Ada banyak cara untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang tetap mencerminkan rasa nasionalisme salah satunya kegiatan napak tilas, kegiatan ini dalam bentuk jalan kaki menapaki tiap-tiap etape yang ada, biasanya merefleksikan perjuangan pahlawan demi kemerdekaan Indonesia, disamping itu esensi dari napak tilas antara lain menghayati bagaimana masa perjuangan masa-masa sulit, para pahlawan berpeluh bergerilya menelusuri hutan, melawan para penjajah, adanya harapan untuk Merdeka di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Serta dapat menggugah generasi muda kita untuk tetap mengingat perjuangan pahlawan dan senantiasa melakukan hal yang selaras bahwa keberhasilan itu tidak mudah, penuh keringat tetesan air mata dan berdarah-darah. Meskipun kami menyadari saat ini metode perjuangan telah berganti, untuk apa? dan mengapa perjuangan itu perlu? namun tetap pada inti mengobarkan estafet Pancasila pada kehidupan yang kompleks seperti sekarang.
Pada kegiatan napak tilas 2013 lalu, yang diadakan oleh rekan-rekan Mapala Mahapala Bumiayu Kabupaten Brebes, terdapat tiga etape yakni etape pertama di daerah Cilongok Kabupaten Banyumas, Krajan Kabupaten Banyumas dan Paguyangan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Sepanjang perjalanan ini memerlukan panjang rute yakni lebih kurang puluhan kilometer, dengan lama perjalanan 3 hari 3 malam, 72 jam 1440 menit dengan ratusan peserta kegiatan ini mulai dari anak-anak usia balita, remaja, dewasa sampai lanjut usia bahkan diantara peserta ada yang pernah hidup dizaman penjajahan dulu, tentu keutamaannya adalah menghayati setiap jengkal perjalanan gerilya perjuangan para pahlawan yang gugur demi mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
Padahal bentang negeri kita sangatlah luas ada banyak pulau, laut, gunung dan pantai yang indah. Lalu apa tujuan dari Napak Tilas khsususnya Perjuangan? dan apa yang menjadi faedah dari Napak Tilas tersebut? yang pasti estafet dari generasi ke generasi mempertahankan semangat nasionalisme ber-ke-indonesia-an terus kita jalankan.
Kamis, 6 Juni 2013 pukul 7 pagi, Setelah semalaman mengurus registrasi dan menginap dirumah warga, sekumpulan peserta di berbaris dilapangan untuk memulai perjalanan di sebuah lapangan desa Gunung Lurah, Cilongok Kabupaten Banyumas, tak hentinya suasana pagi membuat saya dan teman-teman menghimpun semangat untuk berjalan jauh, acara itu secara simbolis dilepas oleh perwakilan Dinas Pemerintah setempat, perjalanan pun dimulai kami melewati tapak-tapak jalan desa, kebun warga sampai pinggiran hutan khas sebelah barat lereng Gunung Slamet.
Hujan deras turun pada pukul 2 siang seolah mengajak rombongan kami untuk berbasah-basahan, hinga sebelum akhirnya sampai di sebuah wisata alam Curug Cipendok, kami isitirahat sejenak dan berfoto bersama, hingga pukul 5 sore tibalah saya dan teman-teman di pos etape I memutuskan istirahat sambil ganti pakaian karena setelah basah kuyub, suasana dingin berkabut terasa hangat saat membaur dengan warga di kecamatan yang memiliki luas wilayah 105.34 km ini, sambil bermalam dan bertemu dengan tim peserta lain, malam itu juga suasana menjadi cair lewat canda tawa antar peserta.
Jumat, 7 juni 2013 pukul 7 pagi, setelah sarapan tim berpamitan dengan warga setempat untuk melanjutkan ke etape II, hmm, sungguh beliau ini warga yang ramah dan panitia yang koordinatif, betapa tidak senyum sapa mengiringi sejenak istirahat kami dirumah warga.
Kemudian melewati jalanan desa perbatasan Banyumas dengan Brebes semakin setapak dan terjal, hutan pinus dan pematang sawah berbukit kembali menyambut model perjalanan, saya melihat dengan teman-teman banyak peserta terlihat sakit lecet-lecet bagian jari-jari kaki mereka yang memakai sepatu, ada juga yang tempo perjalanan melambat, akhirnya sandal pun jadi alternatif untuk bisa melanjutkan perjalanan.
Para peserta nampak mulai lelah termasuk saya, bekali-kali mengambil air mineral yang ada di tas punggung, kadang diselingi guyon santai untuk menjaga suasana agar tetap segar dan sumringah, hingga sore hari mendung menyelimuti, tim harus sampai di etape II sebelum pukul 6 petang, sebab jika hari gelap jalur dan arah tidak kelihatan yang bisa menjadikan kesalahan dalam melwati jalur dan malam pun tiba kemudian kami memilih saat untuk kembali beristirahat bersama warga sekitar.
Sabtu pagi, 8 juni 2013, setelah semalam tertidur pulas karena capek, saya bergegas bangun dan mengecek kondisi tubuh bersama teman-teman tim tak ketinggalan barang-barang beharga kami etape terakhir adalah tujuan kami saat ini untuk menyelesaikan misi napak tilas ini, setelah melewati setapak, hutan dan jalan ber-aspal desa-demi desa kecamatan demi kecamatan pun saya bersama teman-teman tim lewati.
Yang menarik perjalanan itu adalah peserta terlibat pengalaman langsung menapaki jalan demi jalan, banyak yang merasa capek, ada yang kakinya lecet karena tiga hari mengenakan sepatu trek, sebagian lagi dengkulnya sakit karena terpeleset di medan yang licin, melewati sungai yang penuh wadas, area persawahan dan pinggiran hutan bagian barat lereng Gunung Slamet, tidak jauh seperti mendaki gunung hanya saja perjalanan ini menuntut landai dan jauh serta makna penghayatan.
Namun pengalaman itu membuat kami sebagai dan panitia berfikir bagaimana zaman dahulu mereka bergerilya masuk keluar hutan, oh, sungguh tidak ada fasilitas makan, isitirahat di rumah warga karena warga dahulu adalah semuanya berjuang melawan penjajah, hujan petir dan rasa sakit tentu mereka rasakan seiring perjalanan. Tuhan semoga perjuangan para pendahulu diridhai dijalan-Mu dan sebagai pelajaran hikmah bagi kami generasi saat ini.
Kembali ke kegiatan, hingga tiba waktu menujukkan pukul 5 sore panitia terlihat bergegas dengan alat komunikasinya mulai mengatur barisan demi barisan peserta yang ter-cecer yang tidak beraturan dan mengkondisikan jalur yang akan dilalui dengan panitia pusat di garis finish, hujan mengiringi langkah kami saat itu, hari pun mulai gelap suasana dingin bercampur lapar akhirnya rombongan demi rombongan sampai di garis finish sambil beristirahat.
Di sebuah kantor balai desa di Paguyangan Kabupaten Brebes, akhirnya saya dan para peserta istirahat dan makan malam bersama panitia, rasa capek dan penuh perjuangan sudah kami lewati pada misi napak tilas tersebut. Di kecamatan dengan jumlah penduduk 97.923 jiwa ini menjadi pos terakhir proses napak tilas, disusul upacara penutupan dan diiringi nyanyian Indonesia Raya dan Doa, hati ini merenung sungguh perjuangan para pahlawan terdahulu tidak sia-sia mereka mati-matian membela negara ini, sampai pada era saat ini semua telah berlalu ditelan waktu namun esensi tetap kita pegang, semangat perjuangan yang layak dilanjutkan, estafet perjuangan negeri ini tidaklah mudah tantang generasi muda.
Sampai di penghujung acara selesai kami mendapatkan pengetahuan baru bahwa bagi kami anak muda berjiwa nasionalisme itu perlu, jujur, serta rendah hati dalam menerima tantangan tentu kita memahaminya sekarang era sudah beganti, yang ada tetap berlaku sesuai bidang kita masing-masing menyesuaikan kondisi zaman yang ada dan memastikan perjuangan yang segalanya dapat terukur pada diri kita.
Kita sebagai insan muda Indonesia, meskipun segalanya berubah, banyak individu mengatasnamakan putra bangsa yang serakah, korupsi, kebijakan pembangunan negeri yang tidak merata, perjuangan luhurmu kini kian dilupakan, Pancasila yang kian luntur hanya sebagai simbol saja. Malam semakin larut di sebuah meja kecil sambil duduk menyeruput kopi aku dan teman-teman malam itu bersiap bergegas, dalam batin semoga saat ini dan hari esok “tetep eling maring sesepuh Bangsa” sebagai bangsa kita yang besar tentu kita ingin segala sesuatu kedepan lebih baik, namun menjadi pertanyaan, mampukah saat ini sikap kita mencerminkan kearah perbaikan?, Indonesia bagaimanapun ada pada keputusan tindakan diri kita.
Wonopringgo, Desember 2016,
Demikian Semoga Bermanfaat, Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H