Mohon tunggu...
Zakiyya Sakhie
Zakiyya Sakhie Mohon Tunggu... Wiraswasta - Dokumen pribadi

housewife, book lovers, like traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hubungan Anak dan Ayah Tidak Dekat, Salah Siapa?

16 September 2017   14:13 Diperbarui: 16 September 2017   14:15 14913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa anak merasa lebih nyaman dengan ibu?

Alasan yang dijadikan senjata oleh kaum bapak-bapak pada umumnya, pertama :karena ibu yang mengandung dan melahirkan anak jadi ya wajar saja kalau anak lebih dekat dengan ibu karena namanya saja ibu ya pasti memiliki naluri keibuan yang lebih besar dibanding bapak, kedua: karena ibu yang punya lebih banyak waktu untuk anak, ketiga: bapak memegang tanggung jawab penuh sebagai pencari nafkah, tak punya banyak kesempatan dan kelonggaran waktu bersama anak. Dan berbagai argumentasi lain yang dijadikan pembenaran dan menjadi sesuatu hal yang dianggap biasa, jika jalinan ketidakharmonisan antara anak dan ayah memang sudah umum terjadi seperti itu.

Maka tidak mengagetkan lagi kalau hubungan antara anak sama ayah ibarat dengan orang lain. Diliputi perasaan asing, kikuk, tidak akur, takut, malu dan sebagainya. Ketemu ayahnya seperti melihat strange people. Tentu saja situasi seperti ini tidak baik bagi perkembangan anak. Mau anak laki laki atau perempuan, memiliki jalinan kedekatan dengan ayah itu merupakan suatu keharusan. Tidak melulu anak hanya dekat dengan ibu, sosok ayah berperan besar pada tumbuh kembang anak, baik secara emosi maupun cara pandangnya.

Salah siapa?

Pertanyaan mengapa kok bisa tidak dekat dengan ayahnya, seharusnya bukan ditujukan kepada anak, melainkan pada si ayah sendiri, bagaimana bisa tidak dekat dengan sang anak? Karena anak akan merespon apa yang diajarkan atau ditanamkan padanya sejak ia dilahirkan. Anak akan dekat dengan ayahnya secara otomatis jika ayah sedari dini mau menjalin kedekatan, keakraban, dengan sering menggendong, bercanda, mengajak berbicara, memeluk, mendekap dan menunjukkan kasih sayangnya yang dalam kepada anak. Dan secara naluriah (spontan) anak pun akan mengikutinya. Anak merasa menjadi makhluk yang disayangi, dibutuhkan, diharapkan kehadirannya, dan dicintai oleh ayahnya.

Kesibukan seorang ayah bekerja mencari nafkah tidak bisa dijadikan dasar menjadikan hubungan ayah dan anak menjadi jauh, renggang. Seberapa pun sibuknya waktu jeda itu pasti ada, tidak mungkin kan orang bekerja nonstop 24 jam. Jadi faktor itu sepenuhnya ada pada sang ayah. Pasti ada cara bagaimana mengalokasikan waktu atau timing buat anak. Tidak harus panjang sampai berjam-jam, tiga puluh menit saja kalau dimanfaatkan fokus dan sungguh-sungguh akan memberikan efek yang sangat besar. 

Kalau komunikasi dengan anak saja bisa dihitung dengan jari, tidak pernah menjalin kedekatan secara fisik, maupun verbal, cuek dengan keberadaan anak, atau sekali bertemu dengan anak yang ada cuma nyuruh dan membentak, ya pasti saja anak menjauh. Buat apa dekat dengan ayah yang killer, mungkin begitu pikir si anak. Dan bagaimana anak merasa nyaman bersanding dengan ayahnya, jika sikap ayahnya dingin dan tidak bersahabat. Kan begitu. Jadi jika anak ayah tidak mau lengket atau bahkan menangis keras atau sampai menjerit-jerit ketika diajak ayahnya, tidak perlu menyalahkan siapa-siapa cukup lakukan intropeksi diri saja. Mengapa itu bisa terjadi.

Sebuah study terbaru dari Father Involvement Ressearch Alliance menemukan petunjuk bahwa emosi bayi yang dekat dengan ayah cenderung stabil. Bahkan, lebih percaya saat bayi itu tumbuh dewasa. Tidak heran, jika anak yang dekat dengan ayahnya itu juga menjadi lebih bersemangat mengeksplorasi potensi dirinya di alam merealisasikan ide maupun impian mereka. Hal ini terlihat pula dalam lingkungan pergaulan, anak yang dekat dengan ayah cenderung lebih mudah bersosialisasi dan punya banyak teman, karena dia dianggap menyenangkan.

Sebuah study yang lain juga menunjukkan kedekatan ayah pada anak memang terbukti bisa mendongkrak kecerdasan dan kesuksesan anak pada masa depan.

Ratusan penelitian dalam empat dasawarsa terakhir menemukan, ayah yang ikut membantu ibu mengasuh, menjaga, dan membesarkan anak, terbukti memiliki pengaruh kuat pada prestasi sekolah anak. Begitu pula kehadiran ayah, ternyata menentukan pula perkembangan kepribadian dan watak anak. Khususnya dalam lingkungan sosial. Fakta lain bahwa anak usia tiga tahun yang memiliki hubungan baik dan hangat dengan ayahnya ternyata memiliki IQ lebih tinggi dan lebih memiliki kemampuan memecahkan masalah dibanding teman sebayanya. 

Ref: aktual.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun