Tuhan yang membuat perbedaan, manusia melawanya. Di tangan manusia, agama dijadikan pembenaran tindakan intoleran dengan alasan berbeda keyakinan. Selama berabad-abad konflik agama dipicu oleh pemaksaan keyakinan yang "harus sama" lalu mewariskan dendam yang terus bergejolak. Aksi kekerasan atas nama Tuhan membuat agama-agama semakin merosot daya tariknya
Konflik berlatang belakang agama bagaimanapun tidak terjadi apa adanya. Apakah itu kekerasan Hindu dan Muslim di India, Hindu dengan Budha di Srilanka, Sunni dan Syi'ah di Irak dll. Pada dasarnya hanyalah pertempuran liar antara sesama manusia. Kekerasan antar keyakinan sejak lama selalu didominasi oleh permusuhan yang di wariskan. Dikatomi antar kelompok dalam agama selalu dijaga kesadarannya dari generasi ke generasi. Sebagaian kesadarannya di kerangkeng agar setiap perbedaan selalu menjadi medan pertikaian.
Dalam tafsir kekerasan, Tuhan seringkali diletakkan sebagai amarah dan kecurigaan. Agama menjadi media hegemoni atas keimana orang lain. Konflik itu lalu terus berlanjut, memaksa "Tuhan orang lain" untuk dibenturkan dengan "Tuhan dirinya".Â
Akibat rasa itu lalu melahirkan berbagai tragedi yang seolah menjadi tanda perjalanan agama-agama. Muslim membunuh ulama, seorang Kristen meledkan gereja, dan kali ini di Kalimantan Barat segerombolan orang merusak Masjid. Agama seolah menempatkan Tuhan dalam posisi yang semakin relatif dan sektarian.
Yang terjadi Kalbar, manusia mengambil kekuasan Tuhan, bertindak Bar-bar dan menanam bibit kesewenangan, mereka merasa membela agama, padahal sedang menghianatinya. Menjadikan agama semakin kehilangan daya tariknya, semakin tidak disukai oleh yang belum menyukai. "Agama telah digembosi paksa oleh penganutnya" kata Kang Islah Bahrawi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H