Itulah, V-SAS, alias Virus Said Aqiel Siradj, yang namanya populer disingkat SAS, seorang Ulama dan Pemimpin muslim berpengaruh, yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama.
Begitu tegas, bahkan nyaring dan keras, bak virus mematikan, tiap kata, kalimat, dan rangkaian narasinya sangat tajam dan mematikan. Suaranya yang bertenor bas, menggemakan suasana, menggetarkan kesadaran dan pencerahan buat semua.
Tak peduli dengan gencaran di media sosial dengan serangan balik virus bully, kritik pedas, caci, maki dan sumpah serapah, seakan SAS bersuara lantang dikesankan dan dituduh kecewa dan sakit hati karena tak menikmati kue kekuasaan baik pribadi maupun PBNU secara institusi.
Apa yang disampaikannya memang bernyawa. Substantif. Isinya memang menjadi realita, nyata bahkan gumpalan penyakit virus kebangsaan, perintahan, seputar masalah ketidakadilan sosial-ekonomi, salah urus program dan kebijakan negara, serta penyakit chronis lainnya. Bak cemeti, V-SAS terus mengarah jadi pemicu kesadaran dan pencerahan.
Kecuali bagi yang abai atau tak menganggap serius, V-SAS bisa menjadi bola salju dan bola liar yang terus menggelinding. Momentum demi momentum, gaung V-SAS ini sangat efektif langsung diterima dan ditangkap oleh warga - jamaah Nahdhiyyin.
Bahasa dan langgam V-SAS dengan narasi dan orasinya
sangat mudah dipahami dan langsung merasuki
warga NU yang tersebar seantero nusantara dan dunia. Karena jaringan NU telah banyak tersebar di mancanegara.
Banyak pihak, langsung terhentak, terkesima, bahkan kembali ke memori masa Gus DUR, saat Gus Dur secara konsisten, terdepan dan tertajam meskipun diselingi banyak guyon, melakukan kritik terhadap rezim paling berkuasa di Republik ini, Orde Baru.
Saat itu V-G (Virus Gusdur), dalam sejarah menjadi pemicu gerakan reformasi. Gerakan perubahan rakyat yang menumbangkan adikuasa Soeharto yang akhirnya mengundurkan diri karena rakyat-santri-mahasiswa bersatu bersama dengan seluruh komponen yang kritis. Jadilah, kekuatan ulama-rakyat-mahasiswa terkonsolidasi, berangsur mendapat dukungan ABRI (TNI-POLRI) serta Parlemen.
VIRUS SAS sebenarnya sudah mulai sejak awal tahun 90-an. Saya mengenal dekat SAS sejak saya muda di GP Ansor, Beliau ikut meluncurkan buku Pertama saya, Gerakan Moral Anti Korupsi di Hotel Acasia, seberang Markas PBNU. Kemudian perlahan, Virus pemikiran dan gerakan SAS menemukan momentumnya, ketika terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Virus SAS bertumbuh di masa Virus Gusdur yang memang SAS sangat dekat, bahkan seakan tanpa jarak dengan pemikiran dan langkah Gus Dur.
Apakah Virus SAS akan mengulang sejarah itu ? Atau justru, malah Virus SAS, menjadi obat dan penyembuh dari segala penyakit yang komplikasi menimpa jiwa raga sistem dan budaya negeri ini.
Tentulah, dengan spiritual wisdom dan kesadaran sosial kita, negeri dengan sejuta harmoni dan spirit persaudaraan ini lebih mudah menemukan titik simpul "kalimatun sawaa", terbangunnya silaturahim, rekonsiliasi, dan sinergi yang terbaik antara umara, ulama dan umat.