Bersatu dalam upaya memulihkan keadaan yang menggerus bangsa Indonesia saat ini. Serangan wabah yang berpotensi memecah belah persatuan. Saling tuding, kehilangan rasa kemanusiaan, mengambil kesempatan berbuat curang untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Bukan lagi solusi yang menjadi tujuan, justru penanganannya malah dikomersialisasi. Akibatnya, kepercayaan masyarakat jadi hilang, memunculkan stigma negatif bahwa semuanya adalah bagian dari kebohongan.
Apakah itu sulit dilakukan? Tidak sulit. Hanya saja sebagian dari kita terbiasa dengan rasa pesimis. Mental terjajah belum sepenuhnya hilang dari bumi pertiwi. Indonesia masih bergantung dari negara lain. Lain sisi, mental kolonial masih tumbuh subur di negeri ini. Terbukti, yang kaya semakin arogan karena mampu menguasai segalanya dengan uang. Yang miskin semakin terinjak dan tersingkir. Bahkan untuk menyambung hidup, mereka harus berderai air mata, mengusap peluh kekecewaan karena tidak mampu berbuat banyak.
Peringatan kemerdekaan harusnya jadi refleksi untuk semuanya. Sepertinya kita lupa bahwa jejak perjuangan para pendahulu untuk kuat adalah kebersamaannya. Kita banyak lupa bahwa ternyata kekuatan mereka untuk bangkit adalah karena bersatu. Seyogianya kita banyak belajar dari sejarah. Menjadikan masa lalu sebagai refleksi dalam melangkah. Tidak hanya menjadikan sejarah sebagai catatan kusam yang hadirnya momentuman, lalu kemudian terlewati dan terlupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H