Mohon tunggu...
Murniati
Murniati Mohon Tunggu... Guru - Guru Penulis Kabupaten Padang Pariaman

Murniati adalah seorang guru SD berprestasi Th 2013 di Kabupaten Padang Pariaman. Alumni Pascasarjana Universitas Negeri Padang. Bersama komunitas menulis telah melahirkan buku solo dan antalogi berbentuk fiksi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Guru yang Dirindu

31 Mei 2022   09:00 Diperbarui: 31 Mei 2022   09:04 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjadi guru adalah sebuah pekerjaan mulia yang butuh keikhlasan tingkat tinggi. Kok tingkat tinggi sih? Barangkali ada yang bertanya seperti itu. Jadi guru itu mudah kok. Buktinya banyak juga yang tidak berlatar pendidikan bisa jadi guru. 

Mungkin ada yang berkata seperti itu. Hm...mungkin itu ada benarnya, karena kenyataannya tidak semua guru berlatar pendidikan keguruan awalnya. Namun karena proses kehidupan akhirnya “terdampar” di dunia pendidikan.

Ada juga orang berpikir, jadi guru itu mudah kok. Kuasai materi ajar, transfer ke peserta didik. Gitu aja, apa susahnya?  Barangkali berpikir seperti itu tidak salah, jika kerja guru hanya sebatas transfer ilmu alias mengajar. 

Benarkah sseperti yang disebut dengan guru? Hingga pada suatu ketika Pandemi melanda,peserta didik di”rumahkan”. Mereka belajar daring setiap hari. Awalnya sih tidak ada keluhan. Namun ketika Pandemi menjadi hitungan bulan, keluh kesah mengajar anak menjadi santapan. 

Tidak hanya proses belajar peserta didik,atau  kuota internet yang dipusingkan. Bagaimana membelajarkan anak-anak selama Pandemi menjadi hal yang memusingkan bagi sebagian besar orang tua. Akhirnya orang-orang yang berpikir bahwa guru hanya transfer ilmu menemukan ‘batu’nya.

Guru sebuah kata yang memang sarat makna. Ketika saya sekolah guru dahulu, salah seorang guru saya pernah mengatakan “sekalipun kamu tidak menjadi guru, ‘G’ yang kamu sandang itu akan tetap melekat. Artinya, suka atau tidak suka kemanapun pergi senantiasa akan digugu dan ditiru sebagai seorang alumni sekolah guru.” 

Sungguh tidak mudah menyandang predikat seorang guru. Jika sebuah kesalahan dilakukan oleh anak didik, maka yang pertama dipertanyakan adalah guru. “Begitu diajarkan gurumu.” Duh…nyeseknya di hati, karena sejelek apapun attitude seorang guru pasti ia tidak pernah hal jelek pada peserta didiknya. 

Coba jika seorang anak berhasil, maka yang akan mendapat ‘nama’ pasti orang tuanya. “Anak si Fulan hebat ya, sekarang sudah Hafiz Qur’an, atau “Anak Fulanah pintar ya, sekarang sudah menjadi dokter.” Tak pernah nama seorang guru disebut atas kesuksesan anak didiknya.

Mari sejenak kita telisik nurani, apa nawaitu untuk menjadi guru. Apakah hanya karena status? Atau benar-benar ingin mendidik seorang anak manusia? Barangkali beragam jawaban yang akan keluar jika sebuah pertanyaan diajukan. 

Mengapa saya menjadi guru? Sekalipun seseorang menempuh pendidikan yang linear dengan profesinya sekarang, belum tentu itu merupakan niat awal mendidik anak bangsa, begitupun sebaliknya jika seseorang menempuh pendidikan yang tidak linear dengan proses saat ini menjadi guru, bisa jadi niatnya ikhlas mendidik anak bangsa. Hanya individu guru yang bersangkutan dapat membaca nawaitunya.

 Apapun latar belakang pendidikan dahulunya, linear ataupun tidak dengan profesi guru saat ini maka memperbarui niat itu penting. Agama islam mengajarkan kepada ummatnya bahwa semua amal itu bergantung kepada niat.

Diawal tadi sudah disampaikan bahwa menjadi guru dibutuhkan keikhlasan tingkat tinggi. Karena di dunia pendidikan ini tidak akan ada ‘balas jasa’ yang akan diterima sebagaimana dunia kerja lain. Namun jangan ditanya ganjaran yang akan diterima jika keikhlasan itu melekat setiap waktu. Menjadi sedekah jariah dan ilmu yang bermanfaat maka balasannya adalah JannahNya.

Profesi guru akan menjadi sebuah profesi yang sangat dinantikan oleh peserta didik. Menjadi guru yang dirindu setiap waktu merupakan sebuah kebahagian yang tidak akan pernah dinilai dengan apapun. Setiap individu guru tentu akan sangat bahagia sekali jika kedatangannya sangat dinanti-nanti setiap saat oleh anak didik. Bagaimana menjadi guru yang dirindu? Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru agar menjadi sosok yang dinanti dan dikenang selalu dalam kehidupan anak didik. Apa itu?

Pertama, senantiasa memperbaharui niat. Mulailah dengan Bismillah. Guru juga manusia biasa yang mengalami pasang surut emosi. Barangkali seseorang awalnya menjadi guru bukan karena keinginan pribadi. 

Bisa jadi karena orang tua, lingkungan, ataupun faktor ekonomi. Apapun alasannya maka niatkanlah selalu didalam hati bahwa sebagai seorang guru tugas utama adalah mendidik. Mendidik karena Allah. Mendidik anak manusia sehingga ia menjadi manusia seutuhnya. 

Tidak hanya mengenal kehidupan dunia tetapi menyadari bahwa akan kembali ke dunia yang abadi. Maka awali setiap langkah karena Allah. Berusaha semaksimal mungkin  memberi yang terbaik. Apapun hasil didikan terhadap anak, serahkan kepada Allah. Biarkan takdir yang akan bicara.

Kedua,mempersiapkan perangkat pembelajaran terbaik. Perangkat pembelajaran ibarat amunisi yang akan diberikan kepada peserta didik. Sebagai seorang guru haruslah senantiasa memberikan proses pembelajaran yang terbaik kepada peserta didik. Proses terbaik itu tentu proses  belajar yang terencana dan terukur. 

Oleh sebab itu agar pembelajaran memberi kesan yang mendalam kepada peserta didik maka persiapkanlah perangkat pembelajaran sebaik mungkin.

Ketiga,meningkatkan ibadah. Ilmu merupakan cahaya yang akan menyinari kehidupan. Agar ilmu yang diberikan kepada peserta didik menjadi nur bagi mereka maka seorang pemberi ilmu (guru) hendaknya senantiasa meningkatkan kualitas ruhiyahnya. Hendaknya kualitas ruhiyah yang baik berbanding lurus dengan kemampuan ilmiah seseorang. Jika hal ini terjadi maka ilmu itu akan senantiasa bercahaya dimanapun seseorang berada.  

Keempat, memiliki empati yang tinggi. Empati merupakan sebuah proses penghayatan emosi. Sudah seharusnya seorang guru yang dirindu memiliki empati kepada peserta didiknya. Empati ini bisa dirasakan oleh peserta didik apabila seorang guru membangun hubungan emosional yang sehat dengan peserta didik. Sehingga seorang guru bisa merasakan apa yang dirasakan oleh peserta didik. Baik itu rasa ketidak pahamannya terhadap materi ajar, ataupun rasa emosi sesaat yang kadang timbul ketika proses pembelajaran terjadi.

Demikian ciri khusus yang harus dimiliki oleh seorang guru, agar menjadi sosok yang senantiasa dirindu dan dinanti kedatangannya selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun