Mohon tunggu...
Qorish Muqoddas
Qorish Muqoddas Mohon Tunggu... -

Nama : Mush'ab Muqoddas Eka Purnomo (panggilan Qorish) Lahir : Surabaya 18 Juni 1989 Alamat di Indonesia Sukolilo Kenjeran 7/19 Surabaya 031 382 1722 Mahasiswa Indonesia Universitas Al-Azhar Kairo Mesir Jur. Sejarah dan Peradaban Fakultas Bahasa Arab\r\n\r\nPendidikan : TK ABA 19 Surabaya (TPA Al-Manar Mulyosari Surabaya), SD Muhammadiyah 8 Sutorejo Surabaya, SD Muhammadiyah Jogodayoh Bantul DIY (Pondok Pesantren Asy-Syifa'), SD Muhammadiyah 9 Kenjeran Surabaya (dan TPA Al-Muttaqien Komplek TNI AL Kenjeran Surabaya), Mts. Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Ma'had Bu'uts Islamiyyah Al-Azhar Kairo Mesir\r\n\r\nOrganisasi : Dept. Da'wah IRM Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarya (03-04), Sekretaris Redaksi Suara Pelajar Indonesia Ma'had Bu'uts Al-Azhar Mesir (05-06), Depdagri DPP PPMI Mesir, Dept. Penerbitan dan Pustaka Gamajatim Mesir (06-07), Koordinator Tim Pendaftaran KPP Maba PPMI Mesir (07-08), SC KPP Maba PPMI Mesir (08-09), Dewan Konsultatif Senat Mahasiswa Fakultas Bahasa Arab Mesir (09-10)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Muhammadiyah dan NU, Dua Madzhab Wali Songo, untuk Umat dan Bangsa

19 Juli 2010   16:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:45 3604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

bagi para kompasianer mohon jangan kaget karena kaos yang saya pakai bertuliskan Gus Dur : Gitu ja Kok Repot (1949-2009) padahal dalam profil saya tertera seluruh sekolah saya adalah sekolah Muhammadiyah dari TK, SD (3 SD) dan bahkan SMP saya di Sekolah Kader Muhammadiyah yang didirikan langsung oleh KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. seiring perkembangan zaman, kedua ormas ini memang memiliki persamaan dan juga perbedaan, akan tetapi mengawal jalannya bangsa Indonesiasejak awal berdiri, karena para pendiri bangsa tidak lain adalah murid dari KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'arie.

jika diurutkan silsilah kedua ulama tersebut, maka beliau berdua akan bertemu pada Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. KH Ahmad Dahlan dari Maulana Ainul Yakin (Sunan Giri) anak Maulana Ishak dan KH Hasyim Asy'arie dari Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang, Guru Sunan Kalijaga) anak Raden Rahmatullah (Sunan Ampel). adapun perbedaan dari kedua ormas tersebut sebenarnya jika diurutkan bersambung pada perbedaan antara Kelompok Sunan Giri (Giri Kedaton) dan Kelompok Sunan Kalijaga, bersama guru beliau Sunan Bonang (Kesultanan Demak), dalam penyebaran agama Islam. Giri Kedaton menyebarkan sayap di kawasan pantai Jawa dan bahkan kawasan Timur Nusantara. maka tidak heran jika Sultan Hasanuddin (Ayam Jantan dari Timur) adalah murid dari Sunan Giri (Paus dari Timur).

sedangkan Kasultanan Demak menyebarkan kawasan pedalaman Jawa dan menggelar pemerintahan, walaupun Giri Kedaton hanya sebatas pondok pesantren akan tetapi tunduk pada Kasultanan Demak seperti hanlnya Kasunanan Cirebon, bahkan dihormati karena Raden Fatah adalah murid Sunan Ampel. bahkan, ketika Kerajaan Mataram, Giri Kedaton pun tunduk, demi persatuan umat. ketika Perang Salib Nusantara (datangnya kolonial Eropa), upaya memecah belah bangsa tidak semudah itu dilakukan karena kuatnya persatuan dan kesatuan Iman dan Islam Umat Islam Nusantara.

tentang da'wah, dapat dikatakan kedua madzhab sama-sama melakukan pendekatan budaya kepada masyarakat, sehingga melebur dengan baik. adapun cerita-verita bahwa kelompok Sunan Kalijaga melakukan tindakan syirik, sebenarnya itu hanya merupakan jalan saja, bukan tujuan. akan tetapi penggunaan jalan sudah tepat sesuai zamannya dan bahkan telah merubah tujuan asal dari syirik kepada tauhid, jika kita cermati dari arsitektur tata kota kraton Jogjakrta dari tugu dampai pendopo di Bantul, yang melambangkan Keesaan Tuhan dan Kebersamaan Manusia dalam menjalani hidup. sedangkan kelompok Sunan Giri mengajarkan kemurnian tauhid tanpa mencampuradukkan ritual agama yang dibangun oleh masyarakat sebalum Da'wah Islam.

ketika zaman kemerdekaan, kedua madzhab wali songo tersebut termanifestasikan oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang jika diurutkan juga, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'arie pernah satu kamar di salah satu pesantren di Jawa Tengah. dan bahkan kedua ormas (Muhammadiyah dan NU) sama-sama bersatu dalam menyusun dan manjaga bangsa Indonesia sejak lahirnya sampai sekarang walaupun dilanda arus revolusi dan reformasi serta berbagai krisis, dari kerisis politik, ekonomi, moral dan pemikiran. di tengah porak-porandanya bangsa Indonesia ini, masih ada Muhammadiyah dan NU serta berbagai ormas Islam lainnya seperti Persis, Al-Washliyah, Nadhatul Wathan dan lain sebagainya, bersinergi menjaga moralitas dan persatuan bangsa Indonesia.

ketika Pak Din syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah) berbicara di Kairo, pernah menyentil adanya 'pernikaha' antara orang Muhammadiyah dan NU sehingga kedua organisasi tetap akur. bisa dicontohkan adalah Bapak Jusuf Kalla yang tenryata ibu beliau adalah bendahara 'Aisyiyah (Organisasi Otonom Muhammadiyah untuk Ibu-ibu) dan ayah beliau adalah tokoh NU, akan tetapi tetap akur walaupun pada zaman Orde Baru, bahkan sejak Orde Lama, Muhammadiyah dan NU dibenturkan perbedaan soal Qunut, Penetapan Puasa, bahkan ritual-ritual lainnya. akan tetapi berjalan harmonis dan saling menghormati dan mencintai.

berbagai permasalahan umat dan bangsa saat ini memang dapat dikatakan kompleks dari masalah pemahaman agama yang terlalu dibeda-bedakan, perbedaan agama-agama yang terlalu disama-samakan, kepentingan politik pragmatis, terorisme, human traficking, kemiskinan, kebodohan dan lain sebagainya yang jika diurut sutradaranya adalah Tangan Setan yang menggoda nafsu manusia agar kenyang dan tertawa, sehingga lupa bahwa hidup ini singkat dan dilalui bersama-sama.

melihat kondisi bangsa yang sedemikian rupa, maka peran Muhammadiyah dan NU serta seluruh Ormas Islam di tanah air harus bergerak mempersiapkan kader-kader terbaik untuk masa depan sembari memperbaiki yang sudah ada. sehingga kita dapat menatap jalan lurus masa depan bangsa yang lebih cerah dan lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun