Konfigurasi baru pasangan Anies Rasyid Baswedan - Ahmad Muhaimin Iskandar, melaju cepat menyalib parpol koalisi dan Capres lainnya yang masih saling lirik dan "bongkar pasang". Â
"Cukup mengejutkan. Tapi tak begitu menggemparkan bagi saya. Karena politik itu memang alat kepentingan untuk tujuan. Jadi, apapun bisa terjadi saat janur kuning belum melengkung", respon Munawar Fuad, Pengamat politik dan kebijakan dari President University.
Kang Fuad, pengamat dan penulis politik keumatan itu memandang bahwa politik di Indonesia, sangat cair, bahkan mengalahkan air es. Es saja bisa dicetak dalam kemasan model apapun tergantung cetakannya. Nah, politik di Indonesia bisa tampak liaik, penuh ambigu dan anomali. "Tiap kali musim Pemilu, suasana dan konteksnya berbeda. Aturan mainnya pun bisa berbeda-beda, sesuai dengan adanya kompromi dari tarik menarik kepentingan", papar Kang Fuad penulis Buku Peran Politik Kyai dalam Pemilu Presiden secara langsung 2004.
Menurut Kang Fuad, cocok juga nama pasangan Anies-Muhaimin, disebut AMIN. Biasanya Amin diucapkan di belakang sebagai Doa untuk dikabulkannya doa. Tapi, ini AMIN di depan, karena berhasil menyalib barisan Koalisi lain dan  Capres Ganjar dan Prabowo. Pertanyaannya, apakah AMIN akan bisa berlayar, jika Demokrat yang sudah meradang dan mencopot  Alat Peraga Kampanye (APK) juga bagaimana sikap dan posisi PKS.
"Sepertinya PKS akan tetap di barisan Koalisi Perubahan. Sementara Demokrat, cenderung akan hengkang. Lebih mungkin gabung ke Prabowo daripada ke  Ganjar. Atau mungkin, sekalian tunduk ke koalisii PDI Perjuangan. Itu serba mungkin", tandas Kang Fuad Aktivis dan Kader Nahdlatul Ulama.
Menurut Kang Fuad, dalam perspektif politik secara umum, keputusan Anies atau Nasdem keluar dari komitmen yang dibangun dengan koalisi perubahan menunjukkan inkonsisten. Karena, PKB adalah bagian dari kekuasaan. Karena itulah value dan prinsip Koalisi yang sejak awal rentan itu mengalami kontraksi malah bubar.
Dari kacamata Politik Keumatan, nama lain dari pandangan relasi Agama-Politik, saat pasangan AMIN (Anies-Amin) terbentuk menunjukkan tiga fenomena.
Pertama, semakin mencairnya politik keumatan, dimana PKB sebagai representasi politik Islam, terkhusus NU, bisa bersanding dengan Nadem yang nasionalis dan sekaligus bersama PKS yang kerap dinilai haluan kiri dan kanan. Atau PKS semakin moderat dan kompromistis.
Kedua, dari sisi politik Kyai atau siyasah jam'iyyah, bergabungnya PKB dengan Nasdem dan bercampurnya dg PKS, bakalan menimbulkan potensi konflik di tubuh PKB. Dari sisi kekuatan politik jamaah NU, sebagai pemilih terbesar dan terutama di Jawa  Timur sebagai penentu kemenangan, modal politik PKB baru sebelas persen dari pemilih warga NU. Selebihnya cair.
Ketiga, dengan ceruk suara warga NU yang masih cair dan kalkulasi yang berada di luar PKB lebih besar menjadi area terbuka bagi Capres lain untuk menggandeng tokoh pemimpin NU. Pilihannya, jika Khofifah tidak memilih ke Anies, masih ada Gus Iful atau Mbak Yenny Wahid. Atau Mahfud MD yang juga kental Ke NU annya.
"Jika Pasangan AMIN tetap melaju, dengan atau tanpa Demokrat, maka Cawapres NU yang paling bisa berpeluang jadi Game Changers adalah Yenny Wahid. Selain karena memiliki daya dongkrak pemilih perempuan, juga siapa bisa memadukan konfigurasi NU struktural, Kultural dan Spiritual", tanda Kang Fuad, mantan Sekjend GP Ansor menutup pandangannya.