Mohon tunggu...
Murni Prawitri
Murni Prawitri Mohon Tunggu... Guru - Calon Guru Penggerak Angkatan 6 Kabupaten Sukabumi

Seorang Guru Matematika di SMP Negeri 3 Cicurug Kab. Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1

12 September 2022   16:30 Diperbarui: 12 September 2022   16:34 3685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk kepentingan hidup manusia yang diwujudkan dengan memerdekakan manusia. 

Manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak bergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar di atas kekuatan sendiri. Untuk mewujudkan manusia merdeka yaitu dengan melaksanakan pendidikan yang berpihak (berpusat) pada anak. Proses pendidikan yang berpusat kepada anak artinya anak berperan aktif dalam kegiatan belajar dengan mempertimbangkan karakteristik setiap anak.

Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat (alam dan zaman) yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun sebagai anggota masyarakat. 

Peran pendidik dalam proses pendidikan yaitu sebagai pamong dengan menerapkan tiga semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho (dari depan, pendidik harus mampu memberikan teladan), Ing Madya Mangun Karso (di tengah, pendidik harus mampu memberikan semangat), dan Tut Wuri Handayani (di belakang, pendidik harus memberikan dorongan terhadap tumbuh kembang anak).

-dok.pribadi-
-dok.pribadi-

Ada satu teori yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara tentang dasar jiwa yang dimiliki oleh anak yaitu teori bukan tabularasa. Teori tersebut menyebutkan bahwa “anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa.” Anak lahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar-samar. 

Pendidikanlah yang akan menuntun (memfasilitasi/ membantu) anak untuk menebalkan garis samar-samar tersebut agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia seutuhnya. Untuk  menebalkan laku anak tersebut pendidik dapat melakukannya dengan dua cara yaitu melalui kekuatan konteks diri dan sosio-kultural (budaya).

-dok.pribadi-
-dok.pribadi-

Kekuatan Konteks Diri 

Kekuatan konteks diri terdiri dari tiga fase yaitu :

  • Wiraga (0-8 tahun) yaitu fase eksplorasi pengalaman dimana anak-anak aktif bergerak, mencoba ini dan itu, menanyakan tentang semua hal tanpa lelah.
  • Wiraga-Wirama (8-16 tahun) yaitu fase mengenal, menguasai, memperdalam, memperluas konteks, disebut masa intelektual, dari awal anak hanya menggunakan raga, mulai menemukan irama dalam gerak, merasakan betapa irama bisa memberi dorongan untuk melanjutkan dan menciptakan gerak-gerak berikutnya.
  • Wirama (16-24 tahun) yaitu fase orientasi pilihan hidup disebut masa sosial, anak mulai menyadari semesta bergerak dalam irama. Mereka mulai menggunakan irama sebagai sumber inspirasi menemukan kodrat lahirnya ke dunia. Saat ditemukan, mereka akan menjalani kehidupan bahagia sepenuhnya.

Kekuatan Sosio-Kultural (Budaya)

Jawa Barat memilik filosofi belajar yang disebut Pancaniti terdiri dari Niti Harti  artinya anak mulai belajar memahami dan mengenali lingkungan. Niti Surti artinya anak belajar agar mampu menangkap makna dari lingkungan. Niti Bukti artinya anak belajar untuk membuktikan apa yang dipelajari dari lingkungannya merupakan suatu kebenaran. Niti Bakti artinya anak belajar untuk mengamalkan apa yang sudah diketahui, dipahami, dan dibuktikan kepada lingkungan. Niti Sajati  yaitu ilmu yang dipelajari, dibuktikan, dan diamalkan harus mampu mempertemukan anak dengan Tuhan-Nya.

Tujuan dari pendidikan dan pengajaran yaitu agar anak dapat menguasai dirinya dan memiliki budi pekerti luhur. Budi artinya pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan sedangkan pekerti artinya tenaga. Perpaduan yang harmonis antara pikiran, perasaan, kehendak (kemauan), dan tenaga dapat menghasilkan keseimbangan hidup demi tercapainyakeselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Setelah mempelajari Modul 1.1 saya melakukan refleksi terhadap peran saya sebagai seorang guru. Selama ini saya menganggap bahwa karakter murid itu harus diciptakan oleh keluarga, pendidik, maupun lingkungannya. Saya mengibaratkan murid sebagai kertas kosong yang harus ditulisi dengan hal-hal yang baik. Saat pembelajaran di kelas, murid-murid saya cenderung kurang aktif dan memiliki motivasi yang rendah untuk belajar. 

Selama ini saya sering merasa khawatir jika masih banyak materi pelajaran yang belum disampaikan kepada murid dalam satu semester.  Saya masih belum maksimal dalam memberikan kesempatan kepada murid untuk mengemukakan hasil pemikirannya di depan kelas dengan alasan keterbatasan alokasi waktu. Saya beranggapan bahwa menerapkan berbagai metode pembelajaran yang berpusat kepada murid itu hanya akan mengabiskan alokasi waktu untuk kegiatan belajar mengajar. 

Saya lebih sering menggunakan metode ceramah untuk menjelaskan rumus-rumus pada materi yang dipelajari, memberikan contoh soal dan cara penyelesaiannya, lalu memberikan latihan soal untuk dikerjakan murid. Jarang memberikan kesempatan kepada murid untuk menemukan sendiri rumus-rumusnya. Saya selalu menyampaikan materi pelajaran secara langsung, tanpa mengkondisikan fokus belajar murid terlebih dahulu. Saya selaku guru di awal semester selalu membuat peraturan belajar di kelas dan murid hanya diminta untuk memberikan persetujuannya saja, tanpa melibatkan para siswa untuk memberikan masukan terhadap peraturan belajar yang dibuat.

Kini sebagai seorang guru saya mengalami perubahan pemikiran yaitu saya dapat memahami murid bukan sebagai kertas kosong, tetapi sudah terisi penuh dengan tulisan yang masih samar. Peran keluarga, pendidik, maupun lingkungan yaitu menuntun murid menebalkan segala tulisan samar yang berisi hal baik, dan membiarkan samar untuk hal-hal jahat. Seperti itulah perumpamaan karakter murid. Saya bersemangat untuk melaksanakan pembelajaran yang berpusat kepada murid yang disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Saya akan memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan minat, bakat, dan kreatifitasnya masing-masing. Saya akan berusaha menyelenggarakan pembelajaran matematika yang menyenangkan bagi murid sehingga dapat membangkitkan motivasi belajarnya. Selain itu, saya akan berusaha melibatkan murid secara utuh dalam setiap rangkaian kegiatan belajar mengajar agar lebih bermakna bagi murid.

Saya memiliki beberapa ide untuk segera diterapkan agar pembelajaran murid di kelas lebih baik dan mencerminkan dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara. Saya harus selalu menyadari bahwa murid itu perlu dituntun bukan dituntut oleh guru dalam belajar. Saya harus merancang pembelajaran yang berpusat kepada murid dengan menerapkan beberapa model dan metode pembelajaran seperti Problem Based Learning (PBL), Project Based Learning (PjBL), Cooperative Learning berbagai tipe. Saya harus mengoptimalkan pemberian kesempatan kepada murid dalam mengemukakan hasil pemikirannya di depan kelas dengan cara mempresentasikan langsung atau membuat video penjelasan yang dikirim ke WA Grup khusus Matematika. 

Saya harus memulai pembelajaran dengan mengkondisikan fokus belajar murid terlebih dahulu melalui ice breaking di depan kelas sehingga perhatian murid akan tercurah selama pembelajaran. Saya akan membuat variasi pemberian latihan soal atau kuis melalui Quizizz, Wordwall, atau aplikasi lainnya agar murid merasa senang dan termotivasi untuk lebih semangat belajar. Saya selaku guru harus melibatkan penuh partisipasi murid dalam menyusun aturan belajar Matematika dengan meminta masukan dan kesepakatannya agar murid melaksanakan aturan tersebut dengan penuh kesadaran. Satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu harus konsisten melakukan refleksi belajar bersama siswa di akhir kegiatan belajar mengajar agar kita mengetahui perasaan murid selama belajar dan guru mendapat masukan tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Demikian kesimpulan dan refleksi mengenai Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara yang telah saya tulis. Semoga bisa memberikan manfaat khususnya bagi saya sendiri maupun bagi yang telah berkenan membacanya.

Salam dan Bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun