Hai, Bumi.
Apa kau memiliki kembaran seorang manusia?
Dia seperti kamu yang memberikan kenyamanan.
Dia seperti kamu yang memberikan perlindungan.
Dia seperti kamu yang ....
Ah, pokoknya dia seperti kamu.
Bum, manusia ini juga memiliki matahari di kedua matanya.
Saat dia menatapku, kilau sinarnya seketika mengeringkan air mata kesedihanku
Saat dia menatapku, energi cahayanya memenuhi semangatku.
Saat dia menatapku, pancaran kehangatannya seolah memeluk gigil sukmaku.
Bum, manusia ini seolah menyediakan oksigen untukku bernapas.
Manusia ini memiliki sebuah tempat singgah dengan halaman luas.
Manusia ini juga mempunyai hamparan laut biru yang tenang.
Bahkan manusia ini melukisi langit malamnya dengan gemintang.
Tapi, Bum.
Dia bukan untukku.
Kini aku mulai mengerti bahwa dia tidak seperti kamu, Bumi.
Kamu menyayangiku, dia tidak.
Kamu melindungiku, dia tidak.
Kamu tersenyum padaku, dia tidak.
Ternyata matahari, oksigen, juga tempat singgah sederhana.
Hamparan laut biru yang tenang, beserta langit malam dengan gemintangnya.
Semuanya bukan untukku ... bukan milikku, Bumi.
Tapi milik manusia lain-yang memberinya setangkup diksi untuk hatinya yang puisi.
Inderalaya, 23 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H