Mohon tunggu...
Munawirsan Simatupang
Munawirsan Simatupang Mohon Tunggu... Mahasiswa Profesi -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tantangan Pendidikan Sistem Reproduksi dan Seks di Sekolah

25 Juli 2016   23:21 Diperbarui: 26 Juli 2016   18:46 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi: Marselina kembali Sekolah

“Eee, Marselina di manakah?”

“Marselina su’ tidak sekolah Bapa Guru, dia su’ kawin sama dia pu’ pacar.”

“Bah, ko’ ini bicara betul sudah, jangan baku tipu sama Bapa Guru.”

Saya terkejut mendengar jawaban itu. Saya tidak percaya, satu-satunya murid perempuan di kelas VIII sudah tidak sekolah gara-gara kawin.

Baru kemarin saya memeriksa tugasnya di kelas itu. Baru kemarin saya bercanda sama dia, baru kemarin saya kasih tahu bagaimana menjadi suster karena dia memiliki cita-cita menjadi suster, oleh kekagumannya melihat Suster yang bertugas di Puskesmas, tidak jauh dari sekolah.

Baru kemarin dia ada di kelas itu. Dia anak yang baik, tidak mungkin dia mau kawin pikirku. Terlebih mengingat perbedaan arti pacaran dalam pemahaman siswa kami dan masyarakat, dengan pemahaman kami guru dan para petugas dari berbagai bidang yang ada di distrik itu. Dalam pemahaman anak-anak dan juga masyarakat, pacaran identik dengan hubungan badan, hubungan seksual.  Pemikiran ini timbul dari kebiasaan yang ada di tempat tersebut, bahwa dua orang yang berpacaran berpikir bahwa mereka sudah boleh melakukan hubungan badan. Saya tidak percaya bahwa Marselina, murid saya yang baik dan pintar mau diajak laki-laki untuk berhubungan badan.

Bukan sekali dua kali saya berbicara dengannya, bercerita dengannya, menanyakan cita-citanya, menanyakan makan apa tadi pagi, menanyakan ada sagukah di rumah. Saya berusaha menjalin hubungan yang sangat akrab dengannya, karena dia satu-satunya harapan saya dari kelas ini, untuk menjadi perempuan Papua yang luar biasa.

Saya menaruh harapan yang sangat besar, saya percaya sama dia.

“Dong pacaran di manakah?”

“Di belakang Bapa Guru, kita pulang sekolah.”

“Dia pu’ pacar namanya siapakah?”

“Kita kasih tahu juga Bapa Guru tidak kenal, itu orang dari kampong sebelah Bapa Guru, su tidak sekolah.”

“Jadi ko’ tahu dari mana dong ada pacaran di belakang?”

“Kita lihat sendiri Bapa Guru, Dong ada baku pegang tangan. Terus Marselina lari sudah, dia takut kita kasih lapor sama Bapa Guru.”

“Oooo, jadi bagaimanakah?”

“Itu sudah Bapa Guru, kita lapor sama dia pu’ Bapa Angkat, terus dia pu’ Bapa Angkat bicara dia tidak boleh sekolah lagi kalau su’ kawin.”

Oooooh, jawabku.

Saya tersenyum, hahaha... Saya berpikir masih ada harapan, sebab saya yakin mereka belum melakukan hubungan badan. Saya pasti masih bisa bicara dengan Marselina, saya harus bertemu dengannya.

“Terus Marselina sekarang di manakah, dia ada di rumahkah?”

“Tidak Bapa Guru, dia su pergi ke kampong sebelah dia pu’ saudara.”

“Ahh, nanti ko’ ada ketemu sama dia bicara sudah, kasih tau Bapa Guru mau bicara sama dia. Ketua kelas, pimpin doa sudah.”

….

Saya bernama Munawirsan Simatupang, S.Pd

Saya bertugas di SMP Negeri 1 Fayit selama satu tahun melalui program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Melalui tulisan ini saya akan bercerita tentang siswa-siswi saya di sekolah, tentang tingginya angka putus sekolah terlebih bagi siswi kami. Mereka putus sekolah dengan berbagai alasan, tidak ada sagu, tidak ada buku, hingga karena sudah hamil.

Beberapa waktu sebelumnya, beberapa bulan kami mulai mengajar di sekolah tersebut, kami terpaksa mengeluarkan dua orang siswi dari kelas VII di sekolah itu dan satu orang siswi dari kelas VIII, sekelasnya Marselina, karena hamil. Siswi yang hamil sering menjadi masalah di sekolah tersebut, menurut Kepala Sekolah. Hal ini yang membuat Kepala Sekolah terpaksa membuat suatu keputusan, suatu kebijakan dengan melarang siswa-siswi kami berpacaran, hal yang sedikit bertentangan dengan pikiran saya, bahwa mereka berhak untuk berpacaran di usia remaja ini. 

Itu normal, dorongan dari dalam dirinya sendiri dalam perkembangan biologis dan psikologisnya, begitu menurut saya. Namun bagaimanapun, kebijakan itu memang tepat, mengingat siswa-siswi kami belum memahami makna pacaran yang sesungguhnya, mereka rawan sekali mau dibujuk oleh pacarnya untuk disentuh bagian tubuhnya, berpikir tidak akan terjadi apa-apa.

Saya berpikir, mereka ini harus senantiasa dididik tentang reproduksi, tentang seks. Mereka harus memahami tubuhnya, mereka harus memahami perkembangan dan pertumbuhannya. Namun, bukan tanpa halangan, hambatan, banyak tantangan yang kami hadapi di sana, dan mungkin juga guru-guru di seluruh wilayah Indonesia. Meski dengan berbagai kasus yang telah timbul berupa pemerkosaan, perkawinan di luar nikah, dan lain-lain, namun sering sekolah ragu untuk mengambil peran dalam mengatasi masalah ini.

Menurut saya, ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam pendidikan reproduksi di sekolah, yakni sebagai berikut:

  • Keengganan Guru
    Pendidikan reproduksi manusia, pendidikan seks di sekolah adalah hal yang tabu di Indonesia, termasuk tempat saya mengajar. Guru-guru merasa malu kalau materi pembelajaran tentang reproduksi, tentang seks. Bagaimana tidak, kalau sudah mengajarkan reproduksi manusia, mengajarkan tentang seks di dalam kelas, mau tidak mau guru harus sering menyebutkan alat-alat reproduksi, baik alat reproduksi pada laki-laki maupun perempuan. Ini memalukan bagi guru jika harus mengucapkan itu di dalam kelas, terlebih di depan siswa-siswinya sendiri, terlebih jika sampai terdengar keluar kelas, didengar oleh guru yang lainnya, oleh kepala sekolah, apalagi masyarakat. Akibatnya, sekalipun telah memahami pentingnya pendidikan sistem reproduksi manusia, tentang seks di sekolah, namun kebanyakan guru enggan mengajarkannya, materi ini seringkali dilewatkan begitu saja.
  • Kosakata Guru dan Siswa
    Dewasa ini, memahami pentingnya pendidikan sistem reproduksi di sekolah, beberapa Guru di Indonesia bersedia mengajarkannya kepada siswa-siswinya melalui materi pembelajaran yang sudah ada di dalam buku. Namun kemudian masalah timbul lagi, yakni perbedaan penguasaan kosakata Guru dengan siswa. Banyak istilah, banyak nama-nama anggota tubuh pada manusia yang tidak diketahui oleh siswa-siswi di sekolah, sehingga memaksa Guru untuk sesekali menerjemahkannya ke kata dalam bahasa sehari-hari, yang bisa dengan segera memancing siswa-siswi tertawa, terlebih jika Guru tersebut menunjukkan bagian tubuh yang dimaksud.
  • Kekhawatiran Siswa Bertanya Lebih Jauh
    Hal ini termasuk yang sangat dikhawatirkan oleh Guru, nanti saya ajarkan mereka malah banyak bertanya, demikian pemikiran Guru tersebut. Sekalipun Guru berkenan untuk mengajarkannya, Guru malah berharap agar siswa untuk mendengarkan saja, pakai telinga saja.
  • Komunikasi Guru dengan Orangtua Siswa
    Bapa Mama, tadi Bapa Guru ada kasih kita pelajaran di sekolah tentang reproduksi, tentang seks. Tapi saya masih banyak yang belum mengerti tadi di sekolah, Bapa Mama bisa jelaskankah?
    Hal ini termasuk kekhawatiran Guru, akibat tidak selarasnya, tidak sepaham, akibat komunikasi antara Guru dan Orangtua siswa-siswi yang terjalin kurang baik.

Sebenarnya, kurikulum di SD hingga SMP telah menampung kebutuhan pembelajaran sistem reproduksi dan seks di Indonesia, namun kenyataan yang disebutkan diatas mengakibatkan tujuan pembelajaran tersebut tidak bisa tercapai dengan baik di sekolah.

Baik Guru maupun Orangtua seringkali mengabaikan kenyataan ini, bahwa bagaimanapun pembelajaran tersebut merupakan kebutuhan anak-anak mereka yang telah beranjak usia remaja, masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Guru dan Orangtua mengabaikan bahwa pendidikan sistem reprodukssi adalah kebutuhan yang sangat penting bagi remaja di Indonesia.

Pendidikan sistem reproduksi, pendidikan seks bukanlah pendidikan untuk mengajarkan anak-anak melakukan hubungan seksual, justru pendidikan seks di sekolah maupun di keluarga dapat membantu anak-anak agar memahami bagian-bagian tubuhnya, organ-organ reproduksinya sebagai alat vitalnya, dan pendidikan sistem reproduksi, pendidikan seks yang dibarengi oleh pendidikan moral diharapkan mampu mencegah mereka dari penyakit, juga mencegah mereka dari kehamilan di luar nikah, aborsi, dan lain-lain.

Sebagaimana saya memandang besarnya peran perempuan-perempuan Papua dalam pembangunan hingga saya tidak ingin kehilangan satu orang siswipun, demikian jugalah hendaknya Guru dan Orangtua siswa di seluruh wilayah Indonesia.

Mari kita bekali mereka dengan pendidikan sistem reproduksi, pendidikan seks yang dibarengi dengan pendidikan moral, agar kita mampu mengawal perjalanan mereka dalam meraih cita-cita mereka, dalam meraih masa depan mereka.Marselina, saya merindukanmu, tulisan ini saya persembahkan untukmu, semoga suatu saat nanti kamu tidak sengaja membuka tulisan ini sebagai perempuan Papua yang luar biasa.

Kamu menjanjikan masa depanmu yang cerah, saya menjanjikanmu menunggu masa itu. Saya mohon kesediaanmu mencantumkan namamu dan juga fotomu adalah sebagai bukti suatu saat nanti, bagaimana kamu menjalani hari-harimu dan bagaimana perjuanganmu meraih cita-citamu, meraih masa depanmu, jangan menikah dulu, Bapa Guru ada larang Ko' kawin sebelum Ko selesai sekolah.

Salam untukmu di Asmat Papua, dari Bapa Guru Munawirsan Simatupang, Bapa Guru Medan J

Dokumentasi Pribadi: Membangun Komunikasi yang Baik Bersama Siswi Baru & Lama
Dokumentasi Pribadi: Membangun Komunikasi yang Baik Bersama Siswi Baru & Lama
Kosakata:

Su’ artinya sudah

Pu’ artinya punya

Ko’ artinya kamu

(Pembicaraan dituliskan dalam gaya bahasa Indonesia di Papua)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun