Sambil melangkah --masih seperti rute minggu lalu -- aku melihat simpanan gambar di atas. Lokasi itu ada di sekitar sini. Seperti itulah suasana RSJ kali pertama aku melihatnya. Jarak bangunan berjauhan dan banyak ruang kosong.
Aku menuju gerbang utama melalui jalan dalam. Bukan berjalan di sepanjang jalan nasional -- Jalan Ahmad Yani.  Jalan-jalan di dalam  lingkungan RSJ Soerojo Hospital--lebih aman. Jika berjalan melalui tepi jalan Ahmad Yani--lalu lalang kendaraan besar dan kecil sangat terasa. Hempasan angin kendaraan lewat dan bisingnya suara motor--membuat langkah demi langkah tidak nyaman. Kalau berjalan terlalu menepi bisa kejeblos selokan. Agak ketengah -- harus waspada dengan sesekali melihat ke belakang. Sekiranya sedang merah bangjo di belakang sana, bisa berjalan lebih santai.
Pada belokan pertama ke kiri-- aku melangkah hingga menemukan bangsal yang dulu pernah kilihat. Â Bangunannya masih sama. Jaraknya masih sama. Jarak antara bangsal satu dengan yang terdekat dengan bangsal lain di lokasi itu masih seperti dulu. Yang membedakan hanya catnya saja. Warna kusam cokelat muda berganti menjadi biru. Â Tampak bersih dan segar.
Warna jendela dan tembok masih warna lama. Warna setelah perawatan biru cerah -- seperti di bawah ini.Â
Sempat kuhitung jumlah bangsal yang sudah terlihat saat sampai di sini. Ada 6 bangsal. Entah berapa isi penghuni satu bangsal. Konon, dulu diniatkan membangun RSJ untuk  kapasitas 1400 jiwa. Entahlah--masih ada berapa bangsal lagi.
Bangsal yang berpenghuni--meskipun libur--jendela terbuka. Yang tidak terbuka--berarti bangsal itu kosong.
Berbelok ke kanan --menemukan jalan penghubung  dari pintu gerbang lama hingga ke dapur. Gerbang ini dulu belum seperti di bawah ini.
Gerbang ke dua dibangun sejak bangunan baru yang diperuntukkan pesien umum. Dulunya, gerbang ini hanya papan kecil untuk dilewati satu oang saja. Dikelilingi oleh rumput pula. Kini gerbang itu tampak kokoh di lingkungan yang bersih.
Kembali ke lokasi dalam--melalui jalan penghubung. Kaki ini melangkah ke belakang -- menuju  tembok pembatas perumahan Depkes dengan RSJ Soerojo Hospita. Dulu yang paling belakang--waktu itu belum ditembok--adalah kolam ikan, lumbung dan kamar jenazah. Di dekat itu juga ada dapur dan kamar mandi. Juga ada cerobong asap.
Ternyata cerobong asap kuno dapur masih ada. Lokasi dapur, ruang gizi, kamar jenazah masih tetap dibelakang -- agak jauh dari kandang sapi dan lumbung. Cerobong kembarnya begini.
Seingatku dulu ada tempat membatik dan membuat kaos--juga ada pencuci linen. Ternyata hanya menemukan tempat linen kotor.
Aku kembali ke jalan utama melalui jalan penghubung lagi--tidak melalui jalan beraspal. Jalan beraspal diapit jalan penghubung. Jalan penghubung yang kumaksud begini.
Akhirnya kini aku berniat pulang melalui gerbang terbaru melalui jalan lain. Tembok sisi lain dekat dengan jalan keluar masuk gerbang baru. Gerbang baru ini ada karena di ujung sisi yang lain -- dekat dengan bangunan baru --bangunan baru untuk  pasien umum. Jalan itu jalan kampung menuju kampung Gintung.Â
Jalan pulang saya melalui jalan ke arah Gintung tidak selalu lurus. Berkelok-kelok juga.
Sebelum RSJ Soerojo Hospital dikelilingi tembok--kita bisa dengan mudah datang dan pergi ke kampung Dalangan, Gintung, Jambewangi, atau ke kampung lain di sekitar kita melalui RSJ Soerojo Hospital.Â
Kini semua itu tinggal kenangan..... Terima kasih Scholtens.... Kukirim Alfatikah untukmu.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H