"Maafkan aku, An. Aku telah merusak hubunganmu dengan dia. Akan tetapi aku juga tak menginginkan itu. Aku juga sedih melihat keadaan dunia seperti saat ini. Kebanyakan manusia telah salah memilih jalan. Perkembangan zaman telah membutakan sebagian besar kehidupan. Aku kadang berpikir, seandainya aku tidak pernah ada, mungkin keadaan menjadi lebih baik. Kecanggihanku malah berdampak buruk bagi sebagian manusia yang kurang keimanannya. Aku sangat menyesali itu."
Al-Qur'an dan HP saling berpelukan di dalam tangis mereka.
Diam-diam aku yang telah jelas mendengar percakapan mereka, turut berurai airmata. Kuberanikan diri membalikkan badan, namun aku tidak melihat Al Qur'an dan HP sedang bercakap-cakap. Mereka hanya tergeletak diam.
Kudekati mereka, kuusap Al Qur'an-ku dengan rasa penyesalan. Ya Allah, Al Qur'an-ku terasa seperti basah. Apakah ini airmata kesedihannya?
Dan kupegang HP-ku juga, ia terasa begitu panas namun seperti ada uap embun di layarnya. Apa mereka berdua benar-benar menangis?
Palembang, 05 Juni 2017
__________________________________________________
Cerita di atas adalah fiktif belaka. Semoga dapat bermanfaat untuk kita semua. 😊😊😊
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H