Mohon tunggu...
Mita
Mita Mohon Tunggu... Administrasi - -

Just share my thoughts

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Swing Vote: Ketika Hasil Pemilu Ditentukan oleh Satu Orang

9 Maret 2019   10:46 Diperbarui: 15 Maret 2019   17:20 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Moment yang pas saat ini jika ingin menonton film tentang pesta demokrasi. Satu rekomendasi film yang cocok adalah film berjudul Swing Vote (2008) yang dibintangi oleh Kevin Costner. Film ini adalah film keluarga dengan value bahwa pentingnya pemilu dan mencari tahu visi misi calon presiden sebelum memutuskan pilihan.

Cerita bermula pada saat negara Amerika Serikat sedang mengadakan pemilihan presiden. Seorang lelaki bernama Bud yang hanya hidup berdua dengan putrinya bernama Molly. Bud bersikap acuh tak acuh dengan pemilu. Ia bersikap apatis bahwa siapapun presidennya tidak akan mengubah hidupnya. Bagaimanapun hasil pemilu ia tetap harus membiayai hidup sendiri. 

Begitu ia menjelaskan kepada Molly. Namun Molly adalah gadis yang pintar. Meski masih kecil namun ia sudah sadar akan pentingnya pemilihan umum. Ia tertarik dengan itu dan selalu mengingatkan ayahnya untuk pergi ke TPS.

Sepulang sekolah Molly menunggu ayahnya di TPS, sampai malam hari namun ayahnya tidak datang menepati janji. Bud malah berada di bar. Malam makin larut, TPS pun akan segera tutup. Molly ingin sekali memberikan suara namun ia belum mempunyai hak pilih. Karena tidak ingin hak suara ayahnya hilang begitu saja, Molly nekat mengambil surat suara yang dijaga oleh petugas TPS yang tertidur, memalsukan tanda tangan ayahnya kemudian diam - diam masuk ke bilik suara. 

Sistem pemungutan suara tidak mencoblos gambar paslon seperti di Indonesia, namun sudah berbasis IT. Di balik tirai disediakan monitor sebagai media. Belum sempat Molly memberikan pilihan tiba - tiba layar monitor mati karena kabel dilepas oleh seorang petugas yang sedang berberes. Dan karena itulah atas nama Bud dianggap belum memilih.

Sementara itu hasil pemilu untuk dua kandidat sama seri. Penghitungan suara persis 50% - 50%. Ternyata tinggallah suara Bud yang dinyatakan satu - satunya warga yang belum memilih dan ia mendadak menjadi penentu dari hasil seri tersebut. Pemilihan ulang untuk Bud diberi waktu 10 hari untuk diadakan. Alhasil selama di sisa waktu yang ada dua kandidat yaitu Andrew Boone sang petahana dari Republica dan saingannya Donald Greenleaf dari Demokrat bersaing merebut simpati Bud. Dan dimulailah dua kandidat melakukan cara apapun agar dipilih oleh Bud. 

Dari tim kampanye masing - masing mencari tahu apa kesukaan Bud, minatnya, juga keluhannya. Sampai sangat berlebihan mereka memperlakukan Bud, justru membuat tidak sesuai dengan visi misi mereka sendiri. Bud pun mendadak terkenal seantero negeri. Selama ini ia hanya pria biasa yang bahkan kota di mana ia tinggal yaitu Texico tidak tercantum di dalam peta, namun kini ia menjadi orang yang paling diharapkan bisa menyalurkan aspirasi rakyat Amerika. Setiap hari wartawan berkumpul di depan rumahnya.

 Hadiah demi hadiah berdatangan dan surat - surat yang berisi keluhan dan harapan agar Bud memilih presiden yang nantinya akan membawa perubahan. Bud menikmati keistimewaan yang ia dapat secara tiba- tiba. Bagaikan mendapat durian runtuh, namun semakin mendekati hari pemilihan, ia pun belum menentukan akan memilih siapa. Dua - duanya memperlakukan dirinya dengan sangat baik (yaiyalah karna ada maunya hehe). 

Akhirnya Molly dibantu wartawan idealis bernama Madison membantu Bud belajar mengenai apa maksud visi misi dari dua kubu. Apa istilah ini, apa istilah itu. Ia belajar dan juga membaca surat- surat dari masyarakat agar bisa memahami masalah dan mengetahui apa yang dibutuhkan rakyat Amerika. Bud sendiri meminta diadakan debat final untuk memutuskan yang terakhir kalinya.

Film ini sangat ringan untuk ditonton. Walaupun bertema politik namun kita tidak akan disuguhkan adegan dengan dialog membosankan dengan banyak istilah politik. Di sini kita akan merasakan pemilu dari sisi rakyat biasa yang awalnya tidak yakin dengan pemilu karna tidak percaya dengan pemerintah namun pada akhirnya ketika ingin memutuskan siapa pemimpin kita, bisa pelajari lebih lanjut bagaimana visi misi dan program kerjanya. Tidak hanya sekedar menilai saat kampanye karena rakyat biasa hanya dijadikan alat untuk menarik simpati. 

Apalagi saat ini sosial media sangat berperan pentung. Ada dua sisi mata pedang. Satu sisi bisa sangat bermanfaat untuk menggali informasi, satu sisi lagi bisa berisi banyak hoax. Yang pasti penilaian harus objektif, bukan karena sekedar dengar "katanya".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun