Mohon tunggu...
Munawir Jumaidi Syadsali
Munawir Jumaidi Syadsali Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Dinas Tanaman Pangan, Hortikulturan dan Peternakan

Tertarik dengan Spiritualitas dan Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sifat Ketuhanan

2 Mei 2024   14:21 Diperbarui: 2 Mei 2024   14:25 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompasiana.com/munawir67267/66306b90de948f72e56395b2/kakek-tamparang-bag-1

Malam itu Malam Jumat dengan Purnama yang Indah. Jam sudah menunjukkan Pukul tiga pagi saat saya lewat di Pos Ronda dan melihat Kakek Tamparang sendiri saja sambil menganyam sesuatu. Kakek tamparang memang multi talenta, beliau juga sering mendapat pesanan untuk membuat topi anyaman, tikar atau kerajinan lain yang di anyam dan tak pernah beliau meminta tarif, seikhlasnya pemesan saja, di ajak makanpun beliau tetap akan tersenyum dan berterima kasih dengan matanya yang gampang berbinar. Sayapun memarkir motor bututku di samping pos ronda dan menghampiri beliau, berjabat dengan mencium tangannya kemudian berbasa basi " Sendiri aja Kek?" Tanyaku.

"Iya, saya tengok dari Rumah jam sebelas tadi, Pos ini Kosong jadi anyamannya saya bawa kesini aja, ini saya juga baru keliling kampung, tadi diliat mpok minah dan dipanggil dikasih kopi dan pisang goreng, itu dicicipi pisang gorengnya Nak...!" Kata beliau dengan suaranya yang dalam tapi terdengar jelas sambil menuang kopi dari ceret ke gelas kosong yang memang selalu tersedia di Pos Ronda.

"Saya nyicipi kopinya aja Kek, udah kenyang kebetulan tadi makan banyak camilan" Jawabku sambil menunduk hormat. Kakek ini seperti tak kehabisan tenaga, energi dan kreatifitas untuk mengabdi dikampung ini. Setelah jam 11 malam jika tak ada warga di Pos Ronda ini, Kakek Tamparang akan ada disini dengan berbagai pekerjaannya walaupun hanya sendiri seperti malam ini. Sehingga penduduk kampung selalu merasa aman untuk beristirahat.

"Dari mana sampai subuh begini baru pulang Nak?" Tanya Kakek Tamparang.

"Dari ikut pengajian dan dzikir bersama di Pondok Pesantren besar dikota yang dekat alun alun Kek" jawabku.

"Oh, kamu ikut belajar sama Kakang Yusuf?"

Saya heran Kakek tamparang menyebut Kyai Yusuf dengan sebutan kakang, maka sayapun menanyakan " Kakek kenal dekat dengan Kyai Yusuf?"

"Iyya, Saya pernah sangat dekat dengan Kakang Yusuf waktu menimba Ilmu di salah satu Mursyid Thariqat karena hanya kami berdua saat itu yang mendapat bimbingan Khusus dari Mursyid. Kakang Yusuf itu sangat Cerdas dan sangat mudah memahami ajaran apapun yang disampaikan, tidak seperti saya yang bodoh ini. Maka sangat layak jika beliau mendapat kepercayaan untuk mengelola Pesantren besar, insya Allah beliau adalah Panutan yang Alim dan Rendah Hati. Dan sayapun sangat bersyukur bisa mengabdi di kampung yang Penduduknya sangat baik ini" Cerita kakek Tamparang dan memandangku sambil tertawa.

Sayapun tertengun mendengar cerita beliau. Pantas saja kemarin beliau bisa mengungkapkan pandangan mengenai Ketuhanan dari sisi yang sangat berbeda tapi teramat mendalam. Dengan pengalaman seperti itu, harusnya beliau juga sudah punya pondok pesantren walau kecil kecilan. Tapi mengapa malah berakhir menjadi Tukang Sampah dikampung ini. Yang lebih mengherankanku lagi mengapa beliau tidak pernah menampakkan diri seperti orang yang pernah mondok padahal beliau adalah santri pilihan, malah seakan terlihat seperti orang tak berilmu.

Rasa Penasaranku menyeruak sehingga tak tahan harus menyatakan rasa penasaranku yang langsung sangat membuncah di diri "Tapi saya liat Kakek tidak seperti Orang yang Pernah lama Nyantri di Pondok Pesantren, malah kalau dilihat sekilas seperti orang tak beragama. Maaf kek, jangan tersinggung saya hanya menyampaikan keheranan saya saja" Kataku sambil menunduk hormat padanya.

Kakek Tamparang tertawa terkekeh lama, setelah seperti puas beliau terdiam sejenak dan meletakkan anyamannya. Beliau menatapku tajam dan dalam, tatapan yang seakan menerobos jauh kedalam diriku untuk mencari bagian diriku yang terdalam. Beliau kemudian berkata "Nak, Setiap manusia mununtut ilmu dan beragama dengan Niat yang berbeda beda. Walaupun menyembah Tuhan yang Esa, Tuhan yang sama... Tapi Penafsiran Tuhan dikepala kita akan berbeda beda sesuai dengan Pengetahuan yang kita dapatkan dan Pengalaman yang telah kita lalui. Kehidupan telah mengajarkanku, Sejatinya Kita manusia berTuhan bukan untuk Mengagungkan NamaNya dengan dzikir, bukan untuk Menyembah dan Sujud pada ZatNya yang Ghoib dengan Ritual Ibadah, dan juga bukan untuk Menunggal denganNya dengan melakukan berbagai laku dan tirakat yang bermacam macam bentuknya. Kita manusia hadir di dunia ini bukan untuk itu semua" setelah mengucapkan itu, beliau terdiam kembali dan menunduk. Dan keheningan seakan menyergap kami di Pos Ronda tersebut, ada perasaan aneh tapi nyaman yang tiba tiba saya rasakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun