Mohon tunggu...
Munib Abduh
Munib Abduh Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Pemerhati media, Jurnalis Pejalan Kaki & Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Apa yang Anda Pikirkan?

8 November 2017   23:06 Diperbarui: 8 November 2017   23:22 1522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum memposting apapun, perhatikan feceebook, Line, Twitter beserta wujud medsos lainnya. Lalu bayangkan Cak Lontong nunjuk jidatnya!

Sejak awal pengguna media sosial (medsos) atau user dikoloni oleh medsos itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari kalimat pertama yang muncul saat user bersilancar di dunia maya yakni, 'Apa yang Anda pikirkan?' Kalimat tersebut merupakan pertanyaan yang mewakili ke-aku-an user. User dituntut untuk memposting kegelisahan, kegalauan, keluhan dan lain-lain meskipun kadang menerobos kearifan. Akhirnya, yang diterima user justru bukan solusi melainkan problem anyar kian menyeruak.

User tidak pernah mengerti dibalik kalimat tanya tersebut. Mereka dibuat santai dan mempersilahkan medsos dengan leluasa menguasai pola pikirnya. Akibatnya, kejernihan pola pikir user tergurus bersama godaan-godaan dan bujuk rayu oleh user lain. Seperti, lo nggak gaul kalau nggak memposting ini, lo gak keren kalau gak posting foto ini (mesum), bahkan sampai ada yang mengatakan lo gak punya hati kalau gak ngeshare ini! Dan antar pengguna tidak sedikit yang melegitimasi, bila gak komentar amin, tempat lo di Neraka.

Medsos selalu ingin tahu dan seperti melulu mengerti bahwa user tengah dirundung kepiluan. Madsos tampil macam mimbar yang seakan sudi mendengar serta memberi ruang untuk menumpahkan yang dipikirkan user. Pada kondisi ini, sejatinya medsos telah 'memperkosa' logika sehat penggunanya. Pun kalau user sedang memikirkan hal positif sulit dijumpai mereka menterjemah pada praktik nyata. Konsekuwensinya, mereka hanya puas dengan 'pikir' tanpa terdorong untuk mengimplementasikannya.

Kenapa medsos sesekali tidak bertanya kebaikan apa yang anda kerjakan? Mungkin sebagian diantara anda menjawab karena kebaikan tidak perlu dipublic! Atau kebaikan cukup pelakunya yang tahu atau prilaku baik individu cukup diri dan Tuhannya yang tahu. Sepintas jawaban ini bisa dibenarkan. Tapi kalau saja tanya medsos macam tersebut bisa dipastikan semua postingan dimedsos adalah kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan oleh penggunanya. Betapa user akan berlomba-lomba untuk melakoni perbuatan baik.

Namun demikian, hal ini tak lebih dari andai yang tidak akan terjadi karena user tidak punya kuasa untuk merubah dari 'Apa yang Anda pikirkan?' menjadi 'Kebaikan apa yang Anda lakukan?' Oleh sebab ini, diperlukan kehati-hatian dalam memposting apa yang pengguna medsos pikirkan. Apabila yang dipikirkan bernuansa positif lanjutkan pada prilaku nyata sehingga tidak menjadikan user sebagai pribadi yang thulul aml (panjang angan-angan). Sebab thulul aml adalah sesuatu yang tidak disyariatkan oleh agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun