Mohon tunggu...
AA AMARUDIN MUMTAZ
AA AMARUDIN MUMTAZ Mohon Tunggu... -

CEO JOMBANG CENTER OF ARABIC LEARNING STUDIES

Selanjutnya

Tutup

Money

Dana Tabarru’ Asuransi Syariah Milik Siapa ?

27 Juni 2015   09:07 Diperbarui: 27 Juni 2015   09:11 2478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

Saat mendengarkan penjelasan prof. syamsul anwar dalam kuliah aplikasi kontratual bisnis syariah, saya terkejut bahwa sampi saat ini dana tabarru’ asuransi syariah masih diperdebatkan, bahkan sampai dalam forum konferensi pakar ekonomi dan Dewan Pengawas Syariah Nasional di Yogyakarta beberapa waktu lalu - seperti dalam penjelasan beliau.-, pun masih diperselisihkan dan belum ditemukan jalan jawabannya.

Padahal dalam hatiku menanggapi, bukannya dana tabarru itu dana hibah ?, kalo hibah kan statusnya sudah jelas, dana itu adalah pemberian para nasabah anggota asuransi syariah yang secara ikhlas diberikan untuk digunakan sebagai dana amal sholeh, dana penjamin, dan dana cadangan, yang dapat dimanfaatkan jika suatu saat ada diantara anggota asuransi yang mengalami musibah atau mengalami sesuatu yang memenuhi persyaratan mendapatkannya, sehingga ia berhak dan dapat mengajukan klaim.Dan bila terjadi kelebihan dana tabarru’ sendiri akan dibagikan ke peserta setelah diakumulasikan ke cadangan tabarru 30% dan sisanya di bagikan ke peserta 80% yang memenuhi syarat ketentuan dalam akad, sedangkan perusahaan juga mendapat ujrah atau biaya wakalah atas pengeloaan dana tabarru’ sebesar 20%.

Ternyata tidak cukup –pemahaman yang dikehendaki beliau- sampai disini saja, permasalahan yang beiiau lontarkan adalah, pada hakikatnya milik siapakah sesungguhnya dana tabarru’ itu ?, apakah milik para peserta asuransi syariah, ataukah milik perusahaan pengelola dana asuransi syariah ?.

Apabila memang dana itu adalah milik para donator tabarru (para peserta), maka menjadi aneh jika diminta kembali. Hal ini dimaklumi karena dana tersebut adalah dana yang sudah diikhlaskan untuk diberikan (ditabarru’kan) untuk keperluan dana klaim. Ada yang berpendapat sebagai hibah, ada juga yang berpendapat sebagai dana sedekah, apakah pantas dana yang sudah diberikan secara ikhlas tersebut diambil kembali, atau minimal diakui kembali oleh para nasabah sebagai miliknya yang harus dikembalikan ?. Sedangkan jika dana itu adalah milik perusahaan pengelola, lalu apa bedanya perusahaan asuransi syariah dengan perusahaan assuransi konvensional ? –yang mengakuisisi dana masyarakat mitra asuransi-. Latarbelakang inilah yang mengusik dan menyebabkan saya mencoba untuk mencari jawabannya.

Sebelum lebih jauh pada pembahasan, perlu mukaddimah bahwa dalam asauransi syariah, dana nasabah di alokasikan menjadi dana investasi dan dana tabarru’. dana investasi diputar oleh perusahaan agar menghasilkan keuntungan, sedangkan dana tabarru’ adalah dan tolong-menolong, dana jaminan dan dana persiapan jika ada peserta yang tertimpa musibah di lain hari. tujuannya adalah untuk menghindari gharar (ketidakjelasan transaksi) dan unsur maisir (gambling). sistem inilah yang membedakan akad asuransi syariah dengan asuransi konvensional.

Dalam fiqih muamalah karya shakhr disebutkan bahwa : Tabarru' didefinisikan sebagai Mengerahkan segala upaya untuk memberikan harta atau manfaat kepada orang lain, baik secara langsung maupun masa yang akan datang tanpa adanya kompensasi, dengan tujuan kebaikan dan perbuatan ihsan. secara singkat dan sederhana dari pemahaman ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari dana tabarru itu bukan untuk investasi atau kembali dengan untung yang banyak –minimal modalnya saja-.

Apakah benar demikian ?, baik kita kaji makna dana tabarru dari segi etimologi, dalam kamus lisan ‘araby disebutkan kurang lebih dengan arti sebagai berikut; Tabarru secara bahasa berarti bersedekah atau berderma, atau dalam arti yang lebih luas, tabarru adalah melakukan suatu kebaikan tanpa persyaratan. Yakni untuk kemaslahatan orang lain dalam kondisi hidup. kaat kuncinya adalah untuk tujuan kebaikan dan tolon menolong , dan bukan semata untuk tujuan komersial (mencari keuntungan), baik dari sisi peserta maupun perusahaan pengelola.

 

 

Masih dari referensi yang sama disebutkan bahwa, Dalam fiqih muamalah tabarru masuk ke dalam kategori akad hibah yang mencakup hadiah dan sedekah, atau hadiah. yang membedakan adalah niatnya. Jika memberikannya dengan maksud taqarrub kepada Allan maka itu adalah shadaqah. Sedangkan jika ia memberikannya dengan maksud memuliakan orang tersebut maka itu adalah hadiah. Dan jika hanya sekedar memberikan tanpa maksud memuliakan orang tersebut maka itu adalah hibah.

 

Pendapat inilah yang biasanya dipakai oleh perusahaan asuransi syariah sebagai landasan yuridis kuat yang menyatakan bahwa dana tabarru itu bukanlah milik nasabah dan tidak bias dikembalikan ke nasabah atau diminta kembali. Bahkan meurut madzhab maliki, dalam akad tabarru’ ini tidak disyaratkan adanya qabul dari penerima hibah. Namun cukup hanya dengan ijab saja dari si pemberi, maka harta/ dana yang ditabarru’kan telah berpindah kepemilikannya kepada penerima/ yang diakadkan.

 

Perusahaan asuransi syariah lebih mantap lagi dengan dukungan dalil bahwa: Pada dasarnya menarik kembali hibah yang telah diberikan kepada orang / pihak lain adalah HARAM atau tidak diperbolehkan. Rasulullah SAW bersabda: Orang yang meminta kembali sesuatu yang telah dihibahkan/ diberikan kepada orang lain, adalah sama dengan seekor anjing yang muntah kemudian memakan kembali muntahannya tersebut." (Muttafaqun Alaih). dalam hal ini pengecualian hanya pada Hibah orang tua terhadap anaknya. Rasulullah SAW bersabda; Haram bagi seorang muslim memberi sesuatu kepada orang lain kemudian memintanya kembali, kecuali pembayaran ayah kepada anaknya.

Akan tetapi apakah cukup demikian, dan dibenarkan pendapat ini ?, lalu apa bedanya asuransi syariah dengan asuransi konvensional jika sama-sama mengakuisisi dana tabarru’ ?. adakah dalil yang lebih membela nasabah asuransi syariah, dalam hal kembalinya dana tabarru mereka jika tidak terdapat klaim ?.

 

Saya lebarkan penelitian saya dengan membaca lebih banyak referensi sampai akhirnya saya menemukan dalam sebuah situs resmi perusahaan asuransi syariah yang menyatakan: catatan penting untuk diketahui semua, bahwa peserta bertabarru’ kepada sesama peserta, dan bukan bertabarru’ kepada perusahaan asuransi syariah. Nah inilah pengakuan yang saya tunggu-tunggu dari perusahaan terkait –meskipun berlawanan dengan peryataan pada paragraph diatas. jika diakui bahwa peserta bertabarru’ kepada sesama peserta, dan bukan bertabarru’ kepada perusahaan asuransi syariah, maka artinya dana itu hakikatnya bukanlah milik perusahaan asuransi syariah. bukankah demikian ?. secara logis saja –karena dalil naqlinya belum ketemu-, masa dana jaminan bersama diaku sebagai dana perusahaan ?, kan tidak fair. Pengelola kan sudah mendapatkan dana ujrah / upah dari para peserta, selain itu pengelola juga mendapat untung dari dana investasi para peserta yang diputar. Tabarru’ adalah amanah yang hendaknya diaplikasikan sesuai kesepakatan dan amanah dari pemberi amanah yakni untuk dana tolong-menolong sesame anggota, bukan untuk pengelola –karena pengelola sendiri sudah mendapatkan bagiannya, sebesar 2-3% dari dana investasi nasabah-. Dana tabarru juga tidak dapat digunakan oleh pengelola sebagai biaya operasional perusahaan.

 

Menurut hemat saya –terlepas benar tidaknya pendapat saya ini-, dana tabarru yang tidak digunakan untuk menolong sesama anggota asuransi syariah itu baiknya digunakan untuk kepentingan terutama kaum dhuafa. Mungkin pendapat saya salah karena keilmuan yang belummumpuni, namun setidaknya saya mendapat satu bagian pahala karena telah berani berijtihad, hehe.

Lalu bagaimana seharusnya dana tabarru’ itu ditasharufkan ?. nah inilah majal al-ijtihad, tempatnya berkreasi menggunakan segala macam kemampuan berpikir untuk menemukan jalan keluarnya.

Saya sendiri memiliki pandangan –terlepas benar tidaknya pendapat saya ini-, bahwasannya jika dana tabarru pada saat habis tempo tidak digunakan untuk kepentingan peserta asuransi syariah yang tertimpa musibah –menolong mereka-, maka baiknya dana tabarru itu dialokasikan untuk kepentingan umat dan kepentingan social yang bersifat produktif.

Alasan mengapa dana digunakan untuk kepentingan produktif bukan konsumtif (seperti langsung diberikan kepada anak yatim dan kaum dhuafa –meskipun pada dasarnya boleh-), adalah seperti filosofi memberi kail dengan memberi ikan kepada anak kecil, kira-kira lebih baik yang mana ?, dari pada langsung habis diberikan kepada janda miskin, anak yatim, maupun kaum dhuafa lain, yang kecenderungannya langsung habis dikonsumsi, lebih baik di gunakan sebagai dana produktif yang akhirnya di nikmati oleh mereka. Mungkin pendapat saya salah karena keilmuan yang belummumpuni, namun setidaknya saya mendapat satu bagian pahala karena telah berani berijtihad, hehe.

Bentuk nyata -dari pendayagunaan dana tabarru yang tidak terpakai untuk kepentingan produktif- itu beragam, diantarnya adalah:

  • Digunakan sebagai modal pendirian koperasi syariah, yang nanatinya akan menyalurkan usaha simpan pinjam, yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai dana bergulir untuk modal usaha kecil, sehingga dapat membantu membuka lapangan kerja, dan mengurangi angka kemiskinan.
  • Dibuatkan sebuah unit usaha mikro / makro yang prospektif –tentunya dengan pengawasan, manajemen dan bimbingan pihak pengusaha yang berpengalaman agar dapat meminimalisir kerugian- yang melibatkan kaum dhuafa sebagai pekerja sekaligus pemilik saham usaha, di mana hasil atau keuntungannya dapat dibagkan kepada mereka yang mempunyai kontribusi, atau membiayai pendidikan dan hidup anak-anak yatim.
  • Ditasharufkan dan dimergerkan ke wakaf uang untuk sebuah usaha produktif seperti perusahaan tertentu atau mendirikan koperasi syariah atau lembaga keuangan syariah seperti BMT, yang cara dan bagi hasilnya seperti pada dua contoh sebelumnya – model ketiga ini hanya merupakan modifikasi dua system sebelumnya-.

Tanggapan dan masukan dari para praktisi dan professional dan kalangan ademisi sangat saya tunggu sebagai penyempurna konsep pendayagunaan dana tabarru jika telah selesai temponya sedangkan peserta tidak ada yang mengklaimnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun