Tak sengaja bertemu teman lama -- teman semasa sekolah di Jakarta. Tahun 1980 kala itu.... Kini dia ada dihadapanku... Berceritalah kami -- berbagi cerita. Sampai akhirnya dia bertanya -- kamu mau ke mana?
"Aku mau jalan-jalan saja ke RSJ. Tidak ada yang sakit. Aku juga baik-baik saja. Cuma ingin melihat bangunan baru dan bangunan peninggalan Belanda"
"Aku penasaran, diatas terowongan Plengkung  itu ada apa....? Di Google tertulis buka 24 jam. Tiketnya berapa?"
"Ayo kita ke sana. Jalan-jalan ke RSJ bisa besok saja. Mumpung ada yang penasaran". Kusambut rasa penasarannya.
Padahal aku juga punya rencana ke sana minggu depan -- ternyata kesempatan itu hari ini. Â Jadilah aku dan temanku bermotor ria menuju Plengkung. Â Aku mampir ke sekolah meminjam helm. Daripada pulang, meminjam helm di sekolah lebih dekat.
Sekolahku 5 hari belajar.Jadi saat ini yang ada hanya seorang satpam saja.  Posisinya berada di gerbang saat aku sampai. Jadi sudah ada yang langsung membukakan  gerbang  pagar besi.
Dari sini, kami meluncur ke kiri  --  ke arah Kodim. Perjalanan sekitar 15 menit. Beruntung pas lewat lampu bangjo pas selalu  hijau.
Di depan Kodim berbelok ke kanan. Berhenti di ujung gang  -- di atas trotoar pemilik rumah paling ujung.  Hanya beberapa langkah saja kami sudah berada di tangga naik. Ini Plengkung terdekat dari perjalanan pagi ini. Ada tangga naik.
Tangga naik ini tidak langsung lurus -- langsung bertemu benda lain peninggalan Belanda. Kami masih harus berbelok ke kanan lalu ke kiri.
 Di sana ada saluran irigasi. tidak ada loket seperti yang ditanyakan kawan lamaku. Keadaan bersih dan sepi. Hanya ada aku dan kawanku saja. Di sisi kanan setelah tangga naik, ada tempat untuk duduk yang dibuat dari bahan semenan seperti foto di bawah ini.
Di depan tempat duduk itu ada jembatan-- dibawahnya ada aliran air dan di seberang jembatan juga tersedia tempat untuk duduk dari semenan juga.
Air irigasi tampak cokelat, tetapi bersih dari sampah. Keadaan waktu kami datang seperti di bawah ini.
Di sini kami tidak menemukan tangga naik. Hanya ada jalan naik dari jejak kaki di tanah. Membuat kami malas naik. Tampak tanah yang masih basah karena  kemarin sore hujan deras.
Aku dan temanku lalu mencari sarapan di sekitar sini sambil terus berbagi cerita. Untung saja di sekitar ini ada sate dan teh panas. Kami lanjut bercerita sambil menikmati sarapan di bawah pohon yang rindang.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H