Mohon tunggu...
Murni Rianti
Murni Rianti Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan SMK Yudya Karya Kota Magelang

Membaca, menulis, traveling, berkebun, bertanam, kurator, olah raga jalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wajah Tua di Seiris Pisang

10 Februari 2023   17:20 Diperbarui: 10 Februari 2023   17:32 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wajah kakek yang kutemui di kafe ada di seiris pisang. Foto dokpri.

Semalam aku melihat kakek di seberang mejaku. Kakek itu sedang duduk seorang diri.

Di meja itu ada sekotak Styrofoam. Mungkin kakek itu membawa dari rumah. Di kafe ini mungkin hanya memesan minuman saja.

Seseorang lalu datang ke mejaku dengan membawa daftar menu. Membuat aku jadi sibuk menyimak daftar menu di hadapanku.

Aku hanya sekilas membaca daftar menu itu. Segera kutulis dan menyerahkan catatan menu yang sudah aku pilih.

Sambil menyerahkan catatan, aku berbisik ke pembawa catatan menuku. Nanti apa yang dipesan kakek itu, saya yang akan bayar.

"Yang mana?" tanya pengantar daftar menu itu.

Daripada suaraku kedengaran kakek itu, aku mengetik di ponsel   -- kakek yang duduk di meja seberang meja saya.

Dia bilang  --  kok saya tidak melihat.

Aku melihat keberadaan kakek itu. Sementara kakek itu tersenyum. Terus aku harus bagaimana?

Akhirnya aku hanya menunduk dan mengetik  --  oh, ya sudah. Ga jadi. Dia sudah pergi.

Dia jawab  -- Ya, Bu.

Sementara kakek itu makan dengan tenang.

Aku tidak tahu, apa yang sedang dinikmati kakek itu. Tidak ada aroma yang menguar dari meja itu. Styrofoam hanya terbuka empat puluh lima derajat saja.

Kalau melihat sekilas sebelum masuk mulut, sepertinya bakwan atau cap cay. Aku lalu memandang Styrofoam sekali lagi.

Sejenak kemudian nasi tim dan es  buah melayang turun dari baki yang dibawakan seorang anak muda. Pasti dia pegawai di sini.

Seperti ada yang jatuh di dekat kakiku, aku melongok ke bawah meja. Ada selembar tisu di sana. Mungkin terbawa angin. Aku  biarkan aja.

Lha kok Styrofoam kakek ada di mejaku. Sementara di meja sana kakek itu tidak ada. Maksudku, kakek yang tadi tampak jelas kulihat, dia kakek yang sudah tua dan keriput.

Tapi kakek itu wajahnya ada di styrofoam beraroma pisang. Wajah kakek  dalam seiris pisang. Tampak basah dan berlendir. Kalau saja yang dimaksud itu pengganti foto diri, tampak mengkilat menggunakan kertas foto. Tetapi ini benar-benar seiris pisang.

Aroma yang menguar, aroma pisang. Jadi yang dimakan kakek tadi mungkin cake pisang. Aku biasa sebut banana brand. Karena aku juga sering buat, maka aku langsung membayangkan banana brand buatanku.

Aku tidak membuka styrofoam yang kini ada di depanku.  Takut nanti mendapatkan sesuatu yang lebih aneh. Tapi aroma pisang itu walau hanya seiris, sangat wangi. Dalamnya aku tidak tahu seberapa wangi.

Kedatangan penampakan seiris pisang dan aroma wangi banana brangd membuat aku tidak ingin menikmati nasi tim dan es buah, Malah membawa nasi tim dan es buah ke kasir, minta tolong dibungkus saja.

Selesai membayar aku langsung ke toko  ponsel di depan kafe ini. Menunggu gojek di toko ponsel itu. Menenangkan diri sambil melihat-lihat ponsel baru di seberang kafe.

Semoga sopirnya bukam seseorang yang menyerupai kakek itu.

Aku hanya mampu berdoa saja.

Sore ini aku berani menulis kisah semalam,  setelah merasa semua baik-baik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun