Berawal dari kepindahan Arman dan keluarganya kembali dari Kabupaten Aceh Singkil ke Kabupaten Aceh Tenggara. Sebelumnya mereka sekeluarga merantau ke Aceh Singkil sekitar lima tahun lamanya, dan kembali lagi karena ayahnya pindah tugas ke Aceh Tenggara kota tempat kelahirannya. Ketika itu Arman masih duduk dibangku sekolah dasar berumur sekitar sepuluh tahun.Â
Namun mereka tidak tinggal satu kampung dengan kakek, melainkan ayah mencari tempat tinggal di Desa Deleng Megakhe yang jaraknya sekitar lima kilometer dari tempat tinggal kakek. Rumah yang mereka tempati adalah rumah dinas sekolah tempat ibunya mengajar sebagai guru, dan tempat Arman bersekolah. Sementara kakek dan neneknya bertempat tinggal dikampung Arman  dilahirkan, yaitu Kandang Mbelang yang sekarang dikenal dengan Desa Lawe Sagu Hulu.Â
Saat Arman masih kecil, ayahnya sering mengajak Arman berkunjung kerumah kakek. Hampir setiap hari minggu ayahnya membawanya pergi kerumah kakek, bahkan mereka sesekali membantu kakek dan neneknya bekerja disawah.Â
Saat itu mereka berkunjung kerumah kakek dengan berjalan kaki, sebab jalan menuju kampung tersebut belum bisa dilewati mobil maupun kenderaan roda dua. Kakek Arman memiliki banyak keistimewaan dan kelebihan, khususnya dalam hal membaca alquran, melantunkan syair, pencak silat, cerita sejarah dan juga mendongeng. Keistimewaan dan kelebihan kakek, bak seperti seorang pendekar yang memiliki berbagai macam jurus-jurus dalam beladiri. Oleh sebab itu, Â Arman memanggilnya dengan julukan kakek pendekar.
Awalnya Arman malu-malu berjumpa dengan kakek dan nenek, namun lama kelamaan akhirnya dia bisa dekat dan akrap dengan mereka. Kakek Arman bernama Bidun, dan saat kisah ini dituliskan beliau sudah almarhum atau meninggal dunia. Dirumah kakek saat itu belum ada aliran listrik, bahkan diseluruh kampung tersebut juga belum ada satupun rumah yang terjamah oleh listrik.Â
Secara otomatis ketika malam hari rumah kakek sunyi karena tidak ada TV atau barang-barang elektronik, kecuali sebuah radio yang sudah tua. Dimalam hari dikampung tersebut sangat sunyi sekali. Sesekali memang ada juga keramainan, itupun ketika ada masyarakat yang lagi pesta atau musibah.Â
Kakek sering mengajak Arman untuk menginap dirumahnya, namun dia tidak mau karena tidak ada listrik. Begitulah mula-mulanya perkenalan dan kedekatan Arman dengan kakeknya.Â
Keadaan seperti itu berlangsung beberapa bulan, dengan datang dan pergi saja dari rumah kakek. Hingga pada suatu hari ketika mereka sekeluarga sedang makan bersama, ayah Arman menceritakan kepadanya bahwa kakek sangat pandai membaca alquran dan juga pandai bercerita. Mendengar cerita ayah, Arman jadi penasaran ingin cepat-cepat datang berkunjung lagi ketempat kakek untuk mendengarkannya membaca alquran dan bercerita. Lalu Arman menunggu sampai tiba hari minggu, sembari berharap ayah akan mengajaknya berkunjung ke rumah kakek.
Ayah dan ibu Arman sering menyampaikan sesuatu kepada anak-anaknya saat makan bersama. Ketika mereka sedang duduk bersama sambil makan malam, Arman menyampaikan sesuatu kepada ayahnya "ayah! Besok kita jadi nggak berkunjung kerumah kakek?" Tanya Arman kepada ayahnya. Lalu ayah menjawab "Insya Allah nak, besok kita akan kerumah kakek".Â
Mendengar jawaban ayah, hati Arman sangat senang dan gembira. Malam itu Arman berpikir dan berniat, kalau besok ketemu kakek  akan memintanya untuk membacakan kitab suci alquran. Malam itu Arman kelamaan tidurnya, karena keasyikan melamun dan memikirkan kegiatan hari esok.Â
Pertanyaan datang dibenaknya, apakah benar kakek pandai mengaji dan bercerita? Tapi pertanyaan tersebut kadang dijawabnya sendiri, bahwa kakek memang seharusnya pandai mengaji. Karena melihat ayah adalah salah satu qori terbaik saat itu dikotanya. Arman pernah menemani ayahnya saat mengikuti lomba MTQ tingkat kabupaten, dan ia meraih juara 1 tingkat dewasa putra.Â