Mohon tunggu...
Murdian Dplato
Murdian Dplato Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggapai Kebahagiaan di Hari Raya Kurban

2 September 2017   14:42 Diperbarui: 2 September 2017   15:37 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa qurban itu sendiri mempunyai dua sisi dimensi pemaknaan. Bukan pemaknaan secara bahasa dan istilah, tetapi sudut perspektif. Pertama dari sisi pelaku(orang yang mengorbankan), dan kedua sisi korban/objek(binatang ternak). Dari sisi pelaku, kurban mempunyai manfaat di jiwa, diataranya pelajaran keikhlasan karena harus mengeluarkan uang/binatang ternak untuk disembelih dan dibagikan. Kemudian kurban juga mengajari tentang ketaatan dan keimanan, yaitu meneladani peristiwa ketaatannya nabi Ibrahim terhadap Tuhannya.

Karena sebenarnya dianjurkan pemilik binatang kurban menyembelih sendiri, maka jika menelaah anjuran ini, akan ditemukan maanfaat yang lebih. Karena sesungguhnya manusia juga mempunyai energi negative untuk melakukan ke-jagal-an(sebagai sifat asli kebinatangan yang ada di manusia), dan energi negative itu hendaknya dilepaskan dengan terapi memenggal binatang kurban. Dan terapi itu membawa semakin bersihlah jiwa manusia.

Sementara dari sisi korban/objek(binatang ternak), bisa diambil pelajaran tentang makna ketundukan, kepasrahan, dan keimanan itu sesungguhnya membawa rasa ketenangan jiwa. Karena dijadikan kurban sehingga tambah ke Imanan juga merupakan sebuah kehormatan.

Tidak mengherankan jika Nabi Ismail/Ishaq sangat bersedia dijadikan Kurban, karena budaya lama menjadi Kurban untuk Tuhan adalah kehormatan. Tidak heran juga dulu, di suku AztecAmerika, sejak masa kanak-kanak mereka telah disiapkan dan dilatih untuk siap menjadi kurban ritual. Mati sebagai kurban upacara dan dipersembahkan untuk Tuhan bagi mereka adalah kehormatan. Kita ketahui memang di beberapa kebudayaan, bahkan 40 dari 93 ditemukan budaya pengorbanan manusia. Ketika Islam hadir, mengambil syariat nabi Ibrahim AS, islam memutus dan menghentikan budaya kurban manusia. Karena Islam sangat menjujung tinggi nilai kemanusiaan, sebagai salah satu Maqosidul Syariah(Tujuan Syariah)nya.

Sekali lagi, ibadah qurban sebagai ajaran agama juga memegang penting peranan dalam membahagiakan manusia, karena erat kaitannya dengan hal-hal yang bersifat ruhaniyah. Ketika individu diajari dan dilatih tentang penyucian jiwa untuk menuju bahagia, ajaran itu membawa prinsip-prinsip silaturahmi, dengan misalnya berbagi daging kurban. Itu semua bertujuan untuk kebaikan, karena semua yang baik adalah membahagiakan, begitu juga sebaliknya.

Semangat kurban seharusnya juga membawa pelajaran-pelajaran dan nilai-nilai toleransi, kita juga harus ingat peristiwa di kudus yang tidak boleh menyembelih sapi untuk berkorban. Itulah bukti toleransi, demi mewujudkan kota bahkan negara yang bahagia. Meskipun tidak naif juga tradisi kurban tidak akan bisa mengurai semua permasalahan bangsa. Tapi tradisi Kurban bukanlah tradisi kontra produktif yang harus dimusnahkan, tetapi merupakan tradisi yang seharusnya tetap dilestarikan.

Ketika kenyataan memang tidak mesti sesuai harapan, tetap yakin untuk bisa mewujudkan.

Oleh: Murdian Dplato

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun