Mohon tunggu...
Rilin M
Rilin M Mohon Tunggu... Freelancer -

Hanya seorang gadis yang menyukai seni dalam bentuk apapun

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Sarjana Bungkus Indomie (Part 1)

28 April 2019   09:50 Diperbarui: 28 April 2019   09:59 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini adalah tentang perjalanan saya menggeluti bidang pekerjaan sebagai Sarjana Bungkus Indomie. Saya yakin, di luar sana ada banyak sarjana bungkus indomie seperti saya. Namun disini saya ingin menceritakan tentang lika liku pilihan hidup yang saya jalani dari waktu remaja hingga dewasa sekarang ini. 

Mengapa saya menyebut Sarjana Bungkus Indomie? Karena bungkus Indomie itu luarannya bagus, tapi ketika dimasak, tidak sesuai dengan bungkusnya. Lingkungan kita sering menilai seseorang dari luarannya saja. Tak hanya dari penampilan, dari status sosial yang dipunya, latar belakang pendidikan, hanya dengan menyebut gelar dan dulu kuliah dimana, orang yang kurang paham akan langsung menilai dengan baik. Tanpa tahu seseorang tersebut pola pikirnya sesuai dengan gelarnya dan jurusan kuliahnya atau tidak. 

Ibarat bungkus Indomie, ketika pabrik memproses mie menjadi mie yang dibungkus (kuliah), maka mie akan memperoleh bungkus yang bagus (ijazah dan gelar), namun ketika mie instant dimasak (lulus kuliah cari kerja, praktek di lapangan, pola pikir bercakap-cakap), ternyata hasilnya tidak sesuai dengan bungkusnya. Ada yang bisa memproses mie indomie sesuai dengan bungkusnya (nambahin telor, ayam, yang sesuai), namun banyak juga yang tidak sesuai. 

Ketika indomie tiba-tiba dimasak ada yang jadi burger, donat, nugget, dll (ketika selesai kuliah malah cari kerja atau cari usaha yang tidak sesuai dengan jurusan, atau sesuai namun tidak semuanya sesuai). Namun lingkungan kita baru bisa menerima indomie yang dimasak sesuai bungkusnya (sarjana yang kerjanya sesuai), ketika Indomie bisa dimasak dengan kreatif dan tidak jadi mie, hal ini masih belum bisa benar-benar diterima oleh masyarakat sekitar kita. 

Meskipun makanannya sama-sama halal, baik, dan enak. Hal yang dianggap tidak lazim (anggapan masyarakat) walaupun benar masih sulit untuk diterima. 

Itu tadi analoginya. Saya harap kalian semua mengerti maksudnya. Tulisan ini bukanlah sama sekali untuk mengkritik pandangan orang-orang yang masih melihat dari sisi nilai, pola pendidikan Indonesia, atau mengkritik orang-orang yang setelah lulus tidak mempraktekan ilmu kuliah dengan baik. Namun untuk lebih bisa mengenali potensi diri kita. 

Jika kita sering bergaul dengan bermacam-macam orang ketika kuliah, kita akan melihat banyak sekali teman-teman kita yang "salah jurusan", atau tidak salah jurusan, namun karena ia sendiri tidak tahu potensi dirinya apa. Ada juga teman-teman kita yang memilih tidak kuliah, telat kuliah, kerja dulu, dan lain-lain karena kebutuhan masing-masing keluarga. 

Dan karena di sibukkan oleh realita hidup seperti ini, banyak dari kita yang tidak bisa mengenali potensi, dan minat sendiri dari diri kita. Memang, di negara kita, masih terhitung sedikit (meskipun jumlahnya sebenarnya banyak tapi jika dibandingkan, lebih sedikit) orang-orang yang sukses karena passion, yang berhasil membuka potensi dan melatih passionnya. 

Bahkan dari keluarga tidak berada sekalipun, meskipun tidak dapat sekolah tinggi, ada yang berhasil melatih dan membuka diri passionnya hingga sukses. Ada yang sudah sekolah tinggi-tinggi namun ternyata merasa salah jurusan, ada yang memang sudah sekolah tinggi dan sukses sesuai jurusannya. 

Banyak. Yang salah jurusan, yang setelah lulus suksesnya tidak sesuai jurusan banyak. Itu karena banyak orang yang telat mengenali potensi dan minat diri sendirinya. Namun masalahnya, yang paling dan selalu dan hanya diakui oleh masyarakat sekitar kita adalah yang sukses sesuai dengan sekolah dan jurusannya dulu. 

Sehingga untuk orang-orang yang sukses atau belum sukses atau akan sukses dengan cara yang berbeda, butuh extra dan kerja keras tenaga untuk bisa diterima di lingkungannya.

Sulit memang apabila ketika kita sudah kuliah atau sudah lulus kuliah, namun ternyata kita salah jurusan atau cari kerja yang keluar dari jurusan. Rasanya sudah buang-buang uang orang tua karena biaya kuliah sangat mahal. Tapi kalo mau dibalikin lagi, semua terjadi karena sistem pendidikan Indonesia yang kurang bisa membantu siswa-siswanya dalam menggali potensi dan minatnya sendiri. 

Belum lagi tekanan pandangan lingkungan sekitar yang hanya memandang orang hanya akan sukses di akademik, yang tanpa sadar menekan siswa untuk hanya fokus mencari nilai terbaik di sekolah, jadi murid rajin, lepas dari remedial, dll. 

Dan juga lingkungan keluarga yang sering tidak "ngeh" apa bakat dan potensi terpendam yang dimiliki anak-anaknya. Sehingga anak-anak banyak yang sering "bingung" terhadap minat dan passionnya. Belum lagi ketika kita kuliah, cuma dapet kulitnya aja. 

Semenjak saya kuliah, saya menemukan banyak sekali teman-teman seperti saya. Ya gak sama banget sih. 

FYI, saya dulu kuliah di jurusan IT, Information Technology, ilmu komputer, ya gitu lah intinya. Di kalangan anak IPA, jurusan IT itu udah kayak "jantung" banget. Dan ilmu IT luas, luas luas seluas-luasnya seperti bumi ini. Yang apabila mendalami 1 bidang, belum tentu cukup. 

Ibarat bumi luas banget banyak pulau banyak negara, kita memilih mendalami pulau jawa, di jawa aja semakin didalami belum tentu kita udah hafal seluruh isi pulau jawa. Belum tentu kita udah nge-explore semua kota di Jawa beserta makanan dan tempat-tempat wisatanya.

 Apalagi pulau-pulau Indonesia lain dan juga negara lain. Begitulah IT, keika sudah terjun di 1 bidang, berusaha dalemin dan fokus, belum tentu bisa dalami bidang yang lain. Intinya dasarnya teknologi hidup ini udah pada paham. Dan lagi IT saking luasnya, semua orang bisa belajar tanpa harus kuliah, anak IPS pun kalo punya bakat juga bisa belajar. 

Anak SD, SMP sekarang udah bisa belajar IT, tergantung bidangnya apa. Kalo kerja, semua butuh IT. Pokoknya kalo di IPA, IT itu udah bener-bener banyak banget deh peminatnya dan favorit banget setelah jurusan dokter dan teknik-teknik lainnya. 

Ibarat kalo di IPS "jantung" nya itu jurusan ekonomi, akuntansi, peminat sejuta umat karena di dunia kerja banyak dibutuhin. Udah banyak juga sekolah-sekolah akuntansi, ada kursusnya juga, tanpa harus kuliah menyandang gelar dulu. Saking banyaknya peminat.

Kembali ke yang tadi. Ketika saya kuliah, saya mendapati teman-teman saya banyak yang masuk IT, saya tanya kenapa, alasannya bukan karena mereka punya minat di IT atau keinginan kuat yang kuliah di jurusan ini. Kebanyakan alasannya gini :

"Soalnya katanya kalo masuk sini kerjanya gampang, karena banyak perusahaan yang butuh IT."

"Pas tes dapetnya disini."

"Disuruh orang tua. Aslinya gak tau mau masuk mana."

"Gak dapet negeri. Daftar swasta dapetnya ini."

"Gak tau mau daftar jurusan apa. Ngikut saudara aja yang sama-sama IT."

What?? Jawabannya membuat saya merasa saya paling aneh. Kenapa sepertinya hanya saya saja yang berminat daftar IT karena punya ketertarikan masuk di jurusan ini. Jawaban mereka semua hampir sama persis seperti teman-teman saya yang ngambil jurusan ekonomi, akuntansi, manajemen, dll yang merupakan jantungnya jurusan IPS. Sama kayak teman-teman saya yang tadinya di IPA masuk jurusan IPS. 

Di jurusan saya ada Sistem Informasi atau SI untuk anak-anak yang dulunya IPS. IPS bisa belajar IT, tapi kalo kuliah hanya bisa masuk SI. Bedanya sendiri udah tau lah ya, di google banyak. Hehehe.

FYI lagi, saya kuliah di salah satu universitas swasta paling bergengsi di Indonesia (gak enak nyebut merk). Pokoknya saking gengsinya, kalo ditanya "anak mana lu?" jawabannya bangga banget gitu. Bukan karena universitas mahal, tapi karena namanya memang sudah terkenal baik. Kampus dengan akreditasi A, namun sayangnya tidak semua jurusannya berakreditasi A. Pertama kali saya masuk sana, jurusan saya akreditasinya masih B-C. 

Tidak seperti kampus khusus IT lainnya yang walaupun gak bergengsi, tapi jurusan IT nya sudah terkenal bagus. Yang membuat jurusan di kampus tersebut bagus bukan karena sistem akademiknya sebenarnya, namun karena semangat para mahasiswanya yang membentuk sendiri tim di luar akademik untuk lebih banyak belajar dan membuat kegiatan berkompeten, sehingga mahasiswanya terdorong untuk belajar IT lebih dalam. 

Tidak seperti kampus saya pada saat itu yang peminat IT nya sangat sedikit dan rata-rata yang masuk situ karena salah jurusan, gak tau mau masuk mana, gak ngerti IT itu apa tapi disuruh, dll. Jumlah mahasiswa angkatan saya pun sedikit sekali. 

Kalo mau tau berapa, hanya 17 orang satu angkatan Yang tadinya 33 orang jadi 17 orang (banyak yang pindah karena merasa salah jurusan, gak betah, dan menemukan kampus IT yang lebih baik). Jadi bisa dibilang, kuliah di kampus ini cuma dapet gengsinya aja kalo untuk saya. Hanya supaya setelah lulus harapannya banyak perusahaan yang melirik untuk bekerja.

Memang, dari awal sebenarnya kita semua sudah terkurung dengan pandangan-pandangan orang yang hanya mengikuti garis hidup (lahir - sekolah - kuliah - kerja - karir - menikah - punya anak - sekolahin anak, nikahin anak - tua - mati), tanpa kita benar-benar tahu tujuan hidup kita apa. Dan juga program pendidikan dari pemerintah yang masih "monoton" tanpa membantu para siswa di sekolah membuka dan menemukan potensinya. 

Siswa di sekolah hanya disibukkan belajar dengan materi-materi sekolah yang memberatkan yang pada akhirnya semua materi di sekolah tidak ada yang terpakai hingga kuliah, kerja, dan sampai tua. Pada masa-masa remaja, sebenarnya kita seharusnya sudah bisa menemukan jati diri kita. 

Kita sukanya apa, potensinya kemana, kemampuan kita apa, minat kita apa. Apa yang harus diasah dari diri kita. Sebenernya ketika di sekolah, kita pasti pernah mengikuti ekskul-ekskul yang sesuai dengan minat dan kesukaan kita. 

Program extrakurikuler di sekolah tak hanya sebagai tambahan pelajaran, namun juga sebagai sarana membantu siswa menemukan bakat dan potensinya serta ketertarikannya. Ekskul juga bisa menjadi pelepas penat saat kita dipusingkan dengan materi-materi sekolah. 

Namun pada kenyataannya juga, tak semua ekskul di sekolah berjalan dengan baik. Ada yang gara-gara kurang peminat, ekskul ditutup, ada yang kurang konsisten, dan karena sudah disibukkan dengan tugas sekolah yang sudah menumpuk, jadi gak tau mau fokus kemana. 

Hanya yang penting bisa lulus sekolah aja. Saya pernah memiliki teman yang ketika sekolah dulu ikut ekskul tata boga dan sekarang sudah berbisnis kuliner dengan baik. Dan saya senang melihatnya karena ada gunanya dulu mereka ikut ekskul tata boga.

 Lulus sekolah, banyak siswa yang sudah menentukan pilihan mau lanjut kuliah apa, karena mereka sudah menemukan ketertarikan, minat, dan juga potensi. Namun tak jarang juga banyak sekali yang belum tahu atau bahkan tidak tahu mau kuliah dimana dan jurusan apa. Sehingga ketika masuk kuliah, kita akan menemukan banyak sekali teman-teman yang merasa salah jurusan. 

Ada yang memilih berhenti kuliah, kerja, lalu mengembangkan bakat lainnya hingga sukses, ada juga yang tetap lanjut sampai lulus, namun setelah lulus masih belum jelas juga tujuan hidupnya. Banyak sekali yang begitu. Saya juga banyak menemukan cerita-cerita dari teman-teman yang saya kenal, ketika mereka lulus sekolah, mereka memilih untuk tidak langsung kuliah, mereka gali dulu minat dan bakat mereka. 

Bekerja sambil mencari jati diri. Nganggur dulu setahun baru kuliah. Ada yang karena tidak lulus tes masuk PTN lalu tidak bisa kuliah dulu. Ada yang tetap memilih kuliah meski salah jurusan, dan lain-lain.

Saat masih sekolah dulu, saya juga sebenarnya bingung sama diri sendiri. Saya punya banyak ketertarikan, namun semuanya berhubungan dengan seni dan juga teknologi. Saat itu, saya memutuskan ingin kuliah di jurusan IT. Karena pada waktu di mata saya, kalau saya jadi anak IT, masa depan saya pasti cerah (sebelum saya tahu betapa luasnya dunia IT). Saya sendiri sebenarnya juga tertarik ingin masuk jurusan DKV, multimedia. 

Namun saya belum tahu bedanya. Saya ingin masuk dua-duanya tapi ternyata tidak bisa. Saya juga dulu punya ketertarikan ingin masuk sastra karena dulu saya suka menulis, walaupun gak jago. Saya pun memantapkan pilihan saya untuk mau masuk jurusan IT karena pada saat itu saya berpikir itu yang terbaik buat saya. 

Tanpa saya pernah belajar IT sebelumnya atau ngerti apapun tentang komputer. Saya berpikir bahwa semua itu pasti akan diajarkan saat kuliah nanti. Sebenarnya saat SMA saya punya beberapa teman yang sudah mengerti IT duluan dibanding saya. Di bidang yang mereka suka. Mereka mengerti caranya betulin komputer, gadget, setting OS, bikin website, dll. 

Mereka mengerti karena belajar sendiri bukan karena diajarkan di sekolah atau kuliah. Saya yang waktu itu belum mengerti apa-apa tentang IT merasa bodoh sendiri. Saya hanya mengerti mengedit foto dan video yang sebenarnya gak ada hubungannya sama sekali dengan jurusan IT.

Saat mendaftar kuliah, kebanyakan kampus rata-rata menyediakan jurusan IT atau ilmu Komputer. Sedikit yang menyediakan DKV dari kampus-kampus terkenal dan bergengsi. Makanya saya mau daftar IT. Saya juga mau kuliah di kampus negeri bergengsi. Biar bangga. Saat itu saya berpikir jika saya masuk ke universitas bergengsi dan terkenal, rasanya pasti senang. 

Tanpa saya memikirkan harus masuk kampus yang memang IT nya bagus jurusannya bukan karena universitasnya. Mungkin karena tujuan saya waktu itu, saya ingin bisa memamerkan almamater kampus bergengsi agar terlihat keren. Saya dulu sangat iri kepada teman-teman saya yang berhasil kuliah di PTN Favorit ternama dan dengan bangganya mereka memamerkan jaket almamater mereka. Akhirnya, saya belajar begitu keras untuk dapat PTN. 

Sudah berapa banyak PTN yang saya daftar yang ada jurusan IT nya hanya untuk mendapatkan Universitas bergengsi. Hanya supaya saya bangga mengatakan saya kuliah dimana. Ini adalah pemahaman yang benar-benar salah. Dan pada akhirnya, saya masuk ke kampus swasta yang benar-benar bergengsi kampusnya. Namun tidak pada jurusan kuliahnya.

Saya akui, sejak awal mendaftar kuliah, niat saya benar-benar tidak tulus ingin belajar dan cari ilmu. Saya hanya ingin mengincar "keren" saja waktu itu. Dan juga tertekan dengan paradigma orang-orang dan juga pandangan orang-orang yang memandang hebat jika melihat seseorang kuliahnya dimana, bukan sebagai orangnya gimana. 

Hanya melihat "oh kamu kuliah disini, jurusan ini, IPK segini, pinter ya, hebat, bla bla bla" sementara orang-orang yang kuliah bukan di universitas bergengsi, akan dianggap rendah. Meskipun ia pintar dan berprestasi di kampusnya. Sejak awal, niat saya memang tidak tulus ingin belajar dan cari ilmu, saya hanya terpengaruh pada aturan sekitar yang mengharuskan untuk kuliah agar mengincar pujian orang. 

Hanya karena ingin mendapat pengakuan dari orang-orang membuat saya jadi tidak tulus ingin mengincar ilmu. Sehingga semua usaha yang saya lakukan, meski sudah belajar siang malam demi mengincar kampus favorit, tidak akan tercapai. Dan saya juga tidak mengukur diri saya sendiri apakah saya pantas mendapatkan itu semua. Hanya melihat orang-orang hebat di sekitar. 

Tanpa saya tahu apa yang membuat mereka layak mendapatkannya. Apalagi yang paling kesal, ada orang yang tidak belajar siang malam suntuk, ngerjain tes masuk PTN asal-asalan tapi masuk PTN favorit. Saya dulu merasa kesal melihatnya. Hanya karena faktor "hoki". Karena niat saya tidak benar-benar tulus ingin cari ilmu, akhirnya saya mendapatkan kampus yang memang hanya saya dapatkan "gengsinya" saja. 

Saya sebetulnya senang kuliah di kampus saya, tapi yang membuat saya senang bukan akademiknya, saya senang pergaulan dan juga organisasinya. Untuk akademiknya, saya betul-betul kecewa. Ternyata masih banyak kampus yang IT nya bagus walaupun bukan yang bergengsi dan kalo ditanya kuliah dimana, tidak terlalu dianggap orang-orang. 

Semester awal, saya sempat ingin pindah kampus swasta IT lain yang IT nya lebih bagus meskipun tidak bergengsi. Namun orang tua saya tidak membolehkannya. Saya juga sempat ingin pindah jurusan di kampus saya. Saya ingin pindah DKV karena jurusan dan akreditasinya sudah bagus. Namun tidak diperbolehkan karena sayang sudah bayar uang mahal. Saya diperbolehkan pindah hanya jika bisa masuk PTN lagi. 

PTN yang bergengsi. Saya pun mencoba lagi daftar masuk PTN bersama dua orang teman saya yang mereka juga ingin pindah kampus. Namun ternyata kami semua gagal. Mereka juga sama seperti saya, merasa tidak betah dengan akademik kampus dan ingin pindah PTN agar bisa mendapat akademik yang lebih baik. 

Namun karena sekali lagi niat kami bukan benar-benar ikhlas ingin cari ilmu, hanya ingin kuliah di tempat yang bagus saja, makanya tidak dikabulkan. Dan terima takdir kuliah di kampus yang kita tempati sekarang. Yang membuat kami betah adalah lingkungan pergaulannya dan juga kegiatan-kegitan kampusnya yang dapat melatih soft skill mahasiswa.

Dari situ saya belajar bahwa apa yang kita kejar, hasilnya akan sesuai dengan yang kita niatkan. Bukan berdasarkan apa yang kita bayangkan. Kadang memang ada orang yang belajar begitu keras lalu mereka mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang ia bayangkan. 

Dan niatnya juga tulus. Niat yang memang bukan karena ingin mendapatkan pujian, bukan karena ingin mendapatkan pengakuan, bukan karena menginginkan kedudukan yang tinggi agar tidak direndahkan, sesusah apapun jalannya akan ada kemudahan. 

Saya pun juga tidak menyangkal, banyak teman-teman atau kenalan saya yang tidak pernah kuliah di IT namun mereka bisa belajar IT dengan baik. Karena memiliki passion. Banyak juga yang hanya lulusan SMA, D3, dll yang IT nya lebih pintar dari saya. 

Saya tidak menyangkal itu. Karena mereka memang tulus ingin mencari ilmu dan passion mereka disitu. Ada bidang masing-masing. Ada yang pintar pemrograman, jaringan, dll. Sementara saya sendiri sudah berusaha belajar IT, namun ternyata minat saya lebih ke multimedia. 

Berbeda sekali dengan ijazah dan transkrip saya. Sangat berbeda jauh. Meskipun masih dalam ruang lingkup teknologi. Apa yang saya pelajari sekarang sama sekali tak ada hubungannya dengan kuliah saya dulu.

Tulisan ini masih bersambung ke part selanjutnya, tentang fokus tujuan hidup yang ingin saya jalani sekarang ~~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun