Ilmu Kalam mempunyai ciri khas yang terletak pada aspek rasionalitas dan logika. Karena kata "kalam" sendiri memang dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata Yunani "logos" yang secara harfiah berarti "pembicaraan".Â
Selain itu, dalam studi klasik pemikiran keislaman, Ilmu Kalam mempunyai banyak penyebutan, di antaranya Ilm Al-Aqa'id (Ilmu Akidah-akidah, yakni Simpul-simpul (Kepercayaan)), Ilm al-Tawhid (Ilmu tentang ke-maha esaan Tuhan), dan Ilm Ushul al-Din (Ilmu Ushuluddin, Ilmu Pokok-pokok Agama). Dari situ kemudian Ilmu Kalam dianggap menempati posisi yang cukup terhormat dalam tradisi keilmuan Muslim.Â
Kembali pada peristilahan logika atau logos, dalam bahasa Arab, berarti manthiq, sehingga ilmu logika dalam Islam, khususnya logika formal atau silogisme Aristoteles dinamakan Ilmu Mantiq (Ilm al-Manthiq).Â
Dari penjelasan itu dapat dimaknai bahwa Ilmu Kalam sangat erat kaitannya dengan Ilmu Manthiq atau Ilmu Logika. Ilmu itu mulai dikenal orang-orang Muslim Arab setelah mereka berhasil menaklukkan daerah-daerah yang berlatar belakang peradaban Yunani dan dunia pemikiran Yunani (Hellenisme).Â
Daerah-daerah itu ialah Syria, Irak, Mesir dan Anatolia, dengan pusat-pusat Hellenisme yang giat seperti Damaskus, Atiokia, Harran, dan Aleksandria.
Jika dalam Ilmu Fiqhi berorientasi pada hukum, maka Ilmu Kalam mengarahkan pembahasannya pada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai variasinya. Oleh sebab itu, tidak sedikit ahli yang menghendaki pengertian yang lebih persis dalam menerjemahkan Ilmu Kalam sebagai Teologi Dialektis atau Teologi Rasional.Â
Mereka melihatnya sebagai suatu disiplin yang sangat khas Islam. Ilmu Kalam pada posisi kajiannya kemudian dianggap menjadi tumpuan pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok dalam ajaran agama Islam, yaitu simpul-simpul kepercayaan, masalah ke-maha esaan Tuhan, dan pokok-pokok ajaran agama.
Namun di sisi lain, disiplin Ilmu Kalam dianggap memiliki sisi kontroversial mengenai isi, metodologi, maupun klaim-klaimnya di samping anggapan berkaitan secara tidak langsung dengan pembunuhan Khalifah ke-III dalam islam Khalifah Utsman bin Affan yang dikenal sebagai fitnah besar dalam islam (al-Fitnat al-Kubra).
Ibnu Taymiah pernah mengatakan bahwa Ilmu Kalam merupakan keahlian khusus kaum Mu'tazilah karena menurutnya, keahlian dengan pemikiran rasionalitas hanya dimiliki oleh mereka yang berpaham Qadariyah. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, Ilmu Kalam tidak lagi identik dengan kaum Mu'tazilah karena andil besar seorang sarjana dari kota Bashrah di Irak. Dia adalah Abu al-Hasan al_Asy'ari. Dalam perkembangannya, Al_Asy'ari berhasil membawa dan memenagkan pemikirannya dalam pergumulan pemikiran yang kemudian paham Asyariyah itu menjadi standar pemikiran Sunni dalam aqidah. Hal ini terutama ketika lahirnya Imam Al-Ghazali sebagai tonggak konsolidasi paham sunni paling akhir. Meskipun begitu, metodologi juga epistemologi Asy'ari tetap banyak dikecam oleh kaum Hanbali.
Ilmu Tasawuf (Al_Tasawwuf)
Pada awalnya, Tasawuf selalu identik dengan gerakan oposisi terhadap pemerintahan kaum Umawi di Damaskus. Mereka beroposisi dengan kaum Umawi sebab mereka beranggapan bahwa pemerintah telah lari dari keadilan dimana orang-orang Arab Syiria selalu didahulukan. Selain itu ada pula anggapan bahwa kaum Umawi kurang religius.