Mohon tunggu...
Munawir Alhemo
Munawir Alhemo Mohon Tunggu... Lainnya - Pencinta Kopi dan Literasi

Mahasiswa Pasca Sarjana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi Kritis Implementasi Nilai Kemanusiaan dalam Pancasila

8 April 2021   13:17 Diperbarui: 8 April 2021   17:56 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nurul Kusumawardana

Selanjutnya dalam deklarasi itu diatur bahwa HAM adalah hak yang dibawa oleh semua manusia sejak lahir dan perlindungan atas hak itu merupakan tanggung jawab pertama pemerintah, HAM didasarkan pada prinsip dasar bahwa semua orang mempunyai martabat kemanusiaan hakiki, tanpa memandang jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, asal usul kebangsaan, umur, kelas atau agama atau keyakinan politik, setiap manusia berhak untuk menikmati hak mereka (Mustari & Bahtiar, 2020: 37).

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang merupakan sila ke-dua pancasila memberikan makna bahwa setiap manusia adalah makhluk yang beradab yang perlu diakui dan diperlakukan sesuai harkat dan martabatnya selaku makhluk ciptaan Tuhan YME, memiliki derajat, hak dan kewajiban yang sama. Setiap manusia dilengkapi dengan olah pikir, rasa, karsa, dan cipta. Melalui hal itu, manusia membangun budaya, nilai-nilai dan norma-norma yang dijadikan landasan untuk bersikap dan bertingkah laku di masyarakat.

Dalam situasi seperti ini di era globalisasi tentu aspek kemanusiaan pada sisi kesehatan, ekonomi, sosial, agama, hukum, budaya dan lain sebagainya sangatlah perlu menjadi perhatian dan menjadi dasar bagi penyelenggaraan negara dan relasi sesama manusia yang berujung pada rasa keadilan bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Semua masyarakat mendapatkan hak perlindungan dan pemenuhan yang adil dari pemerintah. Di sisi lain, masyarakat Indonesia pun memiliki kewajiban untuk patuh dan taat terhadap ketentuan hukum dan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Pengamalan sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai kesamaan derajat maupun kewajiban dan hak, cinta mencintai, hormat menghormati, keberanian membela kebenaran dan keadilan, toleransi, dan gotong royong. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung makna bahwa hakekat manusia sebagai mahluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa hakekat manusia harus adil dalam hubungan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat, bangsa dan negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan yang Maha Esa (Rianto, 2016: 83).

Peraturan Perundang-undangan Negara  Republik Indonesia, menyatakan bahwa hak  asasi manusia merupakan seperangkat hak yang melekat pada manusia yang mengakui hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk tuhan yang maha esa dan merupakan anugrahnya yang wajib di hormati,  dijunjung  tinggi,  dan  dilindungi  oleh  Negara dan hukum,  pemerintah  dan  setiap orang demi   kehormatan   dan   perlindungan   harkat   dan   martabat   manusia. Guna merealisasikan  perlindungan  harkat  dan  martabat  manusia itu, pada  23  November  2000 negara  republik  Indonesia  menerbitkan  tentang  pengadilan 

  Hak  Asasi  Manusia.  


        Menurut  tujuannya Undang-Undang  Pengadilan  Hak  Asasi  Manusia ini  dibentuk dan  diterbitkan  atas  dua  tujuan  pokok.  Pertama  tujua  ideal  dan  yang  kedua  tujuan  adalah tujun  peraktis.  Tujuan  ideal  antara  lain adalah  untuk  memelihara  perdamaian  dunia, menjamin pelaksanaan hak asasi manusia memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan  perorangan  ataupun  masyarakat,  sedangkan  tujuan  peraktisnya  adalah  untuk menyelesaikan  pelanggaran  hak  asasi  manusia  yang  bersifat  luar  biasa  dan  berdampak luas,  baik  pada  tingkat  nasional  maupun  internasional  adapun  yang  dimaksud  dengan pelanggaran hak asasi manusia yang terbagi atas dua kategori, yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pada saat ini yang sedang marak terjadi di indonesia adalah kejahatan kemanusiaan seperti pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, pencabulan anak dibawah umur, Penganiayaan  terhadap  suatu  kelompok  tertentu  atau  perkumpulan  yang  didasari persamaan  paham  politik seperti penganiayaan  ras,  kebangsaan, etnis,  budaya,  agama,  jenis  kelamin,  ataupun alasan lain yang telah diakui. Melalui kasus marsinah, trisakti, bom bali dan juga bom di gereja baru-baru ini dan belum lagi meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, kasus pencabulan anak dibawah umur ini menunjukan bahwa implementasi nilai-nilai kemanusian dan penegakkan HAM di indonesia dianggap masih lemah.

Melihat realitas yang terjadi dalam masyarakat berbangsa dan bernegara bahwa sudah seharusnya indonesia sebagai negara hukum, perlindungan terhadap HAM, menuntut kesamaan setiap manusia di depan hukum, tiada kesamaan akan menyebabkan satu pihak merasa lebih tinggi dari pihak lainnya. Situasi demikian merupakan bentuk awal dari anarki yang menyebabkan terlanggarnya HAM karena sejatinya HAM merupakan hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia dan berhak dinikmati semata-mata karena ia adalah manusia.

Dalam teori teo-antroposentrisme sendiri mengajarkan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menentukan baik dan buruk kehidupannya. Kehidupan manusia bukan takdir yang sudah ditentukan dari awal. Jika kehidupan adalah takdir maka manusia akan kehilangan harapan serta usaha, perjuangan dan do'a tidak berguna. Teo-antroposentrisme menempatkan manusia sebagai penentu takdir kehidupannya. Kebahagiaan adalah hasil perjuangan, dan kemalangan adalah pengingat untuk berjuang lebih keras dan menjadi lebih baik. kehidupan bukan panggung sandiwara yang cerita dan nasib para pemainnya ditentukan oleh sutradara.

Pandangan ini menempatkan tuhan hanya sebagai pembuat hukum dasar serta memastikannya berjalan dengan baik dan benar. Contohnya tuhan hanya menciptakan api dengan hukum dasarnya adalah panas dan sifatnya adalah membakar. Manusia bebas memanfaatkan api baik digunakan untuk penerangan, memasak, atau membakar hutan dan merusak ekosistem (Natonis, 2021: 9-10).  Kebebasan atas hak yang dimiliki manusia sebagai mahkluk tuhan tidak semata-mata menjadikan manusia itu menjadi liberal. Akan tetapi manusia yang baik adalah manusia yang tau batasan-batasan hak serta menunaikan kewajiban mereka sebagai warga negara yang baik. untuk mewujudkan hal demikian perlu dilandasi oleh sebuah prinsip dan prinsip yang tepat adalah prinsip kemanusiaan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun