Mohon tunggu...
MUNAWAR FUAD NOEH
MUNAWAR FUAD NOEH Mohon Tunggu... Dosen - Profesional, Social Entreprenuer

Bocah asli Putera daerah Pasundan Jawa Barat, terlahir asal Cibarusah Bekasi, pegiat perubahan, seorang social entrepreneur leader dengan visi besar, misi mulia dan cita luhur utk pemuliaan antar sesama, Pendiri/Pembina GSA Foundation, Pimpinan Yayasan Pesantren Ashshulaha Cibarusah, penulis buku "Indonesia: Awakening The Giant", "Kyai di Republik Maling", serta 27 buku terpublikasi lainnya, DOSEN di President University, Konsultan Corporate Social Responsibility & Good Corporate Governance, Direktur Program Dewan Masjid Indonesia Pusat, pernah bertugas diplomasi publik di mancanegara, pernah menjadi Tim Ahli Menteri Pertambangan dan Energi, Staf Khusus Menteri Kominfo RI, Asisten Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Sekretaris PP DMI Pusat, Pengurus PB Nahdlatul Ulama, MUI Pusat, ICMI Pusat, terpilih sebagai Sekretaris Jenderal DPP KNPI, Sekretaris Jenderal PP GP Ansor, Vice President Pemuda se Asia, Koord. Persaudaraan Anak Bangsa (Pimpinan Pemuda Lintas Agama0, Ketua Umum Senat Mahasiswa FS IAIN Jakarta, Ketua Presidium Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jkt, buku terbarunya "Kyai di Panggung Pemilu : Dari Kyai Khos sampai Kyai High Cost", DR. Munawar Fuad Noeh, MA, lengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Membangkitkan Ketahanan Nasional

20 Mei 2021   07:15 Diperbarui: 20 Mei 2021   07:22 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MEMBANGKITKAN KETAHANAN NASIONAL

Saat ini, di tengah ancaman wabah penyakit global, Pandemi Covid 19, krisis ekonomi yang terus mengalami recovery, luka dan  kesedihan bangsa yang mendalam karena tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 yang menewaskan seluruh awaknya,  hadirnya momentum hari kebangkitan nasional 20 Mei 1908 semoga menjadi nafas baru, energi terbarukan dan titik harapan di tengah membangun tatanan kehidupan "new normal". Tak terlupakan juga, momentumnya berbarengan dengan hari lahir Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional) yang ke 56 tahun, tepat pula menjadi bahan tafakkur dan perenungan, seberapa penting dan bermanfaat Lemhannas dapat menghadirkan solusi tuntas dan eksekusi nyata bagi permasalahan bangsa dan negara secara berkelanjutan ?

Di saat jelang reformasi 1998, menggema suara-suara kritis  kerap muncul saat situasi panas memasuki babak sejarah baru negeri ini. Bubarkan Orde Baru (Orba), bubarkan ABRI dan semua yang berbau Orba, termasuk Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasionas. Tercatat, Lemhannas mulanya didirikan oleh Bung Karno pada tanggal 20 Mei 1965 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1964, yang langsung berada di bawah Presiden. Pada tahun 1983, lembaga ini berubah nama menjadi Lembaga Ketahanan Nasional, yang berada di bawah Panglima ABRI.

Secara ekstrim saat itu bergulir deras gelombang suara "pokoke" segala yang dianggap berbau Orba, kudu dibubarkan, rombak total. Isu dan narasi itu menggema saat jelang dan di tengah arus reformasi dimulai 1997. Beberapa slogan kritis dan anti kemapanan berdentum nyaring saat menggeliatnya semangat reformasi total, yang berdampak pada lahirnya gerakan reformasi yang menjadi babak baru sejarah negeri.

Presiden Soeharto pun lengser keprabon. Mundur. Kabinetnya otomatis bubar. Rangkaian tragedi sejarah, apa yang disebut insiden Semanggi, Tri Sakti, konflik horizontal, kerusuhan Mei, kasus penculikan aktivis hingga pendudukan gerakan mahasiswa atas gedung MPR/DPR Senayan, diantara potret realita peristiwa gerakan reformasi.

Di tengah efek reformasi pun, saat itu ada segelintir masyarakat yang mempertanyakan eksistensi dan kontribusi Lemhannas. Apakah saat ini masih relevan dan menjadi kebutuhan ? Apakah agenda visioner Lemhannas untuk melahirkan dan menyiapkan para pemimpin negarawan masih mendapat legitimasi dan kepercayaan rakyat ?

Lemhannas dikenal sebagai lembaga negara yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pendidikan pimpinan tingkat nasional, pengkajian strategik ketahanan nasional dan pemantapan nilai-nilai kebangsaan.

Sirkulasi kepemimpinan di Lemhannas mengalami dinamika tersendiri. Sepanjang usianya, siapa yang menjadi Pemimpin di Lemhannas dipercayakan kepada tokoh terbaik dari lingkungan militer maupun non militer. Stigma Lemhannas menjadi instrumen militierisme pupus sudah. Menurut mantan Gubernur Lemhannas Prof Ermaya Suradinata, semua negara besar dan berpengaruh, memiliki institusi sejenis Lemhannas. Pada momentum saat ini, Gubernur Lemhannas Letjend TNI (Purn) Agus Widjojo, yang dikenal  salah seorang perwira 'intelektual" ABRI reformis di era reformasi menyebutkan bahwa Lemhannas milik bangsa dan negara, bahkan rakyat, termasuk yang terbaik di dunia, setidaknya diperhitungkan, menjadi kebanggaan nasional kita.

Sebagai sebuah refleksi, bagaimana optimisme dan harapan itu tersambung dengan realita dan kembali mendapatkan kepercayaan rakyat, selebihnya bisa mencapai apa yang menjadi target dan tujuannya.

 

"Gerakan Perubahan"

 Semasa saya aktif di lingkungan Nahdlatul Ulama, di jajaran Pimpinan Pusat GP Ansor maupun Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia, saya kerap mendorong dan merekomendasikan teman-teman untuk mengikuti berbagai jenjang jenis kursus, pendidikan maupun pelatihan di Lemhannas. Hasilnya penuh harapan, baik dan punya nilai tambah (addit values) yang bisa diandalkan baik di tingkat birokrasi, kepemimpin politik, sosial maupun di sektor lainnya. Ada juga yang masih mempertanyakan, buat apa ada Lemhannas, itu kan warisan Orde Baru, yang saat ini kederisasi kepemimpinan telah beralih ke partai politik, korporasi maupun lembaga civil society ?  

Dari sisi saya, kesan awal, mulanya mengenal Lemhannas merupakan bagian dari instrumen kelembagaan saat Orba berkuasa. Lemhannas, sebagai lembaga indoktrinasi Orde Baru. Setidaknya, apa yang menjadi gagasan besar dan visi luhur berdirinya Lemhannas telah dibajak oleh rezim kekuasaan dan menjadi alat kepentingan kekuasaan.  Serta merta seiring dengan makin derasnya gerakan anti Orba, Lemhannas termasuknya yang dianggap berperan melanggengkan doktrin dan kepentingan rezim disikapi kritis oleh sebagian masyarakat.

Lemhannas dikesankan sebagai lembaga yang mencuci otak, membekukan daya kritis dan kecerdasan warga, menjadi alat pembenar dan legitimator apapun kebijakan penguasa. Setidaknya deretan kritik itu pernah muncul pada waktu tertentu.

Terlebih di tengah arus besar bak bola salju, gerakan reformasi terus menggelinding. Gerakan mahasiswa gelar demo anti KKN dan menggema teriakan bubarkan ABRI (termasuk di dalamnya POLRI) yang dianggap sebagai pangkal militerisasi. 

Saat itu, saya menjadi bagian dari gerakan mahasiswa di garda depan, termasuk bersama kelompok Cipayung dan barisan Pemuda Ansor dan ormas kemahasiswaan dan kepemudaan bersama geakan rakyat dari ragam komunitas. Baik saat saya menjadi pimpinan lembaga senat mahasiswa maupun pentolan di ormas kepemudaan nasional, situasi dan kontek kebangsaan saat itu, merangsang nalar dan akal sehat, menggugah nurani, bagaimana kaum muda merespon dan ikut memberi solusi ?

Kami tumbuh dalam suasana keberpihak yang kuat terhadap arus perubahan. Semangat anti otoritarianisme, militerisme dan anti KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) yang mendarah daging sehingga menghancurkan rasa keadilan dan melukai amanah penderitaan rakyat. Rasanya kami dijajah oleh bangsa sendiri. Terngingat selalu apa kata Bung Karno. 

Saat memimpin kemahasiswaan dan organ kepemudaan nasional, saya bersama para tokoh pemuda menyempatkan berziarah ke tempat Gedung Indonesia Menggugat di Bandung. Saya juga merasakan, suasana sempit, pengap dan gelapnya kamar Bung Karno saat menuliskan Pledoinya di penjara. Petikan Pledoi

Bung Karno, saat saya duduk di bangku tua yang masih asli yang pernah diduduki Bung Karno ketika diadili pengadilan Belanda, bikin saya merinding. "Tugas saya berat melawan penjajah bangsa asing, kelak tugas kalian akan lebih berat, karena akan berhadapan dengan kaum penjajah dari bangsa sendiri".

Akhirnya gerakan reformasi bergulir cepat. Bahkan sangat cepat, tak terbendung. Targetnya hanya satu, Presiden Soeharto harus mundur atau dimundutkan, turun atau diturunkan. Barisan mahasiswa dan rakyat turun ke jalan jadi satu. Meskipun sempat diwarnai aksi kerusuhan dan kekerasan, termasuk mengorbankan mahasiswa dan rakyat sipil, barisan idealis terus lantang dan bersatu untuk menuntut rezim turun dari tahta kekuasaan.

Membangun Dialog

Saat itu saya menjadi Presidium Mahasiswa Pascasarjana Kampus IAIN Jakarta. Sembari, juga mendapat mandat dari Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor / Banser. Dalam sebuah gelaran nasional, upaya membangun rekonsiliasi nasional yang dikemas dalam Dialog Kemayoran, beberapa pimpinan aktivis dari Kampus, Ormas Pemuda dan ormas Islam pun diundang meskipun terbatas. Agendanya, kabinet baru bentukan Presiden Soeharto mau mendengar aspirasi dan mendapatkan respon langsung dari para tokoh nasional dan pimpinan gerakan kritis dan demonstran.

Meskipun ada sebagian teman-teman gerakan aksi yang menolak ragam dialog, saya termasuk yang mencoba berfikir positif dan masih menaruh harapan, semoga dialog bisa menjembatani titik temu dan menghindari korban. Dalam dialog Kemayoran yang dipimpin oleh Menhankam Pangab, Jenderal TNI Wiranto, juga didampingi para perwira tinggi militer seperti Letjen TNI SB Yudhoyono, Letjen TNI Fachrurrozi, Mayjend TNI Agus Widjojo, dan sejumlah pejabat penting lainnya. Para menteri utama pun hadir berjejer seperti sebuah sidang kabinet lengkap, kecuali Presiden Soeharto dan Wakil Preisden yang tak hadir.

Saya hadir mewakili Gerakan Pemuda Ansor/Banser. Kesempatan tersebut, di tengah kebuntuan dialog, ketegangan dan konflik, serta ancaman perpecahan, amatlah penting. Dalam tradisi pesantren, bertabayyun, menyampaikan pendapat, pandangan dan keyakinan serta meminta klarifikasi menjadi penting untuk melahirkan titik temu perbedaan dan mencoba menemukan kesepakatan.

Demikian juga, menjadi ajaran dari para guru mulia tentang spirit moderasi beragama dan berbangsa dalam lingkungan Ahlussunnah wal jamaah. Silaturahim kebangsaan tetap harus tumbuh meskipun banyak perbedaan kepentingan dan pandangan. Dengan silaturahim dan dialog, musyawarah, apa yang menjadi salah paham bisa menimbulkan paham yang salah pula, lebih banyak kesempatan untuk membangun konsensus.

Saat mendapat giliran menyampaikan pandangan, saya mulanya agak gugup jelang kena giliran berpendapat. Dialog terbuka, dihadiri para petinggi negeri, termasuk pejabat MPR/DPR RI. Sebelumnya, saya tak pernah berada dalam suasana formal dan terasa ada ketegangan seperti itu. "Bismillah, aja saya coba sampaikan sesuai dengan apa yang jadi suasana kebatinan rakyat", suara hati nurani berbisik lembut.

Saatnya tiba, saya menyampaikan sikap dan pandangan saya. "Kepada Presiden Soeharto, yang saat ini wakili pemerintah dan kabinet, terlebih ada Mbak Tutut sebagai Menteri Sosial, saya menyampaikan dengan tegas bahwa mahasiswa bersama rakyat, menginginkan adanya reformasi total. Bubarkan ABRI, Para Pejabat yang terlibat KKN harus mundur dan diusut tuntas kasus KKN nya, hukum harus ditegakkan seiring dengan upaya pemulihan krisis ekonomi harus segera diambil cepat. Rakyat tak bisa menunggu, karena kita mengalami krisis multidimensi, termasuk krisis kepercayaan terhadap pemimpin. Solusinya Reformasi total untuk perubahan yang lebih mendasar dan fundamental", demikian saya sampaikan dengan lantang dan tegas di hadapan pemerintah dan petinggi ABRI, termasuk Pimpinan POLRI di dalamnya.

Terus terang saat ini, termasuk usai menyampaikan pendapat, saya merasa panas dingin juga. Ada juga was was dan takut. Karena banyak teman-teman yang hilang, entah diculik atau dibunuh kabarnya. Sementara, arus kehadiran gerakan dan aksi mahasiswa terus meringsek ke Jakarta, entah terkonsentrasi di Semanggi, Slipi, Senayan ataupun Bundaran HI, semuanya mulai bergerak simultan.Tak terkecuali gerakan aksi dan demo di sejumlah kota pun kian merebak.

Saat itu, saya mencoba menyampaikan hal obyektif dan apa adanya dengan kebersamaan dan kekuatan kami yakini, karena apa yang saya sampaikan memang menjadi keresahan batin dan suara murni aspirasi rakyat. Saya gak tahu, apa yang akan terjadi setelah Dialog Kemayoran itu.Apakah saya akan ikut menghilang seperti yang dialami beberapa rekan aktivis gerakan.

 Usai Dialog Kemayoran tersebut, saat bubar beberapa perwira yang tak saya kenal sebelumnya mendekat. Ada yang mengajak kenalan dan ngobrol. Ada yang juga senyum dan sebagian serem, lumayan ngeri. "Jangan-jangan saya ikut hilang dan terancam", tetap saja ada kekhawatiran juga.

 Itulah awal saya berinteraksi secara terbuka dan intensif dengan para perwira ABRI (Di dalamnya termasuk POLRI). Tak disangka dari forum dialog formal tersebut berkembang ke jalinan komunikasi, saling kenal, secara dekat saat saling sapa, ngobrol dan bertukar pikiran, sebagian mereka menyatakan sependapat dengan pandangan saya dan teman pergerakan lainnya. Saya mulai mengenal dari dekat dan berinteraksi dengan sosok Menhankam Pangab Jenderal Wiranto, Kapolri Jenderal Pol Rusmanhadi, Letjen SB Yudhoyono, Letjen Agum Gumelar, Letjen Fachrurrozi, Mayjend Agus Widjojo, dan lainnya, termasuk Mayjend Probowo Subiyanto.

Di tengah suasana sebelum medio Mei 1997-1998, saat pimpinan GP Ansor/Banser diundang ke Markas Kopassus kami  sempat bertemu, berdialog penuh akrab dan kehangatan dengan Komandan Kopassus, Mayjend TNI Prabowo Subiyanto. Kami hadir untuk membangun silaturahim dan dialog jarak dekat ke Markas di Cijantung. Sosok pemimpin militer muda yang gagah, bersemangat, penuh harapan dan membanggakan; menjadi kesan para peserta dari Ansor/Banser dari seluruh Indonesia saat bertemu dan berdialog tentang kebangsaa bersama Komandan Kopassus.

Bahkan, menjadi kehormatan besar, saat Mayjend Prabowo memerintahkan para prajurit Kopassus menunjukkan atraksi dengan menerbangkan bendera Merah Putih bersama Bendera Ansor-Banser berkibar di angkasa dibentangkan para penerjun di atas langit Markas Kopassus. Kami semua takjub dan terharu, pasukan Kebanggaan Kopassus bersama Banser bersatu menjaga NKRI.

Jauh sebelum interaksi dalam suasana pra maupun gerakan reformasi, persinggungan saya dengan tokoh ABRI dimulai saat menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa FS IAIN Jakarta. Selain berkuliah, pada awal 1990-an, kritisisme dan idealisme mahasiswa mulai menggeliat. Beberapa kali saya terlibat aksi di jalan, termasuk pembelaan dan aksi kami atas kasus buruh Marsinah, advokasi petani Cimacan, hingga aksi anti perjudian Porkas sempat merobohkan pagar kantor kementerian Sosial RI.

Di tengah gerakan aksi-aksi itu, sebuah undangan Coffee Morning kepada para aktivis dan tokoh masyarakat dilayangkan Pangdam Jaya, Mayjend TNI AM Hendropriyono. Saya pun hadir, meskipun dengan niat semula, bagaimana saya bisa menyampaikan aspirasi, wacana publik, dan keresahan intektual dan moral atas situasi kebangsaan yang saya yakini menjadi BOM WAKTU yang siap meledak jika saluran aspirasi tersumbat dan solusi tak kunjung datang.

Pangdam Jaya, Mayjend TNI AM Hendropriyono sebagai tuan rumah menunjukkan sosok pemimpin yang ramah, simpatik dan cerdas, meskipun gestur dan garis wajah militernya tetap tampak tegas. Dengan hangat menyambut kami, sehingga terjadi pertemuan tanpa skat dengan para tokoh dan peserta Coffee Morning yang hadir.

Ada harapan besar bagi saya, sepanjang katup silaturahim dan komunikasi terbuka, masih terbuka jalan kolaborasi dan sinergi. Toh, undangannya juga minum kopi bareng, nyantai, dan kondusif buat ngobrol dari jarak dekat. Titik awal pertemuan itu mulai membuka pemahaman saya tentang adanya sosok- sosok penting para tentara dan polisi yang berjiwa nasionalis, terbuka dalam dialog dan juga punya idealisme dan pandangan kritis bagaimana membangun negeri lebih baik.

Sejarah tak terlupakan, memang banyak pemimpin militer, dari ABRI yang juga punya kecerdasan, nasionalis sejati dan berjiwa negarawan. Mereka juga punya keresahan yang sama. Termasuk, punya idealisme dan harapan bagaimana mengembalikan Indonesia ke jati diri sesuai cita proklamasi dan pembukaan UUD 45. Sepertinya, tak selalu tepat adanya pandangan dikotomis dan diskriminatif antara sipil-militer, elit-alit, arus atas-arus bawah, kaum santri, priyayi dan abangan, menjadi cair, untuk memungkinkan terjadinya rekonsiliasi, kolaborasi dan sinergi dalam spirit keindonesiaan.

 

 Angin Reformasi dari TNI

Terpenting lainnya, saat ABRI membuka lebar, bahkan terbilang "radikal" dengan gelaran Seminar ABRI Abad 21 pada 1998 di Markas Sesko ABRI di Bandung. Ini amat moumemantal dan historical.  Saya terkaget karena mendapat undangan resmi untuk menjadi peserta. Entah apa  latar belakangnya kenapa saya diundang. Tentu saya berhasrat menggali lebih banyak perkembangan, apakah ABRI akan ikut dengan arus reformasi ? Saya berniat memanfaatkan ruang tersebut, bagaimana  untuk ikut berdialog, sumbang ide dan gagasan, dalam Seminar yang menurut saya sangat penting, keren, TOP, karena menjadi harapan bagi aspirasi kelompok kritis dan penggerak aksi.

Kesempatan terbaik bagi saya untuk menyiapkan beberapa pandangan, usai ngobrol bareng teman-teman aktivis, bagaimana suasana dialog tersebut dapat kita manfaatkan untuk menggoalkan aspirasi. Apakah ABRI, termasuk POLRI, di dalamnya ada niatan dan keseriusan untuk ikut arus reformasi atau mereka akan melawan arus.

Di hari Seminar ABRI Abad 21 itu makin memberi ruang dan kesempatan bagi saya mengenal dan berinteraksi dengan para petinggi militer dan Polri serta elita nasional. Tentu saja, dengan sangat terbatas dari perwakilan sipil, apalagi mahasiswa dan pemuda. Saya tak membuang kesempatan untuk belajar memahami lebih dalam suasana kebatinan, persepsi, pemikiran dan arah dari peran ABRI saat reformasi dan ke depannya.

Seperti momen sebelumnya, saat medio 1996-1998 hingga 1999, saya ikut menjadi bagian dari titik seimbang dari arus gerakan aktivis-kelompok kritis dengan para elit yang punya prekuensi sama : Reformasi dan Perubahan. Dari Seminar yang sangat monumental tersebut, saya bisa menyerap keaslian dan kemurnian, spirit dan ruh kenegarawanan para peserta yang bercampur tanpa dikotomi sipil-militer, beda agama, keyakinan dan latar ragam sosial dan budaya, semua sepakat reformasi ABRI dan kawal reformasi negeri. Deal.

Pada saat itulah, saya berinteraksi dengan Dansesko TNI Letjen TNI Agus Widjojo sebagai Komandan Sesko TNI saat itu mempunyai nilai dan posisi strategis. Buah fikir dan jejak rekamnya dalam buku Transformasi TNI menggambarkan utuh diskursus intelektual dan pengalaman praksis bagaimana TNI/POLRI mampu beradaptasi dengan panggilan sejarah baru dan arah baru pembangunan.

Demikian juga, saya berkesempatan bertemu dengan Gubernur Lemhannas RI, Bapak Agum Gumelar, di ruang kerjanya. Saya pun bisa leluasa berdialog, sangat tajam dan kritis, namun suasana demokratis.

 Dari kedua interaksi tersebut, pandangan saya makin terbuka, betapa indahnya silaturahim, dialog dan kolabarosi membangun kesepahaman dalam perbedaan, bagaimana bersama mengisi kemerdekaan sesuai amanah para pendiri bangsa.

Adanya kompetisi dan persaingan antar para perwira tinggi TNI/ POLRI, baik di ranah publik hingga politik dan kontestasi politik, bagi saya menunjukkan adanya ekspresi tanggungjawab moral dan nasionalisme, bagaimana ikut mengabdi dan berkontribusi. Persaingan sengit Pemilu 2004 misalnya, saat Wiranto, Yudhoyono maupun Agum Gumelar yang  maju dalam kontestasi Pemilu Presiden-Wakil Presiden secara langsung, tak menimbulkan konflik dan pertumpahan darah. Semua tetap dalam semangat korsa dan korps, sesama anak bangsa yang berhasrat mengabdi dengan tetap menjaga persaudaraan kebangsaan.

Selanjutnya, seiring dinamika perjalanan bangsa, para pemimpin yang mampu beradaptasi dengan arus perubahan, mereka pun tampil dan mendapat kesempatan berperan dalam ruang pengabdian masing-masing. Kadang bersanding, adakalanya bersaing, baik di lingkungan internal TNI-POLRI, maupun kalangan sipil, semua memiliki spirit nasionalisme untuk bakti bagi bumi pertiwi.

"Lemhannas, Sebuah Harapan"

 Dari kejauhan, saya ikut mengamati babak demi babak siklus sejarahnya, Lemhannas pun terus berbenah. Ada pasang surut, jatuh bangun dalam pusaran perubahan. Namun, ternyata masih tetap ajeg, kokoh dan tegak berwibawa, tenang dan kalem, tanpa hingar bingar.

Sejak Presiden Soekarno menggagas berdirinya Lemhannas, dilanjutkan dari satu orde ke orde berikutnya, Lemhannas makin menemukan performance jati dirinya. Bagaimana Lemhannas dapat menjadi kawah candradimuka pembibitan pemimpin nasional berjiwa negarawan. Lemhannas dapat menjadi Laboratorium pemimpin negarawan yang terdistibusi di berbagai strata dan bidang serta lingkungan yang luas.

Apakah segala niatan dan harapan tersebut sudah atau dalam proses perwujudan atau malah mengalami kegagalan alias tidak sesuai harapan. Seperti itulah secara sekilas, saya menyerap persepsi, pandangan dan pertanyaan yang muncul hingga saat ini.

Reformasi yang memuncak dan meledak melahirkan dampak dan imbas multidimensi. Ditambah dengan lingkungan global dan perkembangan cepat tumbuh kembangnya revolusi industri digital, menjadi tantangan dan kewaspadaan tersendiri dalam konteks dan spirit kebangsaan. Bagaimana posisi dan peran Lemhannas dapat menyiapkan tunas pemimpin negarawan bagi peran kepemimpinan nasional di berbagai bidang. Entah di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif ataupun lembaga eksaminatif seperti BPK.

Apa yang menjadi tantangan sekaligus harapan besar terhadap Lemhannas di hari Miladnya yang ke 56 tahun  pada 20 Mei 2021 dapat saya sampaikan.

Pertama, Indonesia yang tengah menghadapi krisis pandemi seiring krisis ekonomi global yang berdampak luas, membutuhkan Indonesia dengan ketahanan nasional yang tetap kokoh, utuh tangguh serta berperan bagi keberlangsungannya.

Kedua, Lemhannas perlu membangun optimisme dan perkuat  keyakinan untuk menjawab dan sekaligus menawarkan solusi, atas pesimisme dan kritik terkait Indonesia yang dipandang sebagai negara gagal, terjadi kegagalan kepemimpinan, gagal kebijakan dan gagal memperkuat daya saing dengan negara lain. Bagaimana arah, tujuan dan capaian pembangunan berada di garis lurus dengan cita para pendiri bangsa, apakah masih sesuai dan seiring dengan cita nasional dan tujuan nasional yang dicitakan para pendiri bangsa. Ataukah, hanya menunjukan egoisme, keangkuhan sektoral dan pencitraan semata ?

Ketiga, perjalanan demokrasi yang harus mendapat kepastian, apakah sudah sesuai dengan kesepakatan dan konsensus keindonesiaan kita, Pancasila, Pembukaan UUD 45, NKRI dan Bhinnneka Tunggal Ika ? Bagaimana mulai dirumuskan panduan, demokrasi visioner dengan hasil dan capaian kesejahteraan dan ketahanan nasional yang tangguh. Apakah oligarki, monopoli, gerontokrasi, mobokrasi dan sistem yang tak sejalan dengan Pancasila akan terus dibiarkan membahayakan ketahanan nasional kita. Bagaimana demokrasi bisa beriringan dengan "prosperity", dimana setiap warga bangsa menikmati kesejahteraan dalam adil-makmur.

Keempat, bagaimana Lemhannas dapat memberi panduan moral dan mampu menawarkan sistem terbaik dan sosok negarawan yang nyata, real bagi sirkulasi dan siklus kepemimpinan nasional di setiap tingkat jenjang dan masa ? Apakah pemimpin hanya cukup ditentukan lembaga suvei, partai politik, kelompok oligar dan kepentingan korporasi atau bahkan kepentingan global yang merasuki sistem politik, legislasi, investasi ataupun budaya baru di era Revolusi 4.0 ? Bagaimana kepemimpinan Presiden Jokowi dapat menawarkan sistem, figure dan budaya kehidupan demokrasi yang sejalan dengan harapan dan kebutuhan negeri ini menjawab tantangan dan meraih keunggulanya.

 Kelima, seperti halnya momentum Seminar ABRI Abad 21, dimana Letnan Jenderal Agus Widjojo turut menjadi aktornya, ketika saat ini memangku amanah sebagai Gubernur Lemhannas bersama Sestama, Komjend Pol. Purwadi Arianto dengan seluruh sistem dan sumberdaya yang dimiliki dapat menawarkan solusi strategis dan berkesinambungan, secara terpadu, langkah taktis dan eksekusi terbaik dalam penanganan wabah Covid19 dan solusi krisis ekonomi untuk recovery total dan menyeluruh. Bagaimana strategi dan sistem pertahanan rakyat semesta diterapkan menjadi gerakan nasional dan solidaritas nasional melawan musuh bersama Pandemi Covid19.

Dengan perjalanan sejarah yang cukup panjang, kemampuan, jejak dan karyanya, serta human capital dari para alumninya, tentuLemhannas punya potensi dan energi besar untuk memberikan yang terbaik bagi negeri. Bagaimana Lemhannas terus membantu para pimpinan nasional yang sedang emban amanah dan kewenangan, serta menyiapkan para pemimpin negarawan yang sangat mendesak, melahirkan pemulihan dan penyelamatan negeri keluar dari krisis pandemi dan ekonomi, serta prioritas terbaik bagi rekonsiliasi nasional dalam tata kehidupan dan budaya baru.

Dan juga, bagaimana menggerakkan spirit Sihankamrata bagi kebangkitan setiap dan seluruh rakyat bersamaan dengan kebangkitan Indonesia memenangkan perang melawan Pandemi dan transformasi menuju tata kehidupan baru sesuai dengan cita dan tujuan nasional kita.

Dari masa pandemi COVID19 saat ini, di tengah krisis global di bidang kesehatan dan ekonomi, terjadi pergumulan kepentingan global yang sedang mendefinisikan kembali posisi dan reposisinya. Termasuk efek dan dampaknya, bagi Indonesia, kembali Lemhannas mendapat tantangan, bagaimana menyiapkan arah baru, jalan baru, dengan tetap membawa spirit keindonesiaan secara utuh. Bagaimana Visi Indonesia 2045 dan 100 tahun ditata ulang ke depan dengan tetap menyerap kristalisasi nilai sejarah 100 tahun spirit sejarah Nusantara.

Negeri ini berharap dan  menantikan, bagaimana Lemhannas dapat menjadi provider, penyedia,  dan transforter, pengantar, hadirnya para pemimpin nasional berjiwa negarawan terbaik, dari tingkat presiden, wakil presiden, menteri, kepala daerah hingga pemimpin TNI/POLRI, pimpinan Partai Politik termasuk di level pemimpin sosial dan kaderisasi kepemimpinan visioner untuk menggapai cita nasional kemerdekaan yang sesungguhnya.

Kembali sesuai namanya, Lemhannas, semoga tetap menjadi harapan sebagai  perekat, lem, yang tahan atas segala situasi panasnya keadaan sekalipun, untuk terus merawat spirit persatuan dan kesatuan, menjadikan Indonesia menjadi Indonesia yang dicitakan dan menjadi kesepakatan bersama dalam kebersamaan.

Dokpri
Dokpri
Dirgahayu Lemhannas ke 56 Tahun.

Kang Fuad_Munawar Fuad

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun