Mohon tunggu...
Rilin M
Rilin M Mohon Tunggu... Freelancer -

Hanya seorang gadis yang menyukai seni dalam bentuk apapun

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Ketika Karier dan Pendidikan hanya Dinilai dari Status "Ijazah" dan Gelar

9 Desember 2018   11:02 Diperbarui: 10 Desember 2018   07:38 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wahai para sahabat menulis di dunia maya atau dimanapun. Pernahkah kalian berpikir, apa pentingnya sebuah ijazah dan juga gelar? Mengapa hingga sekarang masih banyak sekali orang-orang yang hanya menilai dari status? Pandangan orang tua zaman dahulu adalah, ketika seseorang berasal dari keluarga yang miskin atau tidak berada, ketika ia bersekolah dan memperoleh gelar, karirnya dipastikan akan bagus dan pekerjaannya hebat.

Maka dari itu, orang tua sangatlah menginginkan mendidik anak-anaknya menjadi hebat dan sukses. Karena pandangan zaman dahulu, status pendidikan yang bagus akan membuat anak-anaknya tetap berada di lingkungan yang setara dan sepadan. Dan orang-orang yang kuliah berarti memiliki wawasan yang bagus dalam pendidikan. Namun sayangnya, semua hal itu hanya berlaku pada ruang lingkup zaman dahulu saja. Berbeda dengan zaman sekarang.

Mari kita bahas dulu bagaimana pendidikan pada zaman dahulu. Dulu, orang-orang yang bisa kuliah adalah orang yang terpandang. Zaman dulu, pendidikan sangat penting. Karena pendidikan dapat membuka wawasan pemikiran lebih luas. Orang yang berpendidikan akan dianggap sebagai orang terpandang karena akan memiliki masa depan yang bagus. 

Jangan heran bila dulu gelar dan ijazah dianggap sebagai sesuatu "asset" yang paling berharga. Karena dengan ini, orang bisa meninggikan derajatnya di depan orang lain yang derajatnya lebih rendah. Selain itu, gelar juga menjamin akan mendapatkan pekerjaan yang baik, bergengsi, di perusahaan ternama, dan juga kehidupan yang baik sesuai dengan levelnya. Tak jarang banyak orang tua yang selalu mengajarkan dan menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang tinggi. Berharap bisa mendapat kehidupan yang lebih layak nantinya.

Zaman dulu, orang yang berangkat kuliah adalah adalah orang-orang yang benar-benar mengejar ilmu. Saat itu, ilmu sulit untuk didapat jika bukan melalui bangku kuliah. Menghadapi dosen killer dengan benar-benar tegang. Skripsi pun benar-benar dari usaha dan kerja keras sendiri. Sangat minimalisir sekali kemungkinan terjadinya kecurangan. Dan dulu, banyak orang-orang yang kuliahnya lama sampai 8 hingga 12 tahun. Hal ini menunjukkan betapa sulitnya meraih gelar dan ijazah saat itu. Karena ilmu yang diserap benar-benar dari kuliah semua dan mencari-cari bahan kuliah pun dari buku-buku.

Selain itu, tekanan dari dosen serta lingkungan kampus yang juga memicu seseorang untuk harus belajar di kuliah. Aturan kampus, senior, dosen pun tanpa sadar mendidik perilaku mahasiswanya. Apabila ada orang yang bermalas-malasan, bisa dipastikan bahwa kuliahnya tidak lancar, dan mudah mogok sampe bertahun-tahun.

Ini menandakan betapa sulitnya meraih gelar pada zaman dahulu. Sehingga orang-orang yang berhasil meraih gelar, akan dipandang oleh banyak orang dan bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus. Biaya kuliah juga tidak semahal sekarang. Sejak dulu, orang-orang begitu senang bisa membanggakan gelar yang telah didapatnya. Tak sedikit pun orang lain dengan status pendidikan rendah akan merasa terendahkan juga.

Dikarenakan tidak memiliki gelar. Dan orang-orang yang tidak memiliki gelar dan ijazah, wawasannya akan terbatas pada lingkungan sekitarnya saja. Tidak ada kesempatan bergaul dengan yang bergelar tinggi karena perbedaan wawasan dan pola pikir. Zaman dulu, semua orang mendapatkan pendidikan secara wawasan maupun moral adalah benar-benar dari sekolah yang tinggi, dan juga didikan keluarga yang sangat mengharuskan anak-anaknya memiliki attitude yang baik.

Itu tadi adalah sekilas tentang pendidikan zaman dahulu. Yang hingga sekarang masih dipegang baik oleh para orang tua yang memegang teguh prinsip zaman dahulu. Seiring berjalannya zaman, pengaruh berkembangnya teknologi, semua ilmu yang tadinya bisa didapat di kuliah, bisa didapatkan dengan mudah melalui perkembangan internet. 

Tidak hanya itu, lingkungan pergaulan juga berpengaruh. Membangun lingkungan yang baik dan berwawasan juga akan membuka kesempatan bagi siapa saja untuk menimba ilmu. Semua itu tergantung pada diri masing-masing. Lalu apa fungsi sekolah, kuliah di zaman sekarang apabila semua ilmu bisa didapatkan dengan mudah? Fungsi sekolah adalah untuk mendidik pengembangan karakter dalam diri seseorang.

Dan juga sebagai sarana untuk memicu seseorang dalam mendapatkan ilmu. Bagi yang sulit belajar otodidak. Namun, jika ijazah sebegitu pentingnya, mengapa di zaman sekarang banyak orang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan ijazah? Sekarang ini, sekolah tak lagi dipandang sebagai suatu wadah untuk menimba ilmu dan juga pendidikan. Contoh kecilnya, setiap ada ulangan, banyak siswa menyontek tanpa pikir dahulu, jarang belajar, ketika ujian nasional banyak kecurangan dengan membeli bocoran soal ujian. 

Semua itu agar bisa lulus dengan cepat dan mendapatkan ijazah. Lalu, apa yang sebenarnya dicari di sekolah jika mendapatkan ijazah begitu mudahnya? Sejak dulu, anggapan seseorang yang memiliki ijazah dan gelar adalah sesuatu yang bernilai tinggi dan memiliki derajat yang tinggi pula. Tak heran bila seiring berkembangnya zaman, ada banyak cara untuk mendapatkan kelulusan, ijazah, dan gelar dengan cara yang agak "tricky".

Sekarang ini, apabila kita bertemu dengan orang yang memiliki gelar sarjana, itu adalah hal yang sudah wajar, dan biasa. Yang membedakan adalah kepribadian seseorang tersebut apakah menunjukkan orang yang "terdidik" atau tidak. Bisa dilihat, jika semasa sekolah ia hanya senang menyontek, jarang belajar, mencari nilai dengan cara yang tidak halal, kepribadiannya tidak akan terdidik dengan baik. 

Hal itu berlaku saat di dunia kerja nanti, ia akan terbiasa melakukan kecurangan, karena sejak sekolah kepribadiannya tidak terdidik dengan baik. Namun hal tersebut bisa dengan mudahnya tertutupi dengan status "gelar" yang ia miliki. Orang-orang tidak akan melihat dirinya yang buruk selama hal tersebut bisa ditutupi dengan statusnya yang dianggap "baik" di mata masyarakat.

Lalu bagaimana dengan yang tidak memiliki gelar dan ijazah? Apakah kesempatan untuk menimba ilmu dan pendidikan hanya berbataskan pada orang-orang yang bisa bersekolah saja? Sejak dulu hingga sekarang, biaya untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi tergolong mahal. Sehingga masyarakat dari kalangan menengah ke bawah tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Ilmu dan wawasan pun terbatas hanya diketahui pada lingkungan sekitarnya saja. Namun, jika kita berbicara mengenai "wawasan", ada ilmu yang hanya bisa didapatkan di kuliah tertentu, namun ada juga ilmu lain yang bisa didapatkan di luar kuliah tetapi jenis ilmunya "sama".

Di kuliahan, ilmu yang diajarkan oleh dosen hanya sebatas pada "textbook" dan juga slide materi yang disampaikan saja. Selebihnya, mahasiswa dituntut untuk mencari dan mengembangkan ilmunya masing-masing. Ada banyak tipe mahasiswa dalam belajar, ada yang mendapatkan ilmu sebatas dari yang diberikan saat kuliah saja. Ada yang benar-benar berusaha meng-explore ilmu lebih luas lagi. Orang-orang yang  tidak berkesempatan berkuliah untuk mendapat pendidikan yang tinggi, juga bisa berkesempatan untuk menggali ilmu-ilmu tersebut lebih dalam. Karena ilmu tidak hanya sebatas pada perkuliahan saja.

Lalu, pada sekolah dan kuliah juga terdapat pendidikan moral. Namun lagi-lagi hal ini tergantung pada diri masing-masing seseorang. Ada yang pergi kuliah tidak berusaha bergaul dengan dan memperluas koneksi sehingga hanya terbatas pada pembelajaran "textbook" dari dosen, lalu pulang lagi. Ada yang benar-benar mengikuti organisasi ini itu untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Di luar dunia perkuliahan, hal tersebut juga masih bisa dipelajari. Caranya dengan tetap berusaha memperluas pergaulan dan juga memperbanyak koneksi dengan orang-orang berwawasan luas, dengan begitu, pendidikan "moral" tetap akan didapatkan.

Di zaman sekarang ini, bukanlah hal yang tidak mungkin jika kita bertemu dengan orang-orang yang memiliki gelar tinggi, pendidikan tinggi, namun attitude nya masih jelek, dan juga wawasannya terbatas. Ada juga orang yang tidak memiliki ijazah dan juga gelar yang tinggi namun wawasannya lebih luas dan attitude yang lebih bagus. Setidaknya tidak dinilai curang dalam bekerja maupun dalam meraih ilmu. Ada juga yang memang gelar bagus, pendidikan bagus, dengan wawasan yang bagus dan meluas pula.

Ada yang memang tidak berpendidikan tinggi dan wawasannya hanya sebatas itu-itu saja. Semua itu tergantung pada diri seseorang masing-masing. Bukanlah menjadi sebuah batasan untuk meraih dan belajar ilmu hanya karena tidak bisa menduduki kursi pada jenjang pendidikan tinggi. Ilmu bisa dipelajari dimana saja.

Dan bukanlah menjadi sebuah batasan pula jika seseorang tidak menjadi sukses dalam memiliki karir yang bagus hanya karena tidak memiliki sertifikat di atas kertas. Saat ini, di Indonesia mungkin masih agak sulit untuk menerima seseorang yang memiliki keahlian setara dengan yang berpendidikan tinggi namun tidak ada bukti hitam di atas putih. Karena orang-orang yang seperti ini masih tergolong sedikit, dan juga kesulitan untuk membuktikan kemampuannya. Namun seiring berkembangnya zaman, pemahaman seperti ini perlahan akan semakin bergeser. Generasi kita akan menjadi generasi yang akan mendobrak itu semua.

Karena, jika kita dapat memanfaatkan lingkungan, koneksi, dan juga wawasan dengan baik, kita bisa meraih kesuksesan tanpa harus dipandang sebelah mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun