Seperti biasa, setelah semesta lebih terang, aku bergiat jalan pagi. Berteman lampu-lampu rumah dan lampu-lampu penerang  jalan yang masih hidup.
Jalanan masih sepi. Sesekali bertemu mobil angkot masuk ke perumahan mengantar belanjaan ke  pemiliknya. Itu hasil kulakan dari pasar dan diantar ke warung masing-masing pelanggan.
Setelah beberapa langkah keluar batas pagar rumah, mulut mulai berzikir. Singkat saja. Jumlahnya seribu kali.
Tangan dan mulutku setelah berzikir, bergiat lain. Saat ini, sudah berada di lokasi jalan  setapak  dengan tanaman padi di kiri kananku.
Aksi ngomong sendiri mulai keluar. Memegang ponsel rusak mendekat ke telinga. Tahu kan, kenapa aku menggunakan cara ini. Lha rumahku dekat Rumah Sakit Jiwa, orang sudah pasti kepikir ke sana.
Jadi ponsel rusak itu aku gunakan untuk bicara sendiri di ponsel. Kalau di rumah gitu, bisa menggunakan cermin untuk dijadikan teman bicara. Meskipun yang melihat giatku ini jadi terkekeh.
Biasalah untuk afirmasi dengan cara berbicara. Supaya orang yang melihat tidak berpikir jelek, maka aku juga jangan mengundang insiden orang berpikir jelek. Kalau itu terjadi, salah siapa? Sebab ini di jalan umum. Di rumah hal ini tidak msalah.
Jadilah aku mulai berafirmasi dengan tangan seolah-olah sedang bertelepon dengan seseorang. Itu juga agar orang tidak ingin merampas ponselku karena sudah kelihatan ponsel jadul.
Sambil berjalan dan membayangkan apa yang aku afirmasikan, semua terucap cukup pelan. Kurasa hanya aku sendiri yang mendengar apa saja yang aku ucapkan.
Aku sehat, makmur, sejahtera, senang berbagi, rezekiku tak mungkin habis, penghasilanku membuat aku nyaman, aman, setiap hari setiap waktu.
Begitulah yang aku ucapkan. Afirmasi ini tidak seperti berzikir, dengan jumlah tertentu. Hanya karena senang saja aku mengucapkan itu dengan lambat dan membayangkan rasanya sehat, rasanya makmur,  rasanya sejahtera, rasanya senang berbagi, rasanya rezeki yang selalu datang. Terbayang saat hujan, air jatuh ke mana-mana, seperti memberi dan berbagi rezeki ke segala yang  dilewati.
Lalu penghasilanku membuat aku nyaman, merasai nyamannya, merasai amannya, setiap menit setiap langkah.
Semua ini aku lakukan dengan prasangka baik, bahwa Tuhan juga melakukan hal itu padaku saat ini juga.
Dari Ensiklopedia Tasawuf yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali tertulis  -- sesuai dengan prasangka baik hambaku kepadaku. Maka Dia pun akan menuruti sesuai prasangka itu.Â
Pada dasarnya berprasangka baik dan positif akan menimbulkan sikap postif. Maka hal ini aku lakukan sampai masuk rumah. Entah dapat berapa afirmasiku ini.
Sesekali ponsel mati dijadikan cermin dan bicara dengan diri kita yang terpantul  dari kaca gelap, "Wahai diriku, terima kasih untuk semuanya."
Jika jalanan sepi, aku berafirmasi tanpa berpura-pura menelepon. Â Dengan cara ini sepertinya aku menggunakan mantra ajaib.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI