Mohon tunggu...
Mita
Mita Mohon Tunggu... Administrasi - -

Just share my thoughts

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Media Sosial Detoks untuk Kesehatan Mental

19 Januari 2020   13:13 Diperbarui: 27 Desember 2020   23:29 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Selain merokok yang bisa membuat kecanduan dan bisa berdampak buruk untuk kesehatan  fisik, social media juga bisa membuat orang kecanduan dan bisa berdampak buruk untuk kesehatan mental. Orang yang sudah mengenal social media di platform manapun pasti rata-rata pengguna aktif dan sudah terlanjur attach dengan social media.

Apapun dicurahkan ke social media mulai dari kegiatan sehari-hari, drama kehidupan di mana senang dan amarah diekspresikan, konflik, pencapaian hidup, dan masih banyak lagi yang sepertinya saat ini hampir tidak ada privasi. Sah-sah saja namun terkadang orang yang terlalu banyak share tak sadar membuat orang lain sebagai follower atau teman disosmednya jenuh.

Mudah saja untuk menghindari postingan-postingan berlebihan yaitu tinggal unfriend atau unfollow, namun jika merasa tidak enak karena teman sendiri kita bisa setting untuk mute atau hide mereka sehingga apapun yang mereka posting tidak akan muncul di timeline social media kita. Sedikit cerita saya pun pernah mengalami mempunyai teman yang tiap postingnya hanya dua jenis yaitu mengumbar kemesraan dengan pasangan terlalu berlebihan dan blow up keributan dengan orang lain.

Hak dia memang tapi dengan seringnya dia wara-wiri di timeline, saya jadi  merasa sosmed ini tempat yang bikin muak. She's bring negative vibe. Dan sampai pada suatu postingan di mana akhirnya ada yang berkomentar straight to the point "gua tu eneg ya liat postingan lu. Lu apus ga"
lalu teman saya menjawab di kolom komen juga "sosmed gue. Kenapa lo yang ribet".

Dan dijawab lagi "iya. Tapi lo muncul mulu. pusing gua".

Saat menyimak keributan tersebut lucu juga dan saya bersyukur unek-unek saya ada yang mewakilkan, ternyata tak hanya saya yang merasa orang yang terlalu berlebihan mengumbar memang membuat muak.

Adanya social media memang menyenangkan tetapi apapun yang berlebihan memang tidak baik. Sebenarnya semua tergantung kita sebagai pengguna. Kita mampu memilih apa yang ingin kita lihat di social media. Misal kita hanya ingin megikuti hal yang kita senangi atau hobi cukup follow akun kuliner atau memasak misalkan.

Meski sudah dipilah namun terkadang kita masih juga tak sengaja menemukan hal negative. Dan untuk membentengi diri kita perlu tekankan pada diri sendiri bahwa apapun yang ada di social media semuanya hanya permukaannya saja kita tak tahu the whole story karena banyak orang butuh pengakuan seperti yang pernah saya tulis di artikel ini . Tak perlu iri dengan apapun di sosial media apalagi sampai membandingkan keadaan diri sendiri dengan hidup orang lain.

Banyak yang berpendapat lama-lama sosmed justru menjadi tempat yang buruk di mana isinya terlalu keduniawian. Walaupun kita mampu menjaga hati dari sifat iri dan dengki namun selera dan ketenangan kadang  tetap tak bisa ditahan pada saat menemukan hal yang menurut kita tak ada value nya.

Tak ada kepuasan saat membuka sosmed. Dan walaupun kita bukan orang yang terlalu mengumbar di sosial media namun tanpa kita sadari, kita sudah keracunan jika diam-diam jadi stalker. Ngakunya sih pasif tapi sebenarnya diam-diam stalking. Kalau sudah seperti ini kita butuh detoksifikasi. Kita perlu social media detox.

Apa itu social media detox. Pengertian sederhanya social media detox adalah semacam healing diri sendiri dengan cara menjauh dari sosial media guna menenangkan pikiran  untuk kesehatan mental akibat terpapar dampak negative dari sosial media. Salah satu cara untuk melakukan social media detox adalah break sejenak dari dunia maya. Berikut tips jika ingin melakukan social media detox:

  1. Log Out akun media sosial. Sulit dilakukan memang apalagi jika sudah terbiasa cek smartphone namun bisa dilatih perlahan seminggu log out akun sosial media.
  2. Uninstall aplikasi sosial media di handphone. Kalau log out masih bisa log in, hapus saja aplikasi sosial media agar tak terpengaruh untuk membuka lagi.
  3. Delete account. Paling ekstrim memang. Namun ada orang yang benar-benar niat memutuskan untuk menghapus akun sosmed karena dirasa memang perlu.
  4. Ganti platform. Sudah tak nyaman bermain sosial media tapi belum bisa lepas 100%. Anak digital banget gitu lho, ga bisa kalau ga eksis di dunia maya. Solusinya ganti platform yang lebih bermanfaat. Gantilah platform sosmed yang pamer ide. Misal menulis di blog di platform seperti Kompasiana ini, membuat podcast yang bisa posting di Soundcloud atau Spotify. Kalau hanya silent reader biasa coba Quora di mana sosial media yang penghuninya menurut saya tempat berkumpulnya orang-orang yang lebih open minded. Apapun sharing tak ada hujatan. Yang dibagikan pun bukan cari perhatian atau pamer. Banyak cerita menarik dan  inspiratif.

Saya sendiri pernah melakukannya di mana saya sedang jengah lalu memutuskan untuk istirahat sejenak dari media sosial saya yang masih aktif yaitu instagram. Tak emosi dengan siapapun namun saya merasa banyak hal tak berfaedah. Untuk sementara saya menjauh. Dampakmya adalah hidup jauh lebih tenang tanpa harus tahu drama kehidupan orang lain. Jauh lebih tenang ketika mata ini tidak melihat selfie cantik yang berkali-kali. Ya salah satu hal toxic di sosial media adalah ketika melihat seseorang terlalu sering upload foto selfie.

Seluruh dunia juga tahu dia cantik atau tampan tapi lama-lama tak menarik karena wajah rupawan pada saat ini tidak seeksklusif pada jaman dahulu di mana kita melihat wajah rupawan terekspos di majalah atau televisi saja. Banyak orang cantik atau ganteng di sosmed tapi membosankan karena terlalu sering diperlihatkan.

Apalagi jika si pengunggah foto merendah tapi meninggi. Misalnya unggah foto cantik dengan caption "jelek banget sih aku potong rambut model gini.." kalimat merendah tapi sebenarnya mau dipuji kalau apapun gaya model rambutnya tetap kelihatan cantik. Orang-orang seperti ini biasanya langsung dibombardir netizen dengan komentar pedas. Dan orang yang sudah terlanjur narsis berlebihan baiknya perlu melakukan social media detox, karena kalau sudah terlalu narsis dan haus perhatian itu sudah termasuk gangguan kesehatan mental seperti yang pernah saya tulis di artikel ini .

Poinnya adalah kontrol diri sendiri. Kalau saat ini mungkin masih menikmati melakukakn unggahan pribadi ke dunia maya sah saja namun yang perlu diperhatikan adalah isi postingan. Unggah lah dengan bijak karena jejak digital akan selamanya terpatri. Jika kita sendiri bisa menghapus namun kita tak bisa mengkontrol orang lain untuk mengunduh foto, video kita atau screenshot postingan kita yang di masa yang akan datang bisa menjadi boomerang untuk kita. Untuk yang merasa sudah lelah dengan dunia maya break sejenak atau selama mungkin untuk restart kembali, seperti kelelahan fisik yang kita rasakan setelah sekian lama bekerja dan kurang liburan, baiknya rehat sejenak dari hiruk pikuk untuk merefresh pikiran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun