Sabtu pagi, 8 juni 2013, setelah semalam tertidur pulas karena capek, saya bergegas bangun dan mengecek kondisi tubuh bersama teman-teman tim tak ketinggalan barang-barang beharga kami etape terakhir adalah tujuan kami saat ini untuk menyelesaikan misi napak tilas ini, setelah melewati setapak, hutan dan jalan ber-aspal desa-demi desa kecamatan demi kecamatan pun saya bersama teman-teman tim lewati.
Yang menarik perjalanan itu adalah peserta terlibat pengalaman langsung menapaki jalan demi jalan, banyak yang merasa capek, ada yang kakinya lecet karena tiga hari mengenakan sepatu trek, sebagian lagi dengkulnya sakit karena terpeleset di medan yang licin, melewati sungai yang penuh wadas, area persawahan dan pinggiran hutan bagian barat lereng Gunung Slamet, tidak jauh seperti mendaki gunung hanya saja perjalanan ini menuntut landai dan jauh serta makna penghayatan.
Namun pengalaman itu membuat kami sebagai dan panitia berfikir bagaimana zaman dahulu mereka bergerilya masuk keluar hutan, oh, sungguh tidak ada fasilitas makan, isitirahat di rumah warga karena warga dahulu adalah semuanya berjuang melawan penjajah, hujan petir dan rasa sakit tentu mereka rasakan seiring perjalanan. Tuhan semoga perjuangan para pendahulu diridhai dijalan-Mu dan sebagai pelajaran hikmah bagi kami generasi saat ini.
Kembali ke kegiatan, hingga tiba waktu menujukkan pukul 5 sore panitia terlihat bergegas dengan alat komunikasinya mulai mengatur barisan demi barisan peserta yang ter-cecer yang tidak beraturan dan mengkondisikan jalur yang akan dilalui dengan panitia pusat di garis finish, hujan mengiringi langkah kami saat itu, hari pun mulai gelap suasana dingin bercampur lapar akhirnya rombongan demi rombongan sampai di garis finish sambil beristirahat.
Di sebuah kantor balai desa di Paguyangan Kabupaten Brebes, akhirnya saya dan para peserta istirahat dan makan malam bersama panitia, rasa capek dan penuh perjuangan sudah kami lewati pada misi napak tilas tersebut. Di kecamatan dengan jumlah penduduk 97.923 jiwa ini menjadi pos terakhir proses napak tilas, disusul upacara penutupan dan diiringi nyanyian Indonesia Raya dan Doa, hati ini merenung sungguh perjuangan para pahlawan terdahulu tidak sia-sia mereka mati-matian membela negara ini, sampai pada era saat ini semua telah berlalu ditelan waktu namun esensi tetap kita pegang, semangat perjuangan yang layak dilanjutkan, estafet perjuangan negeri ini tidaklah mudah tantang generasi muda.
Sampai di penghujung acara selesai kami mendapatkan pengetahuan baru bahwa bagi kami anak muda berjiwa nasionalisme itu perlu, jujur, serta rendah hati dalam menerima tantangan tentu kita memahaminya sekarang era sudah beganti, yang ada tetap berlaku sesuai bidang kita masing-masing menyesuaikan kondisi zaman yang ada dan memastikan perjuangan yang segalanya dapat terukur pada diri kita.
Kita sebagai insan muda Indonesia, meskipun segalanya berubah, banyak individu mengatasnamakan putra bangsa yang serakah, korupsi, kebijakan pembangunan negeri yang tidak merata, perjuangan luhurmu kini kian dilupakan, Pancasila yang kian luntur hanya sebagai simbol saja. Malam semakin larut di sebuah meja kecil sambil duduk menyeruput kopi aku dan teman-teman malam itu bersiap bergegas, dalam batin semoga saat ini dan hari esok “tetep eling maring sesepuh Bangsa” sebagai bangsa kita yang besar tentu kita ingin segala sesuatu kedepan lebih baik, namun menjadi pertanyaan, mampukah saat ini sikap kita mencerminkan kearah perbaikan?, Indonesia bagaimanapun ada pada keputusan tindakan diri kita.
Wonopringgo, Desember 2016,
Demikian Semoga Bermanfaat, Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H