Mohon tunggu...
Munazar Rafsanjani Muarif
Munazar Rafsanjani Muarif Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa MIE

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Konsumerisme dan Ekonomi Libido (Libidonomics)

29 September 2016   19:24 Diperbarui: 29 September 2016   23:40 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menyambung tulisan saya yang sebelumnya tentang konsumerisme, saya terpikir beberapa ide tentang tema-tema posmodern mengenai relasi-relasi tanda yang menurut kita tidak ada kaitannya tapi ternyata bisa dicocokologi sehingga berkaitan.

Cocokologi itu sendiri adalah ilmu baru yang menggabungkan antara cocok dan logos (ilmu) yang secara terminologi dimaknai dengan suatu ilmu mencocok-cocokkan. Nah, kita lewati cocokologi, Masih berbicara tentang produksi dan konsumsi, dalam aktivitas produksinya produsen menginginkan keuntungan yang maksimal dari setiap biaya produksi yang ia keluarkan.

Tentunya tidak mungkin dalam kegiatan produksi produsen hanya mencari nilai kepuasan dari terciptanya barang dan jasa. Tentu ada proses mencari keuntungan di dalamnya. Karena dalam kegiatan produksi kita bukan sekadar memanggil orang kerja bakti melainkan menggunakan tenaga kerja yang di bayar dengan gaji ataupun menggunakan modal (Kapital) untuk membeli alat-alat untuk bisa membantu dalam hal produksi.

Salah satu strategi yang digunakan produsen untuk menjual barang dan jasa kepada konsumen adalah dengan bantuan pemasaran. Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan tentunya tidak lepas daripada keinginan untuk mempertahankan hidup dan menjaga keberlangsungan perusahaan pada masa yang akan datang.

Hal ini kita pandang positif walaupun sekarang ini terlalu banyak strategi-strategi pemasaran yang curang dan menghilangkan rasionalitas dalam aktivitas memilih barang dan jasa, salah satunya adalah dengan memanfaatkan hasrat (libido) untuk melancarkan aktivitas pemasaranya.

Ekonomi libido (libidonomics) adalah istilah populer yang digunakan untuk mengetahui proses konsumsi yang berpusat pada libido (nafsu, hasrat). Ekonomi libido ini sekarang banyak sekali digunakan dalam hal promosi barang dan jasa, misalnya kita bisa melihat maraknya iklan- iklan yang tidak masuk akal yang melibatkan perempuan dalam kemewahan mobil ataupun kita juga bisa melihat proses mengkait-kaitkan wanita dengan mie instan yang “hot”.

Pesan- pesan periklanan seharusnya menjelaskan tentang utilitas suatu barang/jasa berganti dengan pesan-pesan sensualitas yang membius kita melakukan keputusan- keputusan memilih barang/jasa yang irasional.

Salah satu tanda yang menunjukkan budaya konsumtif adalah dengan melihat kecenderungan eksploitasi, eksploitasi besar-besaran yang kini mengarah pada kaum perempuan. Pada beberapa kesempatan saya memperhatikan model pemasaran rokok yang menggunakan Sales Promotion Girl cantik dan menggunakan rok mini lebih ampuh memengaruhi keputusan pembelian konsumen terhadap produk.

Konsumen yang notabene pria banyak yang tergoda dengan bujuk rayu pemasaran para sales wanita, Segala hal dilakukan mulai dari memberikan pin bbm sampai pada bertukar nomor dan lain-lain. Yang pasti teknik ini sangat ampuh untuk mempengaruhi keputusan konsumen pria untuk membeli rokok.

Secara besar- besaran eksploitasi terhadap wanitapun dilakukan majalah Playboy, majalah dewasa yang terkenal dengan isi wanita yang memamerkan tubuh ini berhasil menjadikan tubuh wanita sebagai komoditi terbesar hampir di seluruh dunia. Tercatat ada 20 negara yang sempat menerbitkan majalah playboy versi negaranya termasuk negara indonesia.

Walaupun adanya majalah Playboy di Indonesia akhirnya menghadirkan kontroversi sampai terjadi aksi besar-besaran menolak Playboy dari beberapa ormas keagamaan di Indonesia karena menilai Indonesia sebagai negara beragama tidak layak jika menerbitkan majalah-majalah seperti Playboy. Akibatnya Playboy tidak lama beroperasi di Indonesia terhitung hanya setahun dari 2006 sampai 2007 dia beredar di Indonesia.

Ternyata fenomena pemanfaatan bentuk tubuh, kecantikan, keseksian wanita dalam hal promosi ini bukan hanya terjadi sekarang. Dalam beberapa artikel saya menemukan bahwa eksploitasi wanita dalam bentuk brand image  rokok di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1930-an.

Pada rokok, etiket dalam merek dagang Soember Girang ini menampilkan sosok wanita yang sedang merokok meskipun ditampilkan tidak secara vulgar namun eksploitasi wanita dapat terlihat dari siluet bentuk dada yang besar dan ukuran pinggang yang tampak kecil.

Sosok wanita dalam brand tersebut menjadi penarik tunggal, pemilihan image wanita dalam etiket ini lebih ke arah rayuan (seduction) target audiens pria. Hal itu didasari pada persepsi bahwa pria selalu tertarik pada wanita cantik sebagai objek.

Pada tahun 1938 juga perusahaan rokok yang pada saat itu paling laris di Surakarta mari kangen membuat merchandise berbentuk kalender dengan image wanita yang menghisap rokok. Dengan tujuan untuk membentuk positioning di kalangan wanita bahwa rokok yang mereka produksi bukan hanya untuk kalangan pria melainkan layak juga dikonsumsi wanita.

Bentuk tubuh wanita memang sudah menjadi media promosi sejak lama. Baik berbentuk kartun, bentuk foto real memamerkan tubuhnya dan bahkan berani secara langsung menunjukan bagian tubuhnya. Tentunya ekonomi libido (libidonomics) yang memanfaatkan wanita sebagai media promosi juga tidak akan terjadi tanpa ada keinginan dari dirinya untuk menggunakan tubuh sebagai pemicu hasrat konsumsi.

Makanya perlu ada kesadaran bahwa melakukan hal yang demikian itu adalah merugikan diri dan menipu orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun