"Bercerita memang bisa direkam, hanya saja kalau menulis, alur-mu bercerita bisa dinikmati orang dan hanya fokus pada gaya kepenulisan saja. Yang lainnya akan dibayangkan oleh yang membaca kisah kita."
" Capek, Bu. Capek kalau menulis. Dari tadi sudah mencatat terus." Â Protesnya.
"Sebenarnya menulis itu sudah harus dikerjakan di rumah. Tinggal memindah dari ponsel ke komputer -- hanya untuk kemudahan ngeprin. Tadi sudah ada lima temanmu yang langsung siap ngeprint."
Kelas kembali sunyi. Aku melanjutkan  menuang ideku ke laptop.
Sebenarnya mencatat catatan pelajaran dengan menulis kisah perjalanan kita itu beda dirasa. Kita yang sudah pernah merasakan  aura menulis kisah untuk dibaca ulang suatu hari kelak -- rasanya dapat merasakan nikmat tulisan yang pernah kita buat.
Lagi pula, menulis itu baik untuk kesehatan kita. Dari pengalamanku, bisa menghilangkan lelah otak asalkan yang kita tulis itu sefrekwensi  dengan diri kita.
Membaca tulisan yang lucu dan membuat  tulisan yang lucu dapat membuat kita tersenyum. Lalu dibagikan ke orang lain. Kita akan mendapat pahala bukan...?
Apa yang ada dipikiran ku siang tadi, juga kusampaikan  ke kelas literasiku.
"Ayo, siapa yang mempunyai  cerita lucu selama liburan nataru, tulis ya... Nanti saya  beri bonus tambahan dua kali lipat untuk tiga cerita terbaik."
"Pakai foto Buk...."
"Iya dong....biar berwarna. Tidak hitam putih saja. Apalagi difoto itu kamu sedang tertawa bahagia....."