Ada pengecualian juga, kecuali kalian memang keturunan konglomerat atau anak orang terkaya sejagad raya yang hartanya tidak akan habis dimakan sampai generasi tujuh turunan dan atau calon suami memang seorang mandiri yang memiliki penghasilan tetap sekian ratus juta perbulan.
 Karena sejatinya hakikat pernikahan itu tidaklah dilihat dari megah tidaknya pesta yang diselenggarakan namun bagaimana nasib hidup setelah perhelatan janji suci itu terealisasi.Â
Kan aneh, setelah menyulap diri menjadi raja dan ratu semalam, berada di istana mewah sewaan seharga puluhan juta, dalam iring-iringan kereta kuda dan mengenakan gaun pengantin bak artis hollywood, lah kok endingnya ditagihi utang dimana-mana, istri gak punya pemasukan, suami kerjanya Senin Kamis alias kadang kerja kadang enggak, tidak punya tempat tinggal dan orangtua masuk penjara. Kan memprihatinkan jadinya.Â
Jika keuangan tidak menjangkau lebih baik pernikahan dirayakan secara sederhana saja, semampu kantong masing-masing. Bila kantong cuma sedalam telapak tangan buat apa merogoh sedalam lutut, kan jadi jebol kantongnya. Lagipula, yang penting kan sah. Sah menjadi suami, sah pula menjadi istri. Sahkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H