Jika didukung dengan kondisi finansial yang sesuai yah mungkin nggak masalah - duit, duit mereka, kan, hehe - namun jika gaya hidup seperti ini nggak bisa diimbangi dengan kondisi finasial yang paripurna, tentu akan memberi pengaruh buruk pada sisi lain kehidupan, termasuk bagi orang-orang kantoran seperti saya yang kerjanya di sektor pemerintahan.
Saya paham betul jika gaya hidup seperti ini cenderung bisa jadi salah satu penghambat kinerja seseorang dalam menyelesaikan tugasnya. Pasalnya jika gaji yang mereka peroleh tiap bulannya nggak mencupi lagi untuk membeli atau mengkomsumsi barang-barang yang mereka inginkan, tentu ada kecenderungan bagi mereka untuk melakukan tindakan melanggar aturan, semacam; pungli, menerima suap, korupsi atau minimal membuat kinerjanya jadi merosot.
Saya bahkan masih ingat, ketika salah seorang teman yang kerja di instansi berbeda pernah mengeluh, jika Ia kesal dengan perilaku rekan kerjanya yang sering telat masuk kantor dan pulang sebelum waktunya, bahkan banyak pekerjaanya dibuat terlantar, hal itu disebabkan karena rekannya lebih sibuk di luar kantor nyari tambahan duit buat bayar cicilan mobil mewah yang Ia miliki.
Memang disatu sisi Ia bisa tampil ciamik dengan kendaraan mewahnya, tapi di sisi lain gaya hidup semacami itu langsung memporak-porandakan kondisi keuangannya, yang akhirnya bermuara pada penurunan kinerjanya di kantor
Well, untuk menghindari rentetan buruk yang bisa ditimbulkan dari gaya hidup semacam ini, sebaiknya kita mulai belajar agar memiliki kontrol diri yang baik, dengan membuat perencanaan dalam hidup, menahan ledakan emosi, serta membeli sesuatu atas dasar rasionalitas kebutuhan dan bukan karena ego atau kesenangan semata.
Tentu ini bisa kita awali dari hal sederhana seperti, saat kita membeli masker. Dari pada menghabiskan duit buat beli masker hanya untuk gaya-gayaan, kan lebih bermanfaat jika uangnya ditabung.
