Mohon tunggu...
murdjani dada
murdjani dada Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Eh, Monyetnya Cuma Dua Ekor!

9 November 2012   23:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:41 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari lalu saya dan teman-teman ke Bali,  tentunya tidak  lupa jalan-jalan ke lokasi terkenal seperti Pantai Lot,   patung yang masih dialam angan-angan hanya ada kepala  dan tangan tergeletak di  atas tanah yaitu Garuda  Wisnu Kencana,  maksudnya belum selesai.

Nah, diantara  tempat wisata yang dikunjungi itu  Uluwatu, jika salah menulis nama  maafkan saja,  maklum  bukan orang  Bali.  Ketika  mau memasuki  halaman parkir , guide sudah  memberitahu bahwa bagi yang memasuki r area keturunan Hanoman ini  kaca mata dan topi dijaga,  karena monyetnya  nakal bisa mengambil  dari berbagai sudut  benda itu.

Kami saat mau masuk ke wiilayah hutan tempat monyet di pintu masuk diberi selendang ada dua warna yaitu kuning dan violet,  diminta pakai satu lembar saja. Ada juga yang memilih pakai sarung walaupun dia sudah  pakai celana panjang,  sarung ini untuk  mereka memakai celana pendek. Alasannya  biar monyet tidak mengambil juga barang  miliknya yang berharga dalam celana??????

Rombongan masuk  pintu gerbang dengan pecalang  siaga  tapi mereka pakai topi dan kaca mata hitam, maklum saat berkunjung jam 2 siang. Saya sudah berpikir  kok, pecalang  enak saja p;akai kaca mata hitam dan topi tidak takut dicuri monyet dalam hati  mungkiin pecalang ini pawang monyetnya sehingga para monyet takut dekatnya.

Memasuki pintu vihara  penjaga  berteriak. mohon topi dan kaca mata di sembunyikan!  Semua yang pakai topi  sebagai pelindung kepala dilepas, makulm saya kepala botak,  saat melepas  topi  terasa panasss  sekali, mataha ri langsung menyinari  kulit kepala, jadi maluuuuuuu. Kaca  mata hitam sebagai peliindung mata dari sinar matahari di lepas juga, maklum mata saya sakit jika kena sinar mentari siang hari  pasrah di lepas.  Apa yang terjadi,  semua barang itu disembunyi dalam kaos, tujuannya biar  monyet  tak mengambil barang  penyelamat  sinar mentari.

Perjalanan  bukannya pendek, naik tangga melihat pemandangan  bukit  dibawah laut  menelusuri  beberapa pematang  tanah,  sudah panas, keringatan,  kepala panuassss, mata kedap-kedip  sampailah di  tempat yang luas sepertti arena parkir kendaraan besar di seberangnya  hutan lebat.  Ada teman karena  mata  min tidak bisa lihat  kejauhan  berbisik pada saya, "Pak , kok, monyetnya  besar-besar......"  Saya  jadi bingung,  teman ini melihat monyet sedangkan saya  tidak.

Saya tanya dengan dia,  maksudmu  monyet itu  dimana? Dia jawab di depan saya sekitar  sepuluh meter duduk di bawah pohon> Saya penasaran ,   mengarahkan pandangan ke bawah pohon,  ternyata orang duduk bernaung, sepertinya kelelahan , maklum perjalanan naik turun agak lama.

Saya langsung memberitahu teman itu,  yang di bawah pohon itu bukan monyet,  orang duduk.  Dijawab teman, Saya kira monyet, karena melihat hanya bayangannya saja, maklum  kaca mata minus saya disembunyikan takut dirampas monyet.

Rombongan teman-teman terlihat wajahnya  kecewa karena  bayangan ratusan monyet  mendekati dan ingin mencuri topi,  kaca mata tidak ada!!  Para penjaga monyet memberitahu bahwa  mungkin siang hari monyetnya masih pesta di dalam hutan alias bernaung diri dan tiduran.

Rmbongan meringsut melangkah  mau keluar lokasi  dengan berani memakai topi dan kaca mata hitam . Saat berjalan mau keluar  ada  juga monyet yang mau dilihat,  jumlahnya cuma dua ekor saja.

"Memang kadang kita ini dihantui rasa  takut sendiri setelah mendengar  dari orang lain  seperti monyet mau mencuri topi dan kaca mata karena mereka nakal dan ganas.  Kenyataaannya  kita tidak bertemu dengan  ratusan monyet  yang digambarkan  ganas itu.  Padahal sudah berkorban mau  panas dengan melepas topi dan sakitt mata  melepas  kaca mata hitam.....," celetuk salah satu teman kecewa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun