Uraian pengandaian-pengandaian ini dengan mudah dapat kita perpanjang untuk menunjukkan peluang besar mengurangi belanja Dollar atau mata uang asing oleh para pejabat dan penduduk Indonesia untuk berburu mode jas di luar negeri, jika preferensi terhadap batik sebagai pengganti jas dapat dilakukan dengan baik. Barangkali nilainya tidak besar, tapi akan turut mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Politik Budaya-Ekonomi
Tidak hanya mengurangi belanja Dollar atau mata uang asing para pejabat dan penduduk Indonesia, meningkatkan tren pemakian batik juga akan mendongkrak industri dalam negeri.Â
Serbuan kain bermotif batik dari Cina dan India yang menghiasi pemberitaan dalam negeri dalam beberapa hari terakhir menunjukkan animo masyarakat yang semakin tinggi dalam berbelanja batik. Namun, pada kenyataannya batik belumlah menjadi merek prestisius dalam benak mayoritas penduduk Indonesia.
Penggunaan batik mayoritas masih sekedar ekspresi rasa nasionalisme, bukan sebuah kebanggan terhadap mode. Karena itulah industri-industri penghasil batik di dalam negeri masih berlevel UKM (Usaha Kecil Menengah). Belum bisa beranjak ke level lebih tinggi karena batik belum menjadi pilihan mode utama di pasar industri garmen Indonesia.
Bukan sebuah khayalan kosong jika para pejabat Indonesia bisa memberi teladan menjadikan batik sebagai pilihan utama dalam mode berbusana, akan lahir industri besar dalam negeri yang akan memproduksi kain-kain bermerek batik Nusantara untuk mengatasi serbuan kain inpor.Â
Indonesia memiliki modal lebih dari cukup untuk memenangkan persaingan ini karena memiliki hak paten  terhadap merek-merek batik Nusantara sebagaimana telah diakui UNESCO.Â
Pemerintah hanya perlu mensosialisasikan motif-motif seperti apa yang termasuk batik Nusantara sehingga pasar dalam negeri akan menjadikannya sebagai pilihan utama.
Di sisi lain, para produsen batik tulis dapat diarahkan untuk memenuhi permintaan terhadap batik kelas premium (proses pengerjaan batik tulis lebih rumit sehingga harganya dipasar relatif lebih tinggi).Â
Jika peminat batik kelas premium meningkat (misalnya oleh para pejabat tinggi, para pengacara kondang, selebriti dan lain sebagainya) para perajin batik tradisional tidak akan ragu berinvestasi untuk melatih tenaga-tenaga baru untuk meningkatkan produksi.
Dengan demikian, keluhan para perajin batik tulis atas serbuan batik printing (cetak) tidak terdengar lagi. Dua jenis industri ini dapat melangkah maju bersama karena menyasar pasar yang berbeda: batik tulis untuk pasar ekonomi menengah ke atas, batik cetak untuk kelas menengah ke bawah.Â