Mohon tunggu...
Muna Makkadafi
Muna Makkadafi Mohon Tunggu... -

lelaki pembaca segala dan lsekarang agi asyik-asyiknya belajar fotografi dan ilmu kelirumologi...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku dan lelaki kita...

1 Januari 2011   18:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:03 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku dan lelaki kita...

Entah ini hari yang keberapa aku tidak tahu lagi caranya untuk menyisir rapi rambut hitamku ini. Begitu juga dengan cara memejamkan mata untuk mendapatkan apa yang orang bilang tidur nyenyak. Yang kuingat semuanya terjadi begitu saja ketika lelaki, yang kusebut sebagai pacar itu, meninggalkanku dan memilih pindah ke lain hati. Sebut saja lelaki itu, lelaki kita.

Sebelumnya, kalian boleh memanggilku siapa saja. Aku sebenarnya tidak penting. Jadi, kurasa namaku pun tidak penting untuk aku sebutkan dalam kisah ini. Lagian setelah sekian lama setelah aku lupa cara menyisir rapi rambut indahku dan tidak tahu cara memejamkan mata, aku pun sebenarnya tidak tahu siapa namaku. Yang kutahu mereka, teman-teman dan tetanggaku sering menyebutl sebuah kata dan kurasa mereka memanggil namaku.

Aku dalam kisah ini akan bercerita tentang cinta. Yah, sebuah kata yang jika aku menyebutnya harus dengan sekuat tenaga. Aku harus melawan debar kuat jantung yang begitu menghujam untuk menyebut kata itu. Kata yang membuatku bingung untuk membedakannya dengan sepi. Kamu pasti bingung juga, kok cinta susah dibedakan dengan sepi, bukan???

Kusarankan kepadamu untuk menyimpan rapat kebingungan itu sampai semuanya selesai kukisahkan dalam kisahku ini.

Cinta, pertama kali kukenal kata ini hampir tujuh tahun yang lalu. Aku diperkenalkannya oleh seorang lelaki. Seorang lelaki yang sekali lagi dalam kisah ini kita panggil saja lelaki kita. Lelaki yang begitu baiknya menurutku mengenalkanku tentang cinta, mencintai dan dicintai. Aku tidak pernah merasakan perasaan yang begitu indahnya ketika bersamanya. Kemana-kemana selalu bersama. Semua teman-temanku dan tetangga-tetangga kamarku menganugerahi kami gelar romeo juliet jaman sekarang. Tanpa kumengerti apakah mereka tahu akhir cerita romeo-juliet dalam berbagai kisah jaman dulu itu. Atau jangan-jangan mereka memang mengingikan kami, aku dan lelaki kita akan berakhir seperti kisah romeo-juliet itu.

Untuk diketahui aku begitu mencintai lelaki kita ini. Aku akan merasa kesepian jika dia tidak disampingku. Pun jika dia tidak disampingku aku selalu berusaha mengetahui lelaki kita ini sedang dimana, bersama siapa dan lagi berbuat apa. Aku rajin menelpon dia. Mengirimkan pesan singkat kepada dia.

Kamu boleh tidak percaya kalau dalam inbox hapeku semuanya penuh terisi pesan-pesan singkat dari lelaki kita ini. Aku begitu senang ketika aku mengirim pesan singkat dan lelaki kita ini segera membalasnya. Aku rela menghapus pesan-pesan dari yang selain lelaki kita ini hanya untuk menyimpan pesan-pesan singkat darinya.

Aku bahkan punya hobi baru jikalau lelaki kita ini tidak sempat meninabobokan aku sebelum tidur dengan cerita-cerita hariannya yang begitu banyak. Aku selalu membaca ulang pesan-pesan singkat itu sampainya aku tertidur sendiri.

Aku begitu cinta sama lelaki kita ini. Sepertinya aku sudah tidak bisa hidup tanpa dia. Aku begitu bergantung sama dia. Sampai suatu hari dia memutuskan untuk meninggalkanku lewan pesan singkat. Alasanya simpel, dia atau lelaki kita ini tidak percaya kalau aku begitu mencintainya. Lelaki kita ini merasa kalau kehadirannya selama ini disisiku hanya sebagai pengusir sepiku saja. Lelaki kita ini takut jikalau suatu saat ketika dia sudah tidak bisa lagi berada disisiku aku akan menjadi gila. Lelaki kita ini ingin memberiku pelajaran untuk tidak bergantung pada orang lain selain diriku. Mulia nian niat lelaki kita ini, bukan???

Setelah kepergian lelaki kita ini setiap hari kuisi dengan membaca ulang pesan-pesan singkat yang sengaja kusimpan selama kami dalam pemahamanku saling mencintai. Kamu boleh ragu dan tidak percaya kalau aku katakan bahwa semua pesan singkat yang dikirimkan lelaki kita ini mulai dari ketika dia menyatakan cintanya padaku, ketika kami misalnya bertengkar sampai sesaat sebelum dia memutuskan hubungan kami. Hanya satu pesan singkatnya yang terhapus atau sengaja kuhapus. Kamu pasti bisa menebaknya, kan???

Selain membaca pesan-pesan singkat lelaki kita itu, aku juga selalu mengunjungi tempat-tempat yang selalu kami kunjungi bersama. Tempat terfavorit aku dan lelaki kita itu adalah taman kota yang persis berada disamping rumahku. Di tempat itulah kami sering bercerita tentang rencana-rencana masa depan kami.

Rencana membangun rumah mewah seperti rumah mewah salah satu supervisor kami. Punya mobil banyak yang sekali lagi seperti milik supervisor kami. Kami juga berencana punya anak yang lucu-lucu tapi tentunya tidak seperti supervisor kami yang sampai saat ini belum punya anak. semuanya terikrar di taman ini.

Aku selalu menghabiskan di taman yang dalam kisah ini biar kunamakan taman asmara. sedikit norak siy memang namanya. Tapi apa peduli dengan nama bagi seorang pecinta bingung seperti diriku. Aku menghabiskan banyak waktu disana dan masih berharap lelaki kita itu akan datang sekali waktu untuk meminta agar aku bersedia menerimanya kembali..

Sampai kemudian dalam kesendirian di taman asmara itu dia akhirnya datang juga. Dia yang kusebut lelaki kita itu datang tidak dalam bentuknya yang aku dan kita kenal sebelumnya. Dia datang dalam wujud yang lain yang entah kenapa aku yakin kalau dialah lelaki kita.

aku yakin karena dia begitu setianya menemaniku selama aku di taman asmara ini. Sama setianya seperti dulu ketika aku masih saling mencintai dengan lelaki kita itu.

dan seperti apa yang kubilang tadi dia datang dalam wujud lain, tidak seperti lelaki yang kita kenal bersama.

Tak perlu kusebutkan dalam kisah ini dalam bentuk apa lelaki kita itu datang kembali. Yang jelas setelah dia kembali aku sudah tidak ingat lagi cara menyisir rapi rambut indahku dan lupa cara memejamkan mata. Bahkan namaku pun seperti yang kusinggung di awal kisah ini tidak lagi kuingat. Yang sering kudengar dari celotehan anak-anak kecil di sekitar taman asmara itu adalah sebuah kata yang samar-samar disertai jari telunjuk miring di dahi seraya menunjuk kearah diriku. Meski begitu, aku bahagia karena lelaki kita telah kembali.

Tak perlu kujelaskan perbedaan cinta dan sepi, bukan???

20 Desember 2010

100 KM dari perbatasan RI-Malaysia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun