ketika cinta disampaikan kau akan dijauhi" Suaranya gemetar, ku akui ada ketakutan yang terselip disana," aku harus apa ?"

 

Aku gelagapan mengimbangi pertanyaanya. Masalah perasaan apalagi dlam jiwa perempuan memang sangat rentan. Sebab logika lumpuh baginya. Akal sehat seperti tak lagi ada untuknya. Aku memeluk Maya erat. Membelai rambutnya yang dulu kemerahan karena sering ku ajak bermain bola dilapangan.

 

Kau tahu ? jatuh Cinta Maya juga berimbas kepada hidupku. Aku yang sehari-hari bersamanya harus miris melihat sikapnya yang semakin aneh. Ia sering membeli barang untuk laki-laki itu dengan uangku. Alasan "sekalian" kerap dilemparkannhya sebagai alibi. Padalah Aku rasa ia hanya tempat ngobrol biasa untuk laki-laki itu. Dan kini akhirnya aku tahu alasan dibalik itu semua. Cinta ! begitu picisan, bukan ?

 

"Kamu dapat apa dari cinta itu ?" Aku kembali mencoba mengurai logika baginya.

 

"Kebahagiaan" ucapnya lirih

 

"Kebahagiaan ? Kebahagiaan apa ?" Tanyaku menggugatnya " Kau tak bisa mempertahankan cinta itu Maya, kamu harus tahu diri dan sadar posisi"

 

"Kamu mencintai orang yang salah, kamu mencintai yang bukan sepatutnya engkau cintai. Engkau akan membuat orang-orang marah dan murka kepadamu ! Kamu terlalu naif menerjemahkan perhatian orang lain. Kamu terlalu berangan yang bukan-bukan ! Sadar maya ! kamu bukan siapa-siapa buat dia ! kebahagiaan yang kamu reguk sangat semu saat ini ! itu serupa fatamorgana ! tidak nyata ! lupakan dia Maya ! LUPAKAN ! " aku membentaknya

 

Sekejap ia menghilang dan aku tinggal sendiri di kamar ini.

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun