Mohon tunggu...
Muna Makkadafi
Muna Makkadafi Mohon Tunggu... -

lelaki pembaca segala dan lsekarang agi asyik-asyiknya belajar fotografi dan ilmu kelirumologi...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku dan lelaki kita...

1 Januari 2011   18:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:03 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selain membaca pesan-pesan singkat lelaki kita itu, aku juga selalu mengunjungi tempat-tempat yang selalu kami kunjungi bersama. Tempat terfavorit aku dan lelaki kita itu adalah taman kota yang persis berada disamping rumahku. Di tempat itulah kami sering bercerita tentang rencana-rencana masa depan kami.

Rencana membangun rumah mewah seperti rumah mewah salah satu supervisor kami. Punya mobil banyak yang sekali lagi seperti milik supervisor kami. Kami juga berencana punya anak yang lucu-lucu tapi tentunya tidak seperti supervisor kami yang sampai saat ini belum punya anak. semuanya terikrar di taman ini.

Aku selalu menghabiskan di taman yang dalam kisah ini biar kunamakan taman asmara. sedikit norak siy memang namanya. Tapi apa peduli dengan nama bagi seorang pecinta bingung seperti diriku. Aku menghabiskan banyak waktu disana dan masih berharap lelaki kita itu akan datang sekali waktu untuk meminta agar aku bersedia menerimanya kembali..

Sampai kemudian dalam kesendirian di taman asmara itu dia akhirnya datang juga. Dia yang kusebut lelaki kita itu datang tidak dalam bentuknya yang aku dan kita kenal sebelumnya. Dia datang dalam wujud yang lain yang entah kenapa aku yakin kalau dialah lelaki kita.

aku yakin karena dia begitu setianya menemaniku selama aku di taman asmara ini. Sama setianya seperti dulu ketika aku masih saling mencintai dengan lelaki kita itu.

dan seperti apa yang kubilang tadi dia datang dalam wujud lain, tidak seperti lelaki yang kita kenal bersama.

Tak perlu kusebutkan dalam kisah ini dalam bentuk apa lelaki kita itu datang kembali. Yang jelas setelah dia kembali aku sudah tidak ingat lagi cara menyisir rapi rambut indahku dan lupa cara memejamkan mata. Bahkan namaku pun seperti yang kusinggung di awal kisah ini tidak lagi kuingat. Yang sering kudengar dari celotehan anak-anak kecil di sekitar taman asmara itu adalah sebuah kata yang samar-samar disertai jari telunjuk miring di dahi seraya menunjuk kearah diriku. Meski begitu, aku bahagia karena lelaki kita telah kembali.

Tak perlu kujelaskan perbedaan cinta dan sepi, bukan???

20 Desember 2010

100 KM dari perbatasan RI-Malaysia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun