Dalam kehidupan bernegara pancasila adalah pedoman kehidupan bagi seluruh rakyat, serta ideologi dasar dalam kehidupan bagi negara Indonesia, tidak hanya dibaca namun juga harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau, 1.304 suku dan memiliki 6 agama yang diakui yaitu Islam, Hindu, Budha, Kong Hu Cu, Kristen Katolik dan Kristen Protestan.
Dengan banyaknya agama-agama tersebut maka masyarakat Indonesia harus hidup dengan cara bertoleransi dengan agama lain, karena sesuai dengan isi pancasila yang pertama yaitu "Ketuhanan yang maha esa" yang mengandung makna bahwa bangsa Indonesia mempunyai kebebasan menganut agama dan menjalankan ibadah yang sesuai dengan ajaran agamanya, bertoleransi serta menghormati satu sama lain. Hal ini akan mewujudkan kehidupan yang selaras didalam kehidupan bernegara.
Tapi masih saja ada masyarakat Indonesia yang belum bisa menerapkan hidup bertoleransi sebagai contoh, kasus islam radikal, kejadian ini sering terjadi di kalangan masyarakat Indonesia yang mempunyai paham ekstremisme, radikalisme dan intoleransi dalam beragama. Orang yang menganut paham ekstremisme terhadap suatu agama biasanya mereka tidak mengetahui dengan benar arti toleransi dan begitu fanatik. Seseorang dengan sikap ekstrimisme pada agama tak segan-segan akan mewajibkan orang lain untuk melakukan sesuatu yang tidak diwajibakn oleh Allah. Ia pun sering bersikap kasar bukan pada tempat dan masanya apalagi jika yang diperdebatkan adalah masalah akidah.
Baca juga: Pancasila sebagai Ideologi dan Pandangan Hidup Negara Indonesia
Ia mengkafirkan orang lain, menghalalkan darah dan harta benda, mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar serta mengkafirkan orang yang tidak menerima fikiran mereka atau yang tidak bergabung dalam jemaah mereka. Seseorang dengan paham ekstrimisme adalah orang yang keras dalam pergaulan dan kasar dalam bertutur kata sehingga bisa saja dikatakan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Islam adalah agama dakwah yang bertujuan menyebarkan kasih sayang dan kebaikan untuk umat manusia. Karenanya, sikap ekstrimisme, radikalisme dan intoleransi ini tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya juga tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam segala urusan, terlebih lagi dalam urusan agama.
Dalam sila kedua "Kemanusiaan yang adil dan beradab" yang bermakna bahwa setiap tatanan masyarakat tidak terbatas pada suku, agama, ras dan antar golongan wajib bersikap  dan berperilaku sesuai norma adat dan istiadat yang berlaku serta berhak mendapatkan persamaan derajat guna menciptakan keadilan dan kemanusiaan.
Namun dalam sila kedua tersebut masih saja ada kasus yang tidak menerapkan makna dari sila kedua tersebut, misalnya hukum Indonesia yang masih saja tajam kebawah, contoh kasus Nenek Asyani yang diduga mencuri 7 batang kayu jati milik Perum Perhutani, menurut Nenek Asyani kayu jati itu ditebang dari lahan milik almarhum suaminya yang kini sudah dijual. Namun, pihak Perhutani tetap mengatakan bahwa kayu tersebut berasal dari lahan milik mereka dan bersikeras tetap memperkarakan kasus pencurian tersebut.
Dikarenakan hal ini, sejak bulan Juli - Desember 2014, Nenek Asyani mendekam di dalam penjara untuk menunggu proses persidangan. Pihak pengadilan memberikan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Sedangkan para kaum elit bisa saja hukumannya kurang dari ancaman yang diberikan oleh pihak pengadilan, bahkan bisa saja kaum-kaum elit tersebut membeli hukum yang ada agar tidak terjerumus jeruji penjara. Rasanya hukum di Indonesia masih belum bisa berlaku adil untuk semua rakyat Indonesia, sehingga membuat masyarakat golongan menengah kebawah tidak bisa berbuat apa-apa dan masyarakat golongan atas bisa berbuat semena-mena dengan hukum.
Selanjutnya dalam sila ketiga "Persatuan Indonesia" yang mempunyai makna walaupun rakyat Indonesia memiliki perbedaan suku, bahasa daerah, etnis, agama, kebudayaan, warna kulit dan sebagainya, namun tetap wajib mendapatkan persamaan kedudukan, serta mendapatkan kesejahteraan dibawah naungan pemerintah guna menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia.
Baca juga: Penguatan Ideologi Pancasila sebagai Dasar Negara pada Era Globalisasi