Mohon tunggu...
Wildan Muqorrobin
Wildan Muqorrobin Mohon Tunggu... -

@wildanmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sikap Menghargai yang semakin Mahal Harganya

13 Desember 2016   20:35 Diperbarui: 14 Desember 2016   11:36 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fair, sportif dan junjung tinggi keberagaman | Sumber: businessnewsdaily.com

Ketika sedang melakukan tugas,  pernahkah kita mendengar atau terlibat percakapan :

"Kamu ini bagaimana, sudah saya ingatkan masih aja seperti itu."

"Kok begini, ganti sajalah terserah kamu!"

“Tidak, pokoknya ini harus dapat terlaksana dan saya tidak mau tahu!"

Atau kata-kata seperti ini :

"Kita hanya punya sedikit waktu, kita harus cermat mengambil keputusan ini secara akurat."

"Saya setuju usulan anda, namun anda harus pikirkan dampak yang terjadi bila kita ambil jalur itu, mari kita buat rencana cadangan."

"Kamu yakin ini bekerja, apakah sudah saling mengkomunikasikan perubahan baru ini kepada unit lain, bagaimana responnya, kalau tidak maka program kita akan gagal terlaksana."

Ucapan itu  mungkin pernah sebagian kita mengalaminya, baik dalam dunia kerja, organisasi maupun didalam lingkup dasar yaitu keluarga dirumah. Apakah kita mau menerimanya atas konsekuensi  perlakuan kita dan benarkah   semua sistem kinerja semua seperti itu, lantas untuk apa kita melakukan tugas sendiri-sendiri kalau bisa dilakukan bersama, atau sebaliknya. Lalu aspek apa saja dan seberapa penting kita menyumpah karena keadaan, melampiaskan kecewa kepada rekan bahkan saudara kita sendiri karena suatu alasan,  tensi emosional yang kian memuncak sewaktu-waktu bisa jadi kita keliru mengelola ego dalam diri kita, sebagai makhluk tidak sempurna, emosi merupakan bagian anugerah yang manusiawi, tapi bagaimana kalau orang  dikit-dikit emosian, huh.

Sebagai contoh pada kasus  proses hubungan didalam organisasi menurut pengalaman yang ada rata-rata kita bekerja sendiri-sendiri ada arahan namun kadang kurang jelas, padahal pasti kita sebagai manusia utuh  dengan akal dan budi pekerti satu paket yang nampak pada fisik diri kita, ketika ada tugas dan tanggungjawab suatu unit operasional bekerja sendiri-sendiri, pengawasan yang minim, menerima informasi yang tidak valid dan tidak segera memastikannya ke bagian yang bersangkutan, acuh terhadap jumlah dan kualitas maka mengakibatkan tidak sesuai dengan rencana yang sudah dicanangkan dan tidak berbanding lurus dengan harapan dan hasilnya apa yang terjadi, kita begitu perlu pengarah, mengevaluasi tugas yang sudah-sudah, individu yang saling mendorong kedalam ranah perubahan lebih baik,  bukan bertambah buruk meskipun situasi semakin sulit seperti sekarang ini. 

Kembali pada lingkup kerja organisasi, bahwa pasti ada tatanan aturan, level posisi dan seabrek kompleksitas urusan tugas dari berbagai karakter individu yang tidak mungkin saya tuliskan secara terperinci, kita bisa melakukan langkah sederhana yaitu membuka hati dan pikiran melalui itikad baik  semata-mata menjalani tugas adalah kemauan nurani.  Sebab tidak ada yang bisa membaca keadan hati atau pikiran kita saat kali pertama bertemu di kantor, di lapangan atau saling bertegur sapa dijalanan, meskipun kita saling melempar senyum. Yang ada pikiran kita sendiri hanyalah berisi alur tugas-tugas yang sudah atau akan dikerjakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun