Muqaddim Karim - Direktur Kaukus dan Demokrasi
JAKARTA -Menurut Hacker dan Dick, demokrasi digital merupakan sebuah upaya untuk mengimplementasikan konsep demokrasi tanpa terkungkung oleh limitasi waktu, ruang dan kondisi fisik lainnya. Defenisi ini memberikan keterangan yang jelas bahwa kemajuan teknologi informasi telah merambah jauh ke hampir semua sisi kehidupan. Termasuk politik dalam hal ini demokrasi.
Sebelum memulai pembahasan lebih lanjut, kita perlu melihat kembali ke belakang. Alfin Toffler pernah menerbitkan karyanya  yang diberi judul "Future Shock". Karyanya itu diterbitkan pada tahun 1970, jadi sekitar 49 tahun lalu. Ia mengatakan bahwa banyak orang yang tersentak dan tersadarkan akan perkembangan teknologi yang sangat cepat.
Prediksi Alfin Toffler itu menjadi kenyataan dan sekarang kita telah rasakan. Kehidupan manusia saat ini seolah tidak menafikan kenyataan bahwa manusia yang hidup pada generasi ini adalah manusia informasi, manuisa cyber, manusia online dan lain-lain.
Arus informasi yang tidak terbatas itu menjadi alasan utamanya. Namun, dalam kehidupan serba online itu, isu demokrasi menjadi menarik untuk dibahas dalam kacamata partisipasi politik.
Teknologi informasi yang ada membawa sifat yang terbuka dan interaktif. Hal ini sejalan dengan prinsip demokrasi yang terbuka dan menginginkan adanya interaktif pula. Tidak heran jika teknologi informasi ini berdampak langsung terhadap meningkatnya partisipasi politik warga negara. Pemanfaatan teknologi informasi ini terutama media sosial, memberikan satu gambaran demokrasi baru.
Demokrasi yang didukung oleh media sosial dalam mendorong warga negara untuk aktif dengan lebih efisien dalam memberikan pandangannya. Wajah baru demokrasi ini kemudian diberi nama "cyberdemocracy". Demokrasi ruang maya, atau lebih popular lagi dengan sebutan demokrasi digital.
Kemudahan dan efesiensi yang dimiliki media sosial ini, dimanfaatkan banyak pihak dalam berdemokrasi. Tidak sedikit tokoh politik nasional yang memanfaatkan media sosial itu sebagai alat dalam menyampaikan kritik dalam merespon kebijakan pemerintah. Sebut saja Rocky Gerung yang hampir setiap saat cuitan-cuitannya selalu memenuhi lini masa media sosial Twitter.
Nama lain yang sering muncul di lini masa Twitter adalah Muhammad Said Didu, Fadli Zon, Mahfud MD, Fahira Idris, dan masih sangat banyak lagi. Hal yang tidak kalah ramai dari cuitan para tokoh di atas adalah warga net biasa dalam artian bukan tokoh publik.
Mereka inilah yang menggambarkan dengan jelas posisi teknologi informasi sebagai media baru demokrasi. Mereka menjalankan demokrasi partisipatoris melalui media sosial.
Fenomena tersebut harus dimaknai sebagai konsekuensi demokrasi digital. Kecepatan dan kemudahan menjadi kata kunci utama demokrasi digital ini. Keterlibatan publik yang semakin banyak dalam isu-isu politik terbaru tidak lepas dari kemudahan dan kecepatan itu.