Mohon tunggu...
Mohammad Munir
Mohammad Munir Mohon Tunggu... Administrasi - Goverment Employer

Berusaha berbuat baik setiap saat dan selagi sempat....

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Gila Belanja Jelang Lebaran

12 Mei 2022   23:58 Diperbarui: 12 Mei 2022   23:59 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://m.merdeka.com/peristiwa/gila-belanja-jelang-lebaran.html

Seorang teman di kantor menceritakan bahwa beberapa hari menjelang hari raya Idul fitri dia kesulitan mencari lahan parkir di hampir semua pusat perbelanjaan. Semua nyaris sesak, meluber tak terkendali. Begitu berhasil memasuki salah satu toko, suasana sangat  padat  oleh masyarakat yang memilih barang belanjaan.

Teman PNS yang lain berkeluh kesah bahwa tunjangan hari raya tak segera cair, padahal isteri dan anak-anaknya sudah mempunyai perhitungan bahwa hampir seluruhnya dari uang tunjangan hari raya (THR)  hendak dibelanjakan untuk kepentingan hari raya.

Tak berbeda dengan mayoritas kalangan masyarakat lainnya, mulai dari kalangan kecil sampai kalangan berada,  menjelang lebaran seolah terjangkit demam gila belanja.

Pengakuan para manajer dan pemilik toko menyebut bahwa 10 hari menjelang hari- H lebaran selalu terjadi lonjakan omzet penjualan. Lonjakan serupa tentu dipastikan terjadi terhadap belanja versi online, kabarnya bahkan sampai ratusan persen.

Apalagi pemerintah sudah memberikan kelonggaran perlakuan terhadap kondisi pandemi covid-19 yang mulai terkendali. Sehingga beberapa pihak memprediksi bahwa tahun ini akan ada lonjakan signifikan terhadap  tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan.

Berita yang dilansir oleh investor.id  menyebut, sebanyak 10 sektor usaha akan menuai lonjakan omzet selama musim lebaran 2022. Ke-10 sektor itu adalah perdagangan, transportasi, industri makanan dan minuman, industri fashion dan baju muslim, tas, sepatu, mukena, parcel, logistik, dan rental kendaraan.

Munculnya perilaku konsumtif menjelang hari raya setidaknya dapat digali dari  dua sisi.

Pertama, dari sisi kondisi sosialkultural  masyarakat Indonesia. Guru Besar Sosiologi Universitas Sriwijaya (Unsri) Prof Alfitri menerangkan bahwa kecenderungan konsumtif masyarakat Indonesia itu timbul atas asumsi bahwa Idul Fitri adalah momen sakral. Kebanyakan muslim ingin mempersiapkan segala sesuatu dengan sempurna, jadi semua pendanaan ekonomi keluarga yang sudah dikumpulkan selama satu tahun, akan cenderung habis ditumpahkan saat lebaran.

Dorongan lain munculnya perilaku konsumtif disebabkan adanya THR. Indonesia merupakan satu dari sedikit negara yang menerapkan kebijakan THR. Maka layak jika penerima THR yang  yang terdiri dari para pekerja  sektor negeri maupun swasta juga ikut terdorong dan terjangkit demam gila belanja.

Fenomena sosial yang telah mengakar dan membudaya selama puluhan tahun ini memiliki sisi positif sekaligus negatif. Bisa jadi menguntungkan, namun pada saat bersamaan dapat membahayakan ketahanan ekonomi masyarakat itu sendiri.

Sisi positifnya, fenomena gila belanja akan menggerakkan aspek ekonomi. Jumlah uang beredar yang naik drastis akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi dan membangkitkan usaha kecil. Wilayah pinggiran/pedesaan juga diuntungkan oleh peredaran uang dampak dari mudik lebaran.

Kedua, fenomena gila belanja juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi  informasi. Tak terhitung  penyedia barang dan jasa yang terakomodir kepentingan bisnisnya oleh teknologi. Transaksi perdagangan online yang semakin trending beberapa tahun terakhir cukup signifikan menggeser perilaku belanja masyarakat. Terbukti bahwa jumlah masyarakat yang tidak ingin ribet mengunjungi pusat perbelanjaan tiap tahun dan beralih ke online naik drastis. Belanja online menjadi alternatif pilihan, terutama oleh kalangan muda yang cenderung menghendaki kemudahan dan harga kompetitif.

Teknologi informasi membuat para pelaku usaha  dengan mudah merambah ke berbagai platform untuk memasarkan barang dan jasa. Nyaris tak ada platform baik media sosial maupun media online lain yang luput dari sasaran iklan. Ribuan jenis reklame yang menawarkan aneka kebutuhan manusia secara masif menempel di mana-mana. Sadar atau tidak, setiap saat masyarakat mesti bergaul dengan  iklan aneka kebutuhan yang tak terhitung jumlahnya beserta segala macam rayuan menggiurkan berupa  kemudahan, diskon, cashback dan hadiah.

Harus disadari bahwa fenomena konsumtif masyarakat menjelang lebaran sudah mentradisi sejak lama. Dampak ikutan dari fenomena ini selalu menjadi kajian sepanjang tahun. Selain dampak positif yang membangkitkan dunia usaha di berbagai bidang misalnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di daerah, seperti tempat kuliner, perajin suovenir, hotel dan restoran serta destinasi wisata, harus juga diwaspadai dampak negatif dari kebiasaan ini.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa perilaku konsumtif ini sesungguhnya lahir dari pemikiran kapitalisme yang saat ini menyusupi kaum muslimin. Dalam kapitalisme, perkara materi adalah hal yang utama. Manusia hidup untuk meraih materi sebanyak-banyaknya.

Semua orang dianjurkan untuk membelanjakan harta semaunya, tanpa ada batasan. Kedudukan seseorang dinilai dari materi yang dia miliki. Semakin banyak barang yang dikonsumsi, semakin tinggi harga diri. Pemikiran seperti ini tentu sangat jauh dari konsep Islam.

Nah, bagaimana baiknya menyikapi tradisi gila belanja menjelang lebaran. Semua berpulang pada masyarakat sendiri. Alangkah baiknya jika kita  tetapkan skala prioritas, bedakan keinginan  dan kebutuhan, jangan mudah tergiur oleh promo dan diskon, yang paling penting meskipun dalam suasana kemenangan  usai puasa ramadhan, tidak semua harus baru.....wallahua’lam bishowab.

Disclaimer : Artikel ini pernah tayang di Harian Radar Jember edisi 26 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun