Mohon tunggu...
Muqaddim Karim
Muqaddim Karim Mohon Tunggu... Freelancer - Direktur Kaukus Politik dan Demokrasi

Menuju manusia yang manusia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Membangun Desa dengan Pancasila

11 Mei 2020   14:02 Diperbarui: 11 Mei 2020   14:21 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sinilah noktah terpenting untuk menjaga dan membela Pancasila dalan konteks pembangunan desa. Afirmasi terhadap pembangunan mesti diletakkan sebagai usaha menegakkan Pancasila sampai ke akarnya, yang kemudian tumbuh menjadi batang dan ranting kokoh pada setiap lini pembangunan nasional.

Berbicara desa berbicara adat, berbicara spritualitas, berbicara gotong royong bahkan berbicara desa berbicara mistik. Noktah-noktah ini menjadi pangkal tolak dari pembahasaan mengenai pembangunan pedesaan.

Dalam banyak segi, desa dihidupi oleh kekuatan spiritualitas. Ritual keagamaan menjadi tradisi bahkan kemudian menjadi budaya dan menghidupi gerak masyarakat. Jika harus disandingkan dengan Pancasila maka kita akan menemuinya pada sila pertama Pancasila "Ketuhanan yang Maha Esa", dimana kehidupan sosial berjalan dalam prinsip ketuhanan yang kuat. 

Secara psikologi, modal itulah yang membuat desa tidak mudah tercerabut dalam kemalangan penyakit materialitas karena dijaga oleh moralitas agama. Walaupun pada kenyataannya, semakin ke sini, budaya tersebut mulai diotak atik secara perlahan.

Kaitannya dengan pembangunan, bahwa "Ketuhanan yang Maha Esa" adalah akar tunjang pembangunan yang tak meletakkan materialitas sebagai usaha pencapaian puncak tujuan. Prinsip ini meyakini sumber pembangunan adalah spiritualitas. Agama sebagai sumber spiritualitas dan moralitas menjadi daya dorong manusia berpikir, berucap dan bertindak. 

Tuhan bersemayam dalam kalbu dan menjadi pandu atas setiap niat dan perbuatan yang akan dikerjakan. Dengan begitu negara tidak perlu menjadikan agama sebagai asas kenegaraan formal karena selain kondisi sosial-politik nasional yang beragam, juga spiritualitas sudah menjadi bintik permanen yang mendorong gerak masyarakat sejak zaman dahulu.

Ciri kehidupan pedesaan lainnya adalah gotong royong. Eratnya ikatan persaudaraan yang hidup dalam masyarakat desa yang sudah berlangsung lama termanisfestasi dalam budaya gotong royong. Gotong royong merupakan salah satu kata yang selalu diucapkan bung Karno. Bahkan suatu ketika saat bung Karno diminta memeras Pancasila menjadi Ekasila, hasilnya ialah ia menyampaikan kata "gotong royong". Inilah yang menjadi titik tolak sila "Persatuan Indonesia".

Gotong royong sampai saat ini masih menggaung di desa-desa meskipun sudah mulai terkikis secara perlahan oleh sistem persaingan individu yang kian bengis. Nah, inilah yang harus diselamatkan karena modal sosial ini adalah sumber keabadian bangsa.

Kembali ke Pancasila, berbagai problematika kolektif bangsa yang menghambat pembangunan berkisar pada pusaran minimnya pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila yang notabene sejalan dengan nilai-nilai agama manapun di Indonesia. Kemerosotan moral yang terjadi di hampir semua segmen sosial menyebabkan pembanguanan di semua lini melempem. 

Parahnya lagi kemerosotan moral tersebut mulai menjalar ke pedesaan. Hasil pembangunan yang kerap dicemaskan berupa pertumbuhan menghasilkan peminggiran, pelaku ekonomi yang satu tumbuh yang lainnya mati, serta praktik pembangunan bukan merangkul malainkan memisahkan justru sedang terjadi.

Akhir kalimat, pembangunan nasional mestinya dibangun atas dasar Pancasila serta memprioritaskan pembangunan daerah dan menurunkan Pancasila membangun desa. Sosialisasi 4 pilar yang di dalamnya ada Pancasila harus tepat sasaran. Pancasila harus diturunkan ke pedesaan secara lebih agresif karena berbagai karakteristik masyarakat Indonesia ada di dalam tubuh Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun